Psikologi budaya

Revisi sejak 19 April 2022 01.46 oleh Veter est du vent (bicara | kontrib) (Merevisi artikel tugas akhir artikel unit 3)

Psikologi budaya atau yang sering diistilahkan dengan cultural psychology adalah salah satu bagian dari ilmu psikologi yang mempelajari bagaimana sebuah kebudayaan merefleksikan dan membentuk proses psikologis dari masyarakat yang menganut kebudayaan tersebut. [1]

Istilah psikologi kebudayaan berasal dari dua terminologi yaitu psikologi dan budaya. Psikologi adalah suatu cabang ilmu yang membahas proses kejiwaan dan perilaku manusia. Termasuk fenomena kesadaran dan ketidaksadaran, perasaan dan pikiran manusia. Adapun kebudayaan atau budaya adalah sebuah istilah utama yang mencangkup perilaku sosial, isntitusi dan norma, pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum atau undang-undang dan kebiasaan individual yang menjadi bagian dari suatu komunitas masyarakat. Semua komponen kebudayaan tersebut biasanya diwariskan dari generasi ke generasi. Ahli psikologi kebudayaan menyatakan bahwa masyarakat membentuk kebudayaannya sendiri dan kebudayaan itu juga yang secara mutualisme membentuk karakteristik tertentu pada masyarakat tersebut. [1]

Psikologi kebudayaan sering disalahpahami sebagai psikologi lintas budaya atau cross-cultural psychology. Sebenarnya kedua bidang ini tidaklah sama satu sama lain. Psikologi lintas budaya adalah suatu bidang ilmu yang membahas mengenai perilaku dan proses mental yang terjadi pada manusia termasuk keberagaman dan kesamaannya dalam konteks kondisi kebudayaan yang berbeda. Psikologi lintas budaya juga melibatkan perbandingan tertentu yang terjadi pada suatu kebudayaan tertentu terhadap kebudayaan lain. [2] Hal ini termasuk informasi mengenai sejauh mana suatu kelompok masyarakat tertentu memiliki kesamaan dan perbedaan satu sama lain dan konsistensi diantara populasi atau komunitas yang berasal dari latarbelakang kebudayaan yang berbeda [1] [3] Contoh psikologi lintas budaya adalah adanya pandangan bahwa beberapa kebudayaan ada yang menekankan akan pentingya hidup menyatu dengan komunitas dan juga terdapat beberapa kebudayaan yang mengedepankan hak-hak dan otoritas individu daripada kepentingan kelompok. [4] Psikolog dan ahli dibidang psikologi lintas budaya pada umumnya menggunakan kebudayaan sebagai tolok ukur terhadap suatu keuniversalan suatu proses psikologis daripada menentukan bagaimana suatu praktek kebudayaan lokal tertentu membentuk proses mental pada suatu masyarakat. [5]

Pentingnya psikologi kebudayaan

Psikologi kebudayaan diperlukan untuk memperluas jangkauan penelitian mengenai kebudayaan. Ditemukan fakta bahwa terdapat kekeliruan yang dilakukan berulang kali yang dilakukan oleh ahli psikologi barat terhadap temuan-temuan penelitian mereka yang berkaitan dengan kebudayaan yang bukan berasal dari barat.[6] Namun demikian, tujuan utama dari psikologi kebudayaan adalah untuk memperoleh sebanyak mungkin variasi kebudayaan yang dapat berkontribusi terhadap teori dasar psikologis yang ada. Hal tersebut diharapkan dapat memperbaiki kekeliruan yang pernah dibuat sehingga menjadi lebih relevan sebagai suatu prediksi, deskripsi dan ekplanasi terhadap seluruh perilaku manusia dan bukan hanya terhadap individu yang berasalah dari kebudayaan barat.

Konstitusi mutualisme dalam psikologi kebudayaan

 

Yang dimaksud dengan konstitusi mutualisme adalah kesimpulan yang menyatakan bahwa masyarakat tertentu dan individu yang menjadi anggota masyarakat tersebut saling mempengaruhi satu sama lain. Perilaku dan kebiasaan setiap individu akan memberikan efek secara langsung terhadap masyarakat dimana individu tersebut berasal. Pola tersebut juga terjadi pada masyarakat secara umum terhadap individu tersebut. [1]

Pandangan lain mengenai psikologi kebudayaan

Ahli psikologi meyakini bahwa masyarakat yang berasalah dari suatu kebudayaan tertentu sering meyakini bahwa setiap hal yang terjadi dikebudayaan mereka sebagai sesuatu yang alami dan benar dan apa yang terjadi pada suatu kebudayaan lain merupakan sesuatu yang aneh, tidak alami atau keliru. Keyakinan seperti ini menyebabkan mereka cenderung bersikap dan berperilaku sesuai dengan cara yang berasal dari kebudayaan asal mereka dan merasa tidak suka terhadap kelompok masyarakat yang berasal dari kebudayaan lain. [1]

Referensi

  1. ^ a b c d e Santrock, John (2011). Educational Psychology. New York: McGraw-Hill. hlm. 142. ISBN 978-0-07-337878-7. 
  2. ^ "Cross-Cultural Psychology". obo (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-04-19. 
  3. ^ "Cross-Cultural Psychology | Psychology Today". www.psychologytoday.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-04-19. 
  4. ^ "Psychology Explains How Cultural Differences Influence Human Behavior". Verywell Mind (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-04-19. 
  5. ^ Heine, Steven J.; Ruby, Matthew B. (2010-03). "Cultural psychology". WIREs Cognitive Science (dalam bahasa Inggris). 1 (2): 254–266. doi:10.1002/wcs.7. ISSN 1939-5078. 
  6. ^ Shweder, Richard (1991). Thinking Through Cultures. Harvard University Press. ISBN 9780674884168.