Monarki
Perbedaan di antara penguasa monarki dengan presiden sebagai kepala negara adalah penguasa monarki menjadi kepala negara sepanjang hayatnya, sedangkan presiden biasanya memegang jabatan ini untuk jangka waktu tertentu. Namun dalam negara-negara federasi seperti Malaysia, penguasa monarki atau Yang dipertuan Agung hanya berkuasa selama 5 tahun dan akan digantikan dengan penguasa monarki dari negeri lain dalam persekutuan. Pada zaman sekarang, konsep monarki mutlak hampir tidak ada lagi dan kebanyakannya adalah monarki konstitusional, yaitu penguasa monarki yang dibatasi kekuasaannya oleh konstitusi.
Monarki berbeda dengan konsep penguasa monarki yang sebenarnya. Pada kebiasaannya penguasa monarki itu akan mewarisi tahtanya. Tetapi dalam sistem monarki demokratis, tahta penguasa monarki akan bergilir-gilir di kalangan beberapa sultan. Malaysia misalnya, mengamalkan kedua sistem yaitu kerajaan konstitusional serta monarki demokrasi.
Bagi kebanyakan negara, penguasa monarki merupakan simbol kesinambungan serta kedaulatan negara tersebut. Selain itu, penguasa monarki biasanya ketua agama serta besar angkatan bersenjata sebuah negara. Contohnya di Malaysia, Yang Dipertuan Agung merupakan ketua agama Islam, sedangkan di Britania Raya dan negara di bawah naungannya, Ratu Elizabeth II adalah Gubernur Agung Gereja Inggris. Meskipun demikian, pada masa sekarang ini biasanya peran sebagai ketua agama tersebut adalah bersifat simbolis saja.
Penguasa monarki di Indonesia
Jabatan penguasa monarki dijabat secara turun temurun. Cangkupan wilayah seorang penguasa monarki dari wilayah yang kecil misalnya desa adat (negeri) di Maluku, sebuah kecamatan atau distrik, sampai sebuah pulau besar atau benua (kekaisaran). Kepala adat turun temurun pada desa adat di Maluku yang disebut negeri dipanggil dengan sebutan raja. Raja yang menguasai sebuah distrik di Timor disebut liurai. Sebuah kerajaan kecil (kerajaan distrik) tunduk kepada kerajaan yang lebih besar yang biasanya sebuah Kesultanan. Kerajaan kecil sebagai cabang dari sebuah kerajaan besar tidak berhak menyandang gelar Sultan (Yang Dipertuan Besar), tetapi hanya boleh menyandang gelar Pangeran, Pangeran Muda, Pangeran Adipati, atau Yang Dipertuan Muda walaupun dapat juga dipanggil dengan sebutan Raja. Sebagian wilayah kerajaan kecil (distrik) di Kalimantan diberikan oleh pemerintah Hindia Belanda kepada pihak-pihak yang berjasa kepada kolonial Belanda. Tidak semua bekas kerajaan dapat dipandang sebagai sebuah bekas negara (kerajaan). Kerajaan-kerajaan yang mempunyai perjanjian dengan pihak kolonial Belanda merupakan negara yang berdaulat di wilayahnya.
Contoh monarki di Indonesia:
- Jawa
- Kesultanan Banten (Sultan Banten)
- Kasunanan Surakarta (Sunan Surakarta)
- Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat (Sultan Yogyakarta)
- Kadipaten Mangkunegaran (Pangeran Adipati Mangkunegara)
- Kadipaten Paku Alaman (Pangeran Adipati Paku Alam)
- Kesultanan Cirebon (Sultan Cirebon)
- Kalimantan
- Kesultanan Banjar (Sultan Banjar)
- Kerajaan Pagatan (Pangeran Muda Banjar)
- Kerajaan Kubu
- Kesultanan Bulungan
- Kesultanan Kutai Kartanegara
- Kesultanan Paser
- Kesultanan Pontianak
- Kesultanan Sambas
- Sumatera
- Kesultanan Deli (Sultan Deli)
- Kesultanan Langkat (Sultan Langkat)
- Kesultanan Lingga
- Kesultanan Pelalawan
- Kesultanan Siak (Sultan Siak)
- Kesultanan Serdang (Sultan Serdang)
Gelar kepala negara di dunia
Kepala negara mempunyai gelar berbeda di negara yang berbeda sesuai dengan bentuk negara tersebut.
Monarki
- Raja, Ratu (Arab Saudi, Eswatini, Thailand, Britania Raya, Maroko, Spanyol)
- Emir (Kuwait, Qatar)
- Kaisar (Jepang)
- Pangeran (Monako)
- Haryapatih (Luksemburg)
- Sultan (Brunei, Oman)
- Yang di Pertuan-agong (Malaysia)
- Paus (Vatikan)
Lihat pula
Pranala luar
- (Inggris) Sistem Monarki Malaysia