Kepangeranan Kacirebonan

Kepangeranan Kacirebonan merupakan sebuah institusi pemerintahan di Cirebon yang tercipta akibat permasalahan penerus tahta Sultan Sepuh Syamsuddin Martawijaya diantara kedua orang puteranya yakni Pangeran Depati Anom Talularipin dengan Pangeran Adi Wijaya, permasalahan penerus tahta Sultan Sepuh Syamsuddin Martawijaya kemudian dimediasi oleh Belanda dan berakhir dengan dikeluarkannya perjanjian yang ditanda tangani pada 4 Agustus 1699 di Batavia yang memecah kekuasaan dan waris Sultan Sepuh Syamsuddin Martawijaya kepada kedua orang puteranya,[1] Pangeran Depati Anom Tajularipin yang merupakan putera tertua Sultan Sepuh Syamsuddin Martawijaya naik tahta menggantikan ayahnya sebagai Sultan Sepuh II Tajularipin sementara Pangeran Adi Wijaya membentuk cabang keraton yang baru yakni Kacirebonan, beliau berhak atas gelar Pangeran Arya Cirebon[2], dalam beberapa kasus seperti persoalan-persoalan yang melibatkan proses peradilan pada institusi jaksa pepitu penguasa Kacirebonan disebut sebagai Sultan Cirebon dan diwakili keberadaannya oleh seorang jaksa pada institusi tersebut[3].

Referensi

  1. ^ Rosita, Heni. 2015. Pecahnya Kesultanan Cirebon dan Pengaruhnya Terhadap Masyarakat Cirebon Tahun 1667 - 1752. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta
  2. ^ al Anwari, Rifcky Mohammad. Pasang Surut Hubungan Kesultanan Cirebon dengan Kolonial Abad 17 - 19 Dan Implikasinya Terhadap Masyarakat Di Cirebon. Cirebon : Institut Agama Islam Negeri Syekh Nurjati
  3. ^ Effendy, Marwan. 2005. Kejaksaan RI: posisi dan fungsinya dari perspektif hukum. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama