Suku Ogan
Suku Ogan atau Melayu Ogan[2] (Bahasa Ogan : Hang Ugan, Jeme Ugan / Surat Ulu (Aksara Ogan) : ꤺꤸ ꥆꥈ ꤱꥐ) adalah salah satu suku bangsa yang mayoritas bermukim di Provinsi Sumatra Selatan dan Provinsi Lampung. Masyarakat suku Ogan tersebar di Kabupaten Ogan Komering Ulu (Baturaja, Ulu Ogan, Semidang Aji, Lubuk Batang, Peninjauan, Pengandonan), Kabupaten Ogan Komering Ilir (Muara Baru, Anyar dan Banding Anyar), Kabupaten Ogan Ilir (Kecamatan Muara Kuang) di sepanjang aliran Sungai Ogan (Ayakh Ugan) dan juga terdapat kantong populasi kecil di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur (Tugu Harum Belitang, Mendah dan Martapura). Selain di Sumatra Selatan, Suku Ogan dapat dijumpai dalam jumlah yang sangat besar di Lampung meliputi Kabupaten Way Kanan (Way Tuba, Banjit dan Kasui), Lampung Utara (Kotabumi, Bukit Kemuning dan Ogan Lima), Pesawaran (Tegineneng), Lampung Barat (Sukau), Lampung Selatan, Kota Metro dan Lampung Timur. Jumlah populasi suku Ogan pada sensus terakhir (tahun 2010) diperkirakan sebanyak 720.000 orang.
| |||||||||||||||||
Daerah dengan populasi signifikan | |||||||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Indonesia (Sensus 2010) | 720.000[1] | ||||||||||||||||
• Sumatra Selatan (perkiraan) | 500.000 | ||||||||||||||||
Bahasa | |||||||||||||||||
Ogan (utama), Indonesia dan Melayu Palembang | |||||||||||||||||
Agama | |||||||||||||||||
Islam Sunni (mayoritas), Kristen Katolik (minoritas) | |||||||||||||||||
Kelompok etnik terkait | |||||||||||||||||
Lampung, Besemah, Melayu Palembang |
Asal-usul
Nenek moyang dari masyarakat suku Ogan diperkirakan berasal dari masyarakat yang menghuni Gunung Dempo, yang terletak di dataran tinggi Basemah. Berdasarkan peneemuan arkeologis, telah ada masyarakat yang hidup di sekitar dataran tinggi Basemah, yang diperkirakan telah ada sejak 4.500 tahun yang lalu (2.500 SM). Mereka yang berasal dari dataran tinggi Basemah akhirnya mulai turun ke bawah untuk kemudian menyelusuri Sungai Ogan, dengan tujuan mencari lahan pemukiman yang baru. Keberadaan mereka di pinggiran Sungai Ogan, pada akhirnya berinteraksi dengan masyarakat yang telah ada sebelumnya, untuk kemudian membentuk satu kebudayaan tersendiri. Pemukiman masyarakat di sekitar sepanjang Sungai Ogan sendiri sebenarnya sudah ada sebelum kedatangan nenek moyang dari suku Ogan. Temuan arkeologis di Gua Harimau, salah satu peninggalan zaman purba di wilayah Sumatra Selatan, menunjukkan bahwa peradaban disekitar Sungai Ogan sudah berumur puluhan ribu tahun, bahkan diperkirakan telah ada sejak masa zaman es. Penghuni gua-gua purba ini, awalnya merupakan komunitas Ras Australomelanesid. Lalu setelah kedatangan Ras Mongoloid, kedua ras ini menyatu dalam satu kelompok masyarakat yang baru.[3]
Sumber lain mengatakan bahwa nenek moyang dari suku Ogan diduga ada yang berasal dari dataran tinggi di Tengkuk gunung pesagi Lampung jika di perhatikan dari sejarah kerajaan sekala brak keturunan sekala brak adalah penggagas berdirinya Sriwijaya dan kerajaan sekala brak tidak pernah dikalahkan oleh sriwijaya karena sriwijaya asal mula dari sriwijaya hal tersebuat ada benarnya, Palembang dan Demak dan Jipang Jawa, diantaranya yang tercatat adalah:
- Keluarga Sanghyang Sakti Nyata; Berdasarkan catatan dari masyarakat Lampung Pesisir Way Lima, diceritakan beliau memiliki 7 orang anak, yang kemudian menjadi leluhur bagi Suku Ogan, Rejang, Semende, Pasemah, Komering dan Lampung.
- Pengikut Penguasa Palembang yang pernah hijrah ke Ogan Ilir, antara lain:
- Pangeran Sido ing Rajek di Desa Saka Tiga (Inderalaya) tahun 1659
- Sultan Mahmud Badaruddin (II) Pangeran Ratu di Desa Tanjung Lubuk tahun 1821
- Sultan Ahmad Najamuddin (IV) Prabu Anom di Hulu Sungai Ogan tahun 1824-1825.
- Kudeta Pajang atas Demak Jipang pada th 1554 M yang menewaskan Sultan Demak terakhir Arya Penangsang telah membuat Keluarga Bangsawan yang selamat eksodus ke Palembang dibawah pimpinan Pangeran Arya Mataram/ Arya Belanga, selanjutnya mereka bermukim di daerah pinggiran sungai Ogan bernama Lubuk rukam yang sekarang masuk dalam wilayah Kecamatan Peninjauan
Wilayah Persebaran
Suku Ogan memiliki persebaran yang sangat luas, umumnya mereka menyebar di Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Lampung. Meskipun mayoritas Suku Ogan berada di wilayah administratif Kabupaten Ogan Komering Ulu, namun wilayah adat Suku Ogan (Ogan Ulu) jauh lebih besar dari kabupaten OKU sendiri.
Kabupaten Ogan Komering Ulu
Kabupaten Ogan Komering Ulu terletak 200 KM ke selatan dari Kota Palembang. Kabupaten ini berpusat di Kota Baturaja. Mayoritas penduduk OKU merupakan petani kopi dan karet. Mayoritas Suku Ogan bermukim dan tinggal di kabupaten ini dan merupakan satu-satunya kabupaten mayoritas Suku Ogan di Sumatera Selatan. Suku Ogan sendiri dapat ditemui hampir di semua kecamatan atau marga di OKU selain Kecamatan Sosoh Buay Rayap dan Lengkiti yang merupakan wilayah Suku Komering dan Daya terutama di pinggiran Sungai Ogan. Beberapa kecamatan dan desa yang merupakan daerah Suku Ogan antara lain[4] :
- Kecamatan Ulu Ogan
- Desa Kelumpang
- Desa Gunung Tiga
- Desa Pedataran
- Desa Sukajadi
- Desa Ulak Lebar
- Desa Mendingin
- Desa Belandang
- Kecamatan Pengandonan
- Desa Gunung Meraksa
- Desa Tanjung Pura (Pelawe)
- Desa Belambangan
- Desa Tanjung Sari (Sebaya)
- Desa Gunung Liwat
- Desa Kesambirata (Blang Babi)
- Desa Tangsi Lontar
- Desa Pengandonan
- Desa Ujan Mas
- Desa Tanjungan
- Desa Semanding
- Desa Gunung Kuripan
- Kecamatan Muara Jaya
- Desa Karang Lantang
- Desa Beringin
- Desa Kemala Jaya (Ampakh-Ampakh)
- Desa Lontar
- Desa Lubuk Tupak
- Desa Muara Saeh
- Desa Surau
- Kecamatan Semidang Aji
- Desa Tanjung Kurung (Lentipeh)
- Desa Sukarami (Kutepadang)
- Desa Nyiur Sayak (Perugaian)
- Desa Batanghari
- Desa Sukamerindu (Sekucing)
- Desa Padang Bindu
- Desa Ulak Pandan
- Desa Bedegung
- Desa Kebun Jati
- Desa Keban Agung
- Desa Tubohan
- Desa Tebing Kampung
- Desa Panggal-Panggal
- Desa Raksa Jiwa
- Desa Pengaringan (Snafal)
- Desa Seleman
- Desa Singapura (Asam Kelat)
- Desa Banjar Sari (Sukedane)
- Desa Pandan Dulang
- Kecamatan Baturaja Barat
- Kelurahan Air Gading
- Kelurahan Batu Kuning
- Kelurahan Tanjung Agung
- Kelurahan Saung Naga
- Desa Batuputih
- Desa Karang Agung
- Desa Karang Endah
- Desa Laya (Halaye)
- Desa Pusar (Pusakh)
- Desa Sukamaju
- Desa Tanjung Karang
- Kecamatan Baturaja Timur
- Kelurahan Baturaja Lama
- Kelurahan Kemalaraja
- Kelurahan Pasar Baru
- Kelurahan Sukajadi
- Kelurahan Sekar Jaya
- Desa Air Paoh
- Desa Tanjung Baru
- Desa Terusan
- Kecamatan Lubuk Batang
- Desa Air Wall
- Desa Bandar Agung
- Desa Banuayu
- Desa Belatung
- Desa Gunung Meraksa
- Desa Kartamulia
- Desa Kurup
- Desa Lubuk Batang Baru
- Desa Lubuk Batang Lama
- Desa Lunggaian
- Desa Markisa
- Desa Merbau
- Desa Tanjung Dalam
- Desa Tanjung Manggus
- Kecamatan Lubuk Raja Untuk di Kecamatan Lubuk Raja, Suku Ogan cukup tersebar dan berbaur dengan masyarakat transmigran Jawa dan Bali. Semenjak 1970an, daerah Lubuk Raja sendiri merupakan daerah kosong yang dijadikan pemukiman untuk masyarakat transmigrasi.
- Kecamatan Sinar Peninjauan Untuk di Kecamatan Sinar Peninjauan, Suku Ogan cukup tersebar dan berbaur dengan masyarakat transmigran Jawa dan Bali. Semenjak 1970an, daerah Sinar Peninjauan sendiri merupakan daerah kosong yang dijadikan pemukiman untuk masyarakat transmigrasi.
- Kecamatan Peninjauan
- Desa Bindu
- Desa Belimbing
- Desa Durian
- Desa Karang Dapo
- Desa Kedondong
- Desa Kepayang
- Desa Lubuk Rukam
- Desa Mendala
- Desa Peninjauan
- Desa Saung Naga
- Kecamatan Kedaton Peninjauan Raya
- Desa Kedaton
- Desa Kedaton Timur
- Desa Sinar Kedaton
- Desa Kampai
- Desa Bunglai
- Desa Lubuk Kemiling
- Desa Rantau Panjang
- Desa Sukapindah
Kabupaten Ogan Ilir
Kabupaten Ogan Ilir sendiri merupakan kabupaten yang terletak di antara Kota Palembang dan Kabupaten Ogan Komering Ulu. Masyarakat Suku Ogan sendiri hanya ditemui di dua kecamatan yang terdapat di hulu Sungai Ogan, yaitu Kecamatan Lubuk Keliat dan Kecamatan Muara Kuang. Persebarannya antara lain :
- Kecamatan Muara Kuang
- Desa Kelampadu
- Desa Kasah
- Desa Kuang Anyar
- Desa Muara Kuang
- Desa Munggu
- Desa Nagasari
- Desa Rama Kasih
- Desa Rantau Sialang
- Desa Seri Kembang
- Desa Seri Menanti
- Desa Suka Cinta
- Desa Sukajadi
- Desa Tanabang Ilir
- Desa Tanabang Ulu
- Kecamatan Lubuk Keliat
- Desa Lubuk Keliat
- Desa Embacang
Pembagian
Berdasarkan hunian masyarakat sepanjang hulu sungai Ogan, suku Ogan dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu suku Ogan Ulakan dan Ogan Uluan[5].
Suku Ogan Ulakan (Hilir)
Suku Ogan ini menghuni wilayah sepanjang aliran sungai Ogan bagian hilir. Suku Ogan ini terbagi atas 5 Marga (Marge) utama, yaitu Marga Bindung Langit Lawang Kulon, Lubuk Batang, Perwatin IV Suku I, Ngabehi IV dan Muara Kuang. Masyarakat Ogan di Hilir memiliki pengaruh kebudayaan yang kuat dari budaya Komering dan Melayu Palembang. Suku Ogan Ulakan merupakan sub-suku yang memiliki persebaran terluas di Lampung. Umumnya berasal dari Desa Kedaton dan Lubuk Rukam.
Suku Ogan Uluan (Hulu)
Suku Ogan ini menghuni wilayah sepanjang aliran sungai Ogan bagian hulu hingga aliran tengah. Suku Ogan ini terbagi atas 4 Marga (Marge) utama, yaitu Marga Temenggungan, Samikerian, Semidang Alun II Suku III dan Aji. Masyarakat Ogan di Hulu memiliki pengaruh kebudayaan yang kuat dari budaya Semende dan Besemah. Suku Ogan Uluan merupakan sub-suku yang masih kental akan kebudayaan Austronesia asli seperti pada kesenian Ngibing dan Kenong khas Ogan.
Budaya
Mayoritas masyarakat suku Ogan adalah pemeluk agama Islam, meskipun terdapat juga sebagian kecil penduduk yang memeluk agama Kristen Katolik.Masyarakat suku Ogan yang Muslim adalah pemeluk Islam yang taat. Sehingga hampir seluruh budaya dan adat-istiadat mereka dipengaruhi oleh budaya Islam dan Melayu. Hal ini terlihat dari beberapa tradisi yang telah mereka miliki sejak lama.
Pernikahan
Pada dasarnya terdapat 3 ketentuan adat mengenai Pernikahan dalam masyarakat Suku Ogan yaitu Belaki Bebini, Kambik Anak, dan Senak Anak[6]. Belaki atau Bebini merupakan konsep patrilineal Suku Ogan ketika sang istri setelah pernikahan (payuan) akan tinggal bersama dengan keluarga suami, biasanya sang suami harus menyediakan daigadaian/uang jujur. Kambik Anak adalah konsep matrilineal Suku Ogan ketika sang suami setelah menikah akan tinggal bersama keluarga istri, biasanya Kambik Anak disebabkan karena sang suami tidak berkecukupan atau bisa karena sang istri merupakan tulang punggung penting dan lebih berpengaruh. Dan Senak Anak merupakan konsep bilateral antar dua keluarga suami dan istri di mana mereka membina rumah tangga sendiri dan meneruskan keturunan kepada anaknya yang akan mewarisi darah kedua jurai.
Tercatat ada beberapa tradisi unik dari setiap masyarakat suku Ogan di wilayah manapun mengenai pernikahan. Beberapa diantaranya seperti Hajat Batin, Ngukus, Pengadangan, Ningkuk, dan lain-lain.
Hajat Batin dan Ngukus merupakan perayaan yang dilakukan oleh masyarakat jelang pernikahan. Hajat Batin adalah acara bagi laki-laki dalam suatu kampung yang utamanya bapak-bapak untuk melakukan kegiatan penunjang jelang upacara pernikahan. kegiatan yang dilakukan adalah bahu membahu mendirikan tenda dilokasi acara. Ada dua jenis tenda yang mereka dirikan. Tenda pertama adalah tenda utama untuk gelaran resepsi atau sedekah. Tenda kedua adalah tenda yang kelak akan dipakai oleh para rebai (hebai/ibu ibu) dalam aktivitas Ngukus. Ngukus sendiri adalah acara bagi perempuan, utamanya bagi ibu-ibu, untuk menyiapkan bahan makanan untuk keluarga besan dan para tetamu yang kelak hadir dalam acara sedekah atau resepsi. Hingga saat ini tradisi ini masih sering ditemukan di beberapa wilayah kediaman suku Ogan, yang tujuannya adalah menjalin erat silaturrahmi sesama warga masyarakat.
Pengadangan adalah perayaan unik menjelang akad nikah dilangsungkan, yang cara melakukannya adalah dengan berusaha menghalang-halangi pengantin pria dengan menggunakan sebuah selendang panjang. Agar bisa melewati selendang tersebut, mempelai pria beserta rombongannya harus memenuhi apa saja permintaan dari mempelai wanita. Selain sebagi bentuk penghormatan, pengadangan juga dilaksanakan untuk mempererat silaturahmi antar dua keluarga yang akan disatukan dalam suatu pernikahan. Dalam prosesi pengadangan, pihak mempelai pria akan diiringi dengan tetabuhan rebana, dan tidak lupa membawa berbagai barang seserahan yang diinginkan oleh mempelai wanita. Pada saat pengadangan dibutuhkan seorang juru bicara yang berasal dari pemangku adat yang bertugas untuk meyakinkan pihak mempelai wanita. Setelah persetujuan disepakati kedua belah pihak, kemudian dilanjutkan dengan prosesi akad nikah. Setelah akad nikah diucapkan, dan kedua mempelai telah sah secara adat dan hukum negara, pesta pernikahan kemudian dimeriahkan dengan tarian penghibur pengantin.[7][8]
Sementara Ningkuk adalah perayaan menjelang akad pernikahan lainnya, yang merupakan salah satu kebudayaan yang masih ada khususnya di wilayah Kabupaten Ogan Komering Ulu. Berbeda dengan Pengadangan, yang mengikuti dan melaksanakan acara Ningkuk adalah pemuda dan pemudi yang merupakan sahabat atau kerabat dari kedua mempelai pengantin. Perbedaan lainnya adalah saat datang ke acara Ningkuk, pemuda harus menjemput dan meminta izin pada orang tua pemudi yang diajaknya ke acara Ningkuk. Setelah acara selesai, pemuda itu harus mengantarkan pulang kembali pemudi yang diajaknya ke acara Ningkuk tadi. Pelaksanaan tradisi Ningkuk biasanya dimulai setelah acara resepsi pernikahan dilaksanakan. Tradisi ini awalnya dilakukan dengan dikumpulkannya pemuda dan pemudi yang memiliki hubungan dekat (dalam hal ini teman atau sahabat, bisa juga kerabat) dengan kedua mempelai. Setelah itu mereka dibagi menjadi dua kelompok yang terdiri atas kelompok pemuda dan kelompok pemudi. Dalam pelaksanaannya, tradisi ini melibatkan kedua mempelai yang berperan sebagai raja dan ratu serta seorang moderator yang menjadi pemandu acara yang menjelaskan aturan Ningkuk tersebut sebelum dimulai. Dalam pelaksanaannya, tiap kelompok pemuda dan pemudi akan diberikan sarung, yang nantinya akan diberikan secara bergantian antar kelompok. Pada saat prosesi tukar menukar sarung, sebagai penentu atau acuan waktu akan diputar sejumlah lagu, yang jumlahnya bisa satu atau lebih. Ketika kemudian lagu dimatikan, maka pemuda dan pemudi yang memperoleh sarung paling akhir akan diberikan hukuman oleh kedua mempelai. Hukuman tersebut dapat berupa menyanyi, berjoget, pantun, puisi, dan sebagainya. Pada saat acara akan memasuki bagian akhir, pemuda diperbolehkan untuk menyatakan perasaannya pada pemudi idamannya yang hadir pada ritual tersebut. Jika tidak dapat menyampaikannya secara langsung, pemuda tersebut dapat juga melakukannya dengan memberikan surat yang nantinya akan disampaikan oleh moderator.[9]
Bahasa
Bahasa Ogan merupakan rumpun Bahasa Melayik yang dituturkan oleh masyarakat Ogan baik di Sumatera Selatan dan kantong wilayah diaspora-diaspora Ogan lainnya. Secara kekerabatan, Bahasa Ogan masih satu rumpun dengan Bahasa Besemah-Semende dalam keluarga Melayu Barisan Selatan meskipun tidak sama persis. Bahasa Ogan merupakan bahasa komunikasi utama yang dipakai dalam setiap acara adat Ogan sampai bertutur sehari-hari.
Bahasa Ogan saat ini masih dituturkan sekitar 69% Suku Ogan atau sekitar 500.000 ribu jiwa. Keunikan dari bahasa ini adalah dapat dijumpai banyaknya sinonim yang digunakan untuk kondisi-kondisi serta norma moral (kesopanan) tertentu, hal ini tidak dijumpai dalam Bahasa Besemah-Semende. Selain itu juga, banyak kosakata Bahasa Ogan yang hanya ditemukan ekslusif di Bahasa Ogan dibandingkan bahasa etnis di sekitarnya. Contoh, seperti kata Gerewe yang berarti "Bercanda yang buruk" dan Pikh-Ampikh yang berarti "Compang-camping".
Secara logat, Bahasa Ogan mengikuti aliran Sungai Ogan, semakin ke hulu logat Bahasa Ogan akan semakin keras dan tegas sementara semakin ke hilir logat Bahasa Ogan akan semakin halus dan mendayu-dayu. Meskipun seperti itu, masyarakat Ogan masih dengan mudah untuk memahami satu sama lain.
Sebelum pertengahan abad ke-20, Masyarakat Ogan masih memiliki tulisan asli yang bernama Surat Ulu atau Surat Ugan dalam urusan hukum perdata sampai tulisan sehari-hari. Sampai kemudian perlahan-lahan tergantikan oleh aksara Latin atau Urup Laten. Aksara ini sempat diajarkan di sekolah-sekolah di Ogan Komering Ulu sepanjang mendekati awal tahun 2000-an sampai kemudian dihapus. Namun pada awal tahun 2020, Pemerintah Ogan Komering Ulu mulai membangkitkan lagi pembelajaran Surat Ulu dan Bahasa Ogan untuk sekolah dasar dan menengah.[10][11]
Sastra Lisan
Masyarakat Ogan memiliki sastra tutur lisan yang sangat kaya, terdapat 3 (tiga) sastra utama asli Suku Ogan antara lain Jelihiman, Rendai dan Jang-Panjang[12]. Jelihiman merupakan sastra tutur lisan berupa syair yang menceritakan epos-epos, legenda dan kisah-kisah orang-orang hebat di masa lampau, kesenian ini sudah punah di Ogan walau begitu sudah tercatat untuk keperluan penelitian linguistik. Rendai merupakan sastra lisan menyerupai pantun bernada, ciri khas dari Rendai dapat ditemukan pada kalimat pembuka yang berbunyi "Endeng Endeng". Kesenian Rendai kini lebih umum ditemukan pada acara pernikahan Suku Ogan yang berada di wilayah Semidang Aji, Baturaja sampai ke Lubuk Batang di Ogan Komering Ulu. Jang-Panjang merupakan sastra tutur berupa syair yang dilantunkan panjang-panjang, biasanya Jang-Panjang dilakukan ketika sedang berkebun untuk melepaskan rasa bosan dan jenuh.
Selain tiga sastra lisan di atas, terdapat juga Ungguk-Ungguk atau pantun 4 baris dan Andai-Andai yang berupa dongeng dan kisah legenda yang memiliki makna sejarah dan moral yang dalam.
Ngibing
Dalam budaya Suku Ogan, terdapat sebuah tradisi tua yang sangat unik dan melekat pada identitas Suku Ogan, yaitu Ngibing[13]. Ngibing atau Nyambai/ Timpungan/Tari Undan adalah kesenian tari kelompok yang bertujuan untuk menyambut tamu kehormatan dan pelengkap acara pernikahan (payuan) serta Ningkukan. Jumlah para penari Ngibing tidak terbatas dan dapat diikuti oleh semua orang. Pada tari Ngibing para perempuan baik gadis maupun khebai menari dengan gerakan yang gemulai dan konstan sementara para laki-laki baik bujang maupun batin ikut menari dengan mengibaskan selendang atau undan. Durasi tarian tidak memiliki ketentuan dan disesuaikan dengan kondisi acara, tarian ini ditutup dengan pengalungan selendang atau undan dari pihak laki-laki ke perempuan atau kepada tokoh penting ketika acara penyambutan.
Pada pelaksanaan Ngibing, biasanya tari ini diiringi dengan lagu atau tembang Sarawak yang mengandung rasa suka cita, nasihat dan juga petatah petitih. Perlengkapan instrumen musik yang digunakan antara lain burdah raksasa (gendang khas Suku Ogan), terbangan (rebana), piane (akordion), bendi (gong besar) dan tawak-tawak (gong kecil). Pakaian yang dipakai para penari Ngibing tidak terlalu kaku, sekurangnya para perempuan memakai songket atau sampang, memakai kuku tanggai dan sunting khas Ogan, sementara para laki-laki memakai kepiah (songkok) atau tanjak dan tidak lupa memakai undan.
Kesenian Ngibing ini sangat umum ditemukan dalam semua acara adat Suku Ogan walaupun kini mulai terbatas dan lebih dipentaskan pada acara penyambutan dan pernikahan di Kecamatan Ulu Ogan, Pengandonan dan Muara Jaya di Ogan Komering Ulu.
Lain-lain
Selain pernikahan, aspek lain dari budaya suku Ogan adalah sistem kepercayaan, sistem pengetahuan, sistem peralatan dan perlengkapan, sistem kemasyarakatan, sistem ekonomi, bahasa, dan kesenian. Dari bidang seni, terdapat beberapa seni tari asli yang berasal suku Ogan, yaitu Tari Ngibing atau Tari Undan dan Rudat Ogan[14].
Lihat pula
Referensi
- ^ Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama dan Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia Hasil Sensus Penduduk 2010. Badan Pusat Statistik. 2011. ISBN 9789790644175.
- ^ "Ogan (suku)". kbbi.kemdikbud.go.id. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Diakses tanggal 17 Juni 2021.
Ogan merupakan suku bangsa yang mendiami daerah Sumatra Selatan
- ^ Suara Wajar FM: Suku Ogan. 2 Februari 2016. Diakses 6 Maret 2019.
- ^ Densiusman (Rabu, 23 Mei 2012). "densiusman: PENGGUNA BAHASA OGAN". densiusman. Diakses tanggal 2022-03-02.
- ^ FAJRI, ZAINAL ARIFIN; SYAFNIL, RAHMAN. BERMUKIM DI TEPIAN SUNGAIETNOGRAFI MASYARAKAT DAN BUDAYA KOMUNITAS OGAN DI PENGANDONAN. IRDH. ISBN 978-623-7343-44-8.
- ^ "POLA PERKAWINAN ADAT PADA MASYARAKAT OGAN DI DESA SINGAPURA KECAMATAN SEMIDANG AJI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN". 123dok.com. Diakses tanggal 2022-02-14.
- ^ Indonesia Kaya: Pengadangan, Tradisi Pernikahan Adat Suku Ogan. Diakses 3 Maret 2019.
- ^ Majalah Teras: Tradisi Pernikahan Adat Suku Ogan. 14 September 2017. Diakses 4 Maret 2019.
- ^ Budaya Indonesia: Tradisi Ningkuk. 5 Agustus 2018. Diakses 4 Maret 2019.
- ^ "BELAJAR AKSARA UGAN; SARANA MEMAHAMI SEJARAH DAN BUDAYA OGAN KOMERING ULU – Disparbud OKU (Dinas Pariwisata & Kebudayaan Ogan Komering Ulu)". Diakses tanggal 2022-04-08.
- ^ "Kenalkan Aksara Ogan ke Pelajar". OKES.CO.ID. 2020-04-05. Diakses tanggal 2022-04-08.
- ^ Izzah (Rabu, 10 Juni 2009). "IZZAH UNSRI: SASTRA TUTUR SUMATERA SELATAN: MEDIA INOVATIF PEMBELAJARAN MULTIBAHASA". IZZAH UNSRI. Diakses tanggal 2022-02-14.
- ^ "Tari Ngibing Asal OKU Ditampilkan Pada Acara Taman Mini Menari". Lahat Online. Diakses tanggal 2022-02-20.
- ^ "Planet Agape: Orang Ogan Katolik di Batu Putih Sumatra Selatan". Planet Agape. Diakses tanggal 2022-02-14.