Islam di Kalimantan Selatan
Islam adalah agama mayoritas dan cukup membudaya di Kalimantan Selatan. Menurut Kementerian Dalam Negeri (Juni 2021), terdapat 3.980.000 Muslim disana, membentuk 97.02% dari total provinsi.[1]
Sejarah
Jalur pertama yang membawa Islam masuk ke Kalimantam adalah jalur Malaka yang dikenal sebagai Kerajaan Islam setelah Perlak dan Pasai. Jatuhnya Malaka ke tangan penjajah Portugis membuat dakwah semakin menyebar. Para da'i dan komunitas Islam kebanyakan mendiami pesisir Barat Kalimantan.
Jalur lain yang digunakan menyebarkan dakwah Islam adalah para da'i yang dikirim dari Pulau Jawa. Ekspedisi dakwah ke Kalimantan ini menemui puncaknya saat Kerajaan Demak berdiri. Demak mengirimkan banyak mubaligh ke negeri ini. Perjalanan dakwah pula yang akhirnya melahirkan Kerajaan Islam Banjar dengan ulama-ulamanya yang besar, salah satunya adalah Syekh Muhammad Arsyad al Banjari.
Di Kalimantan Selatan terutama sejak abad ke-14 sampai awal abad ke-16 yakni sebelum terbentuknya Kerajaan Banjar yang berorientasikan Islam, telah terjadi proses pembentukan negara dalam dua fase. Fase pertama yang disebut Negara Suku yang diwakili oleh Negara Nan Sarunai milik orang Maanyan. Fase kedua adalah negara awal yang diwakili oleh Negara Dipa dan Negara Daha.
Terbentuknya Negara Dipa dan Negara Daha menandai zaman klasik di Kalimantan Selatan. Negara Daha tersingkir seiring dengan terjadinya pergolakan istana, sementara lslam mulai masuk dan berkembang disamping kepercayaan lama. Zaman Baru ditandai dengan lenyapnya Kerajaan Negara Daha beralih ke periode negara kerajaan dengan lahirnya kerajaan baru, yaitu Kerajaan Banjar pada tahun 1526 yang menjadikan Islam sebagai dasar dan agama resmi kerajaan.
Zaman keemasan Kerajaan Banjar terjadi pada abad ke-17 hingga abad ke-18. Pada masa itu terjadi puncak perkembangan Islam di Kalimantan Selatan sebagaimana ditandai oleh lahirnya Ulama-ulama Banjar yang terkenal dan hasil karya tulisnya menjadi bahan bacaan dan rujukan di berbagai negara, antara lain Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari. Berbeda dengan Muhammad Arsyad yang menjadi perintis pusat pendidikan Islam, Muhammad Nafis mempekerjakan dirinya dalam usaha penyebarluasan Islam di wilayah pedalaman Kalimantan. Dia memerankan dirinya sebagai ulama sufi kelana yang khas, keluar-masuk hutan menyebarkan ajaran Islam dan memainkan peranan penting dalam mengembangkan Islam di Kalimantan.
Islam masuk Kalimantan Selatan lebih belakangan ketimbang misalnya Sumatera Utara dan Aceh. Seperti diungkapkan ahli sejarah, diperkirakan pada awal abad ke-16 sudah ada sejumlah muslim di sini, tetapi Islam baru mencapai momentumnya setelah pasukan Kesultanan Demak datang ke Banjarmasin untuk membantu Pangeran Samudra dalam perjuangannya melawan kalangan elite di Kerajaan Daha. Setelah kemenangannya, Pangeran Samudra beralih memeluk Islam pada sekitar tahun 936-1526, dan diangkat sebagai sultan pertama di Kesultanan Banjar. Dia diberi gelar Sultan Suriansyah atau Surian Allah oleh seorang da’i Arab. Dengan berdirinya Kesultanan Banjar, otomatis Islam dianggap sebagai agama resmi negara.
Tetapi, Muslim hanya merupakan kelompok minoritas di kalangan penduduk. Para pemeluk Islam, umumnya hanya terbatas pada suku Melayu. Islam hanya mampu masuk secara sangat perlahan di kalangan suku Dayak. Bahkan di kalangan kaum Muslim Melayu, kepatuhan kepada ajaran Islam dikatakan minim dan tidak lebih dari sekadar pengucapan dua kalimah syahadat. Di bawah para sultan yang turun-temurun hingga masa Muhammad Arsyad dan Muhammad Nafis, tidak ada upaya yang serius dari kalangan istana untuk menyebarluaskan Islam secara intensif di kalangan penduduk Kalimantan. Karena itu, tidak berlebih jika Muhammad Nafis dan terlebih Muhammad Arsyad Al-Banjari merupakan tokoh penting dalam proses Islamisasi lebih lanjut di Kalimantan. Dua orang ini pula yang memperkenalkan gagasan keagamaan baru di Kalimantan Selatan. Pengembangan Islam di Kutai dilakukan oleh dua orang muslim dari Makassar yang bernama Tuan di Bandang dan Tuan Tunggang Parangan, dengan cepat Islam berkembang di Kutai, termasuk raja mahkota yang memeluk Islam. Kemudian pengembangan Islam dilanjutkan ke daerah-daerah pedalaman pada pemerintahan Aji di Langgar. Pada tahun 1550, di Sukadana telah berdiri kerajaan Islam. Ini berarti jauh sebelum tahun itu, rakyat telah memeluk agama Islam, Adapun yang mengislamkan daerah Sukadana adalah orang Arab yang datang dari Sriwijaya. Di Sukadana, Sultan yang masuk Islam adalah Panembahan Giri Kusuma pada tahun 1591 dan Sultan Hammad Saifuddin pada tahun 1677.
Ketika perebutan kekuasaan pada Kerajaan Negara Daha di Kalimantan Selatan, Raja Samudera merasa ia lebih berhak menjadi raja dari Pangeran Tumenggung. Akhirnya timbul pertentangan dan perang saudara. Samudera meminta bantuan dari kerajaan Islam Demak dan ia menang dan dapat berkuasa memegang puccuk pimpinan kerajaan di Daha yang ada di Banjarmasin pada tahun 1550. Samudera memeluk agama Islam dan bergelar Suryanullah. Dengan Islamnya raja Suryanullah, maka rakyat banyak yang memeluk Islam. Daerah-daerah lain banyak yang menyatakan masuk Islam.[2]S
Demografi
Distribusi geografi
Tabel ini menyajikan populasi Muslim per kota/kabupaten di Kalimantan Selatan.[3]
Kota/kabupaten | Muslim | % |
---|---|---|
Tanah Laut | 290.060 | 97.88% |
Kotabaru | 267.873 | 92.32% |
Banjar | 501.015 | 98.85% |
Barito Kuala | 272.226 | 98.58% |
Tapin | 165.364 | 98.50% |
Hulu Sungai Selatan | 208.365 | 98.06% |
Hulu Sungai Tengah | 234.710 | 96.41% |
Hulu Sungai Utara | 208.890 | 99.83% |
Tabalong | 209.129 | 95.66% |
Tanah Bumbu | 255.153 | 95.23% |
Balangan | 106.040 | 94.32% |
Kota Banjarmasin | 597.556 | 95.54% |
Kota Banjarbaru | 189.465 | 94.91% |
TOTAL | 3.505.846 | 96.67% |
Referensi
- ^ "Sebagian Besar Penduduk Kalimantan Selatan Beragama Islam pada Juni 2021 | Databoks". databoks.katadata.co.id. Diakses tanggal 2022-05-01.
- ^ "Sejarah Islam di Pulau Kalimantan". Kota Islam (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-05-01.
- ^ [1]