Observatorium Bosscha

Observatorium di Bandung Barat, Jawa Barat, Indonesia

Observatorium Bosscha adalah observatorium astronomi tertua Indonesia yang terletak di Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Observatorium Bosscha mengoperasikan sekitar 12 teleskop termasuk tiga buah teleskop radio dengan Teleskop Refraktor Ganda Zeiss 0.6 meter sebagai teleskop terbesar yang dipasang di kubah.[1][2] Kode observatorium Persatuan Astronomi Internasional (IAU) untuk Observatorium Bosscha adalah 299.[3]

Observatorium Bosscha
Observatorium Bosscha pada 2010
Nama alternatif299 BOS Sunting ini di Wikidata
OrganisasiInstitut Teknologi Bandung
Kode observatorium 299 Sunting ini di Wikidata
LokasiLembang, Bandung Barat, Jawa Barat, Indonesia
Koordinat6°49′28″S 107°36′56″E / 6.82444°S 107.61556°E / -6.82444; 107.61556
Ketinggian1.310 m (4.296 kaki)
CuacaTropis
Didirikan1923
Situs webbosscha.itb.ac.id
Teleskop
Teleskop Refraktor Ganda ZeissRefraktor Ganda 600 mm
Teleskop Schmidt Bima SaktiKamera Schmidt 711,2 mm
Teleskop Refraktor BambergRefraktor 370 mm
Teleskop Cassegrain GOTOCassegrain
Teleskop Refraktor UnitronRefraktor
Observatorium Bosscha di Indonesia
Observatorium Bosscha
Location of Observatorium Bosscha
Commons page Media terkait dari Wikimedia Commons

Awalnya dibangun pada 1923 oleh Perhimpunan Bintang Hindia Belanda (NISV) dengan dukungan dana dari Karel Albert Rudolf Bosscha, seorang pengusaha perkebunan teh di Malabar, kepemilikan observatorium ini kemudian dipindahkan ke Pemerintah Indonesia pda 1951 dan saat ini sepenuhnya dikelola oleh Institut Teknologi Bandung (ITB).[4][5]

Pada 2004, Observatorium Bosscha ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya berdasarkan UU No. 5 Tahun 1992 oleh Pemerintah Indonesia. Pada 2008, Pemerintah menetapkan Observatorium Bosscha sebagai salah satu Objek Vital Nasional.[6] Selanjutnya, Observatorium Bosscha ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya tingkat Nasional pada 2017[7] dan peringkat Kabupaten pada 2021.[8][9] Meskipun demikian, operasional Observatorium Bosscha terancam tutup karena adanya polusi cahaya dari aktivitas permukiman di Lembang dalam beberapa dekade terakhir yang membuat Observatorium Bosscha tidak bisa melihat langit malam seperti dulu.[4]

Sejarah

Latar belakang

 
Karel Albert Rudolf Bosscha, pendana utama observatorium

Pada awal abad ke-20, para astronom mulai menyadari bahwa Matahari dan bintang-bintang lainnya berada dalam suatu grup yang disatukan oleh gravitasi membentuk suatu sistem yang bernama galaksi. Ketika galaksi mulai menjadi objek penelitian baru astronomi, muncul dorongan untuk merencanakan pengamatan dan membangun teleskop di belahan Bumi selatan karena penelitian astronomi saat itu banyak dilakukan di belahan Bumi utara seperti Amerika Utara dan Eropa, yang demikian pengamatannya terfokus pada langit belahan utara dan praktis membuat penelitian pada langit belahan selatan minim dilakukan. Keinginan juga didorong dengan munculnya para astronom teoris yang membutuhkan data secara lebih menyeluruh, lebih dari di belahan Bumi utara, untuk merumuskan teori.[10]

Ide untuk membangun sebuah observatorium di Hindia Belanda dikemukakan oleh Joan Voûte, astronom Hindia Belanda kelahiran Madiun. Ia memandang bahwa penelitian astronomi terhambat karena kurangnya jumlah observatorium dan pengamat di belahan Bumi selatan. Pada awalnya, Voûte meneliti di Observatorium Kerajaan, Afrika Selatan untuk mendorong penelitian astronomi di belahan selatan, tetapi kurangnya dukungan pemerintah setempat membuat Voûte kembali ke Hindia Belanda. Voûte berusaha mempengaruhi beberapa astronom di Belanda untuk membangun observatorium di Hindia Belanda. Persahabatan antara Voûte dengan pengusaha kaya Karel Albert Rudolf Bosscha dan Rudolf Albert Kerkhoven (sepupu Bosscha) semakin memperkuat dukungan terhadap pembangunan observatorium.[10]

Pendanaan dan pendirian

 
Foto udara Observatorium Bosscha sekitar tahun 1930.

Bosscha mengumpulkan pengusaha dan orang-orang terpelajar untuk membentuk Perhimpunan Bintang Hindia Belanda (Nederlandsch Indische Sterrenkundige Vereenigning, disingkat NISV) yang bertujuan untuk menyalurkan uang bagi pembangunan observatorium di Hindia Belanda. Pada 1928, diperkirakan bahwa NISV mampu menyumbangkan 1 juta gulden untuk dana pendirian dan operasional harian observatorium. Pengusaha sapi perah Keluarga Ursone dan Baroe Adjak menyumbangkan sebidang tanah di Lembang kepada NISV.[10]

Bosscha dan Voûte kemudian memberikan mandat kepada Observatorium Leiden untuk mengawasi pembelian instrumen untuk observatorium. Bosscha meminta saran kepada direktur Observatorium Leiden, Ejnar Hertzsprung, mengenai pengadaan teleskop dan juga mengenai sistem pikul teleskop. Bosscha berharap untuk dapat memanfaatkan jatuhnya nilai tukar Mark Jerman pasca Perang Dunia I agar dapat memperoleh teleskop Jerman berkualitas baik dengan harga murah. Pada awal 1921, Bosscha memesan sebuah teleskop dengan diameter 0.6 meter dan panjang fokus 10 meter dari perusahaan optik ternama Jerman, Carl Zeiss Jena. Sebagai penghargaan atas jasanya dalam pembangunan observatorium ini, nama Bosscha diabadikan sebagai nama observatorium ini.[10]

Pembangunan Observatorium Bosscha dimulai pada 1923. Pada 1925, pengamatan sudah dimulai dengan instrumen yang ada. Carl Zeiss membutuhkan waktu tujuh tahun untuk membuat dan mengantarkan teleskop 0.6 meter, yang tiba pada tahun 1928. Voûte bersusah payah untuk mengkalibrasi teleskop besar tersebut selama dua tahun berikutnya hingga ia puas dengan kinerjanya. Sejak 1923, Voûte mulai mengundang astronom-astronom Belanda untuk bekerja di observatoriumnya.

Perang Dunia II dan Kemerdekaan Indonesia

Pada 1942, di tengah Perang Dunia II, Kekaisaran Jepang menyerbu dan menduduki Hindia Belanda. Pendudukan Jepang dengan cepat menggantikan pegawai pemerintahan kolonial dengan pejabat berkebangsaan Jepang atau Indonesia. Observatorium Bosscha kemudian dipimpin oleh Masashi Miyadi, seorang kapten muda Angkatan Bersenjata Kekaisaran Jepang yang kemudian menjadi direktur Observatorium Astronomi Tokyo. Direktur sebelumnya, Aernout de Sitter ditahan di kamp konsentrasi Jepang dan meninggal dua tahun kemudian. Miyadi mengakui kerja Voûte di observatorium dan membolehkan dia untuk membantu mengelola observatorium dan bahkan melanjutkan penelitian terhadap bintang biner.[10] Dukungan kepada bidang astronomi dan biologi di Hindia Belanda mengacu pada ideologi politik Kekaisaran Jepang, yaitu Asia Raya. Ideologi ini bercita-cita menciptakan modernitas Asia dengan gaya Jepang sebagai tandingan dari modernitas Barat.[11] Ketika perang berakhir, Miyadi secara resmi menyerahkan observatorium ke Voûte.[12] Namun, setelah Indonesia menyatakan kemerdekaannya, penduduk sekitar mengusir Voûte dari observatorium.[10]

Karena kondisi observatorium yang rusak setelah perang, Dr. Chris H. Hins, direktur selanjutnya, dikirim ke Indonesia oleh Belanda pada 1946 untuk memulihkan observatorium. Dia menemukan bahwa kondisinya seperti hutan dan membutuhkan waktu 3 tahun bagi dia agar dapat berfungsi kembali seperti semula. Pada 1949, Hins digantikan oleh Gale Bruno van Albada.[12]

Sejak Indonesai merdeka, NISV tidak memiliki dana yang cukup untuk terus mengelola observatorium. Sebuah kesepakatan diadakan pada 1948 antara NISV dengan Dekan Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam Universitas Indonesia Bandung, Th. M. Leeman untuk memindahkan kepemilikan observatorium. Pada 17 Oktober 1951, NISV menyerahkan observatorium ini kepada Pemerintah Indonesia dan Observatorium Bosscha resmi menjadi bagian dari Universitas Indonesia Bandung. Setelah Institut Teknologi Bandung (ITB) berdiri pada 1959, Observatorium Bosscha kemudian menjadi bagian dari ITB. Sejak saat itu, Bosscha difungsikan sebagai lembaga penelitian dan pendidikan formal Astronomi di Indonesia.[12]

Fasilitas

Teleskop Refraktor Ganda Zeiss

Teleskop Refraktor Ganda Zeiss yang terpasang di kubah Observatorium Bosscha

Teleskop ini merupakan jenis refraktor (menggunakan lensa) dan terdiri dari 2 teleskop utama dan 1 teleskop pencari (finder). Diameter teleskop utama adalah 60 cm dengan panjang fokus hampir 11 m, dan teleskop pencari berdiameter 40 cm. Instrumen utama ini telah digunakan untuk berbagai penelitian astronomi, antara lain untuk pengamatan astrometri, khususnya untuk memperoleh orbit bintang ganda visual. Selain itu, teleskop ini juga digunakan untuk pengamatan gerak diri bintang dalam gugus bintang, pengukuran paralak bintang guna penentuan jarak bintang. Pencitraan dengan CCD juga digunakan untuk mengamati komet dan planet-planet, misalnya Mars, Jupiter, dan Saturnus. Dengan menggunakan spektrograf BCS (Bosscha Compact Spectrograph), teleskop ini secara kontinu melakukan pengamatan spektrum bintang-bintang Be.[13]

Teleskop Schmidt Bima Sakti

Teleskop Schmidt Bima Sakti mempunyai sistem optik Schmidt sehingga sering disebut Kamera Schmidt. Teropong ini mempunyai diameter lensa koreksi 51 cm, diameter cermin 71 cm, dan panjang fokus 127 cm. Teleskop ini biasa digunakan untuk mempelajari struktur galaksi Bima Sakti, mempelajari spektrum bintang, mengamati asteroid, supernova, Nova untuk ditentukan terang dan komposisi kimiawinya, dan untuk memotret objek langit. Diameter lensa 71,12 cm. Diameter lensa koreksi biconcaf-biconfex 50 cm. Titik api/fokus 2,5 meter. Juga dilengkapi dengan prisma pembias dengan sudut prima 6,10, untuk memperoleh spektrum bintang. Dispersi prisma ini pada H-gamma 312A tiap malam. Alat bantu extra-telescope adalah Wedge Sensitometer, untuk menera kehitaman skala terang bintang, dan alat perekam film.[14]

Teleskop Refraktor Bamberg

Teropong Bamberg juga termasuk jenis refraktor yang ada di Observatorium Bosscha, dengan diameter lensa 37 cm dan panjang fokus 7 m. Teropong ini berada pada sebuah gedung beratap setengah silinder dengan atap geser yang dapat bergerak maju-mundur untuk membuka atau menutup. Karena konstruksi bangunan, jangkauan teleskop ini hanya terbatas untuk pengamatan benda langit dengan jarak zenit 60 derajat, atau untuk benda langit yang lebih tinggi dari 30 derajat dan azimut dalam sektor Timur-Selatan-Barat. Untuk objek langit yang berada di langit utara atau azimut sektor Timur-Utara-Barat praktis tak dapat dijangkau oleh teleskop ini. Teleskop ini selesai diinstalasi awal tahun 1929 dan digerakkan dengan sistem bandul gravitasi, yang secara otomatis mengatur kecepatan teleskop bergerak ke arah barat mengikuti bintang yang ada di medan teleskop sesuai dengan kecepatan rotasi bumi. Teleskop ini juga telah dilengkapi dengan detektor modern, menggunakan kamera CCD.[15] Teleskop ini biasa digunakan untuk menera terang bintang, menentukan skala jarak, mengukur fotometri gerhana bintang, mengamati citra kawah bulan, pengamatan matahari, dan untuk mengamati benda langit lainnya. Dilengkapi dengan fotoelektrik-fotometer untuk mendapatkan skala terang bintang dari intensitas cahaya listrik yang di timbulkan. Diameter lensa 37 cm. Titik api atau fokus 7 meter.

Teleskop Cassegrain GOTO

Teleskop Goto berjenis reflektor Cassegrain dengan diameter cermin utama 45 cm. Cermin utama yang berbentuk parabola memiliki panjang fokus 1,8 m dan cermin sekunder yang berbentuk hiperbola memiliki panjang fokus 5,4 m. Teleskop ini merupakan bantuan dari kementrian luar negeri Jepang melalui program ODA (Overseas Development Agency), Ministry of Foreign Affairs, pada tahun 1989.[16] Dengan teleskop ini, objek dapat langsung diamati dengan memasukkan data posisi objek tersebut. Kemudian data hasil pengamatan akan dimasukkan ke media penyimpanan data secara langsung. Teropong ini juga dapat digunakan untuk mengukur kuat cahaya bintang serta pengamatan spektrum bintang. Dilengakapi dengan spektograf dan fotoelektrik-fotometer

Teleskop Refraktor Unitron

Teleskop Unitron adalah teropong refraktor dengan lensa objektif berdiameter 102 mm dan panjang fokus 1500 mm. Teropong ini diinstalasi pada mounting Zeiss yang masih asli dengan sistem penggerak bandul gravitasi, sama seperti pada teropong Bamberg. Dari segi ukuran, teropong ini baik untuk pengamatan matahari maupun bulan, dan banyak digunakan untuk praktikum mahasiswa. Dengan ukuran yang kecil dan ringan, teropong ini mudah dibawa dan telah beberapa kali digunakan dalam ekspedisi pengamatan gerhana matahari total, misalnya tahun 1983 di Cepu, Jawa Tengah, dan tahun 1995 di Sangihe Talaud, Sulawesi Utara.[17] Teleskop ini biasa digunakan untuk melakukan pengamatan hilal, pengamatan gerhana bulan dan gerhana matahari, dan pemotretan bintik matahari serta pengamatan benda-benda langit lain. Dengan Diameter lensa 13 cm, dan fokus 87 cm

Teleskop Surya

Teleskop ini merupakan teleskop Matahari yang terdiri dari 3 buah telekop Coronado dengan 3 filter yang berbeda, serta sebuah teleskop proyeksi citra Matahari yang sepenuhnya dibuat sendiri. Fasilitas ini merupakan sumbangan dari Kementerian Pendidikan, Sains, dan Kebudayaan, Negeri Belanda, Leids Kerkhoven-Bosscha Fonds, Departemen Pendidikan Nasional, serta Kementerian Negara Riset dan Teknologi.[18]

Teleskop radio 2,3m

 
Teleskop radio 2,3 m

Teleskop radio Bosscha 2,3m adalah adalah instrumen radio jenis SRT (Small Radio Telescope) yang didesain oleh Observatorium MIT-Haystack dan dibuat oleh Cassi Corporation. Teleskop ini bekerja pada panjang gelombang 21 cm atau dalam rentang frekuensi 1400-1440 MHz. Dalam rentang frekluensi tersebut terdapat transisi garis hidrogen netral, sehingga teleskop ini sangat sesuai untuk pengamatan hidrogen netral, misalnya dalam galaksi kita, Bima Sakti. Selain itu, teleskop ini dapat digunakan untuk mengamati objek-objek jauh seperti ekstragalaksi dan kuasar. Matahari juga merupakan objek yang menarik untuk ditelaah dalam panjang gelombang radio ini. Objek eksotik, seperti pulsar, juga akan menjadi taget pengamatan dengan teleskop radio ini.[19]

Kepala

Beberapa nama berikut pernah menjabat sebagai direktur/kepala:

  1. 1923 - 1940: Dr. Joan Voûte
  2. 1940 - 1942: Dr. Aernout de Sitter
  3. 1942 - 1946: Prof. Dr. Masashi Miyaji
  4. 1946 - 1949: Prof. Dr. J. Hins
  5. 1949 - 1958: Prof. Dr. Gale Bruno van Albada
  6. 1958 - 1959: Prof. Dr. O. P. Hok dan Santoso Nitisastro (pejabat sementara)
  7. 1959 - 1968: Prof. Dr. The Pik Sin
  8. 1968 - 1999: Prof. Dr. Bambang Hidayat
  9. 1999 - 2004: Dr. Moedji Raharto
  10. 2004 - 2006: Dr. Dhani Herdiwijaya
  11. 2006 - 2010: Dr. Taufiq Hidayat
  12. 2010 - 2012: Dr. Hakim Luthfi Malasan
  13. 2012 - 2018: Dr. Mahasena Putra
  14. 2018 - sekarang: Dr. Premana Premadi, Ph.D[20]

Kendala yang dihadapi Observatorium Bosscha

Saat ini, kondisi di sekitar Observatorium Bosscha dianggap tidak layak untuk mengadakan pengamatan. Hal ini diakibatkan oleh perkembangan pemukiman di daerah Lembang dan kawasan Bandung Utara yang tumbuh laju pesat sehingga banyak daerah atau kawasan yang dahulunya rimbun ataupun berupa hutan-hutan kecil dan area pepohonan tertutup menjadi area pemukiman, vila ataupun daerah pertanian yang bersifat komersial besar-besaran. Akibatnya banyak intensitas cahaya dari kawasan pemukiman yang menyebabkan terganggunya penelitian atau kegiatan peneropongan yang seharusnya membutuhkan intensitas cahaya lingkungan yang minimal. Sementara itu, kurang tegasnya dinas-dinas terkait seperti pertanahan, agraria dan pemukiman dikatakan cukup memberikan andil dalam hal ini. Dengan demikian observatorium yang pernah dikatakan sebagai observatorium satu-satunya di kawasan khatulistiwa ini menjadi terancam keberadaannya.[butuh rujukan]

Rencana penambahan observatorium di Indonesia

Polusi cahaya yang semakin mengganggu akibat dari pemukiman penduduk dan pusat bisnis di sekitar Lembang, Bandung melatarbelakangi rencana penambahan observatorium baru yang jauh dari polusi cahaya di Indonesia, sehingga dapat mengompensasi kendala di Observatorium Bosscha. Tim riset astronomi Institut Teknologi Bandung memilih Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur. Alasan dipilihnya Kupang sebagai tempat observatorium yang baru adalah langit malam di sana jauh lebih gelap dibandingkan di Lembang sebagaimana dijelaskan oleh Kepala Observatorium Bosscha saat itu, Dr. Mahesana Putra (2012 - 2018).[21] Dengan rencana pemindahan ini juga diharapkan untuk lebih memajukan lagi bidang antariksa di Indonesia.

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ "Instrumen". Observatorium Bosscha ITB. Diakses tanggal 23 April 2022. 
  2. ^ Damaledo, Yandri Daniel (8 Juli 2019). "Wisata Bandung: Observatorium Bosscha Wisata Edukasi Astronomi". Tirto.id. Diakses tanggal 23 April 2022. 
  3. ^ "List Of Observatory Codes". Minor Planet Center. Diakses tanggal 23 April 2022. 
  4. ^ a b Pusat Data dan Analisa Tempo (2020). Jejak Bosscha di Papandayan. TEMPO Publishing. ISBN 978-623-262-378-1. 
  5. ^ "Sejarah dan Profil". Observatorium Bosscha ITB. Diakses tanggal 23 April 2022. 
  6. ^ "Observatorium Bosscha Ditetapkan Sebagai Cagar Budaya Nasional". FMIPA ITB. 8 Oktober 2018. Diakses tanggal 23 April 2022. 
  7. ^ "Sejarah dan Profil". Observatorium Bosscha ITB. Diakses tanggal 23 April 2022. 
  8. ^ Pradana, Whisnu (16 Februari 2022). "Observatorium Bosscha-Gua Pawon Ditetapkan Jadi Cagar Budaya". Detik Jabar. Diakses tanggal 23 April 2022. 
  9. ^ Haryanto, Adi (15 April 2022). "Pemda KBB Tetapkan Observatorium Bosscha sebagai Bangunan Cagar Budaya". iNews. Diakses tanggal 23 April 2022. 
  10. ^ a b c d e f Astraatmadja, Tri Laksamana (17 Oktober 2011). "Permulaan Tradisi Independen Astronomi: Sejarah Observatorium Bosscha". Langit Selatan. Diakses tanggal 23 April 2022. 
  11. ^ Gross, Andrew. Kegagalan ilmuan Hindia Belanda. Komunitas Bambu. ISBN 978-602-9402-32-2. OCLC 1027945445. 
  12. ^ a b c Hidayat, Bambang (2000). "Under a tropical sky: a history of astronomy in Indonesia" (PDF). Journal of Astronomical History and Heritage. 3 (1): 53–57. 
  13. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-04-05. Diakses tanggal 2012-08-01. 
  14. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-12-01. Diakses tanggal 2012-08-01. 
  15. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-04-05. Diakses tanggal 2012-08-01. 
  16. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-04-05. Diakses tanggal 2012-08-01. 
  17. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-04-05. Diakses tanggal 2012-08-01. 
  18. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-04-05. Diakses tanggal 2012-08-01. 
  19. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-12-03. Diakses tanggal 2012-08-01. 
  20. ^ Bosscha, Observatorium. "Sejarah dan Perkembangan Terkini". Observatorium Bosscha. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-09-28. Diakses tanggal 2020-06-05. 
  21. ^ Polusi Cahaya Parah, Observatorium Bosscha akan Pindah ke NTT, di voaindonesia.com tanggal 30 April 2015

Daftar pustaka

  • Sekilas Observatorium Bosscha ITB, Diterbitkan oleh Observatorium Bosscha Institute Teknologi Bandung, 1996.

Pranala luar