Walmart

perusahaan asal Amerika Serikat

Walmart Inc. (NYSEWMT), dipasarkan dengan nama Walmart, adalah perusahaan Amerika Serikat yang mengelola jaringan toserba. Menurut Fortune Global 500 2008, Wal-Mart adalah perusahaan terbuka terbesar di dunia berdasarkan pendapatan. Didirikan oleh Sam Walton pada tahun 1962, Wal-Mart mulai mencatatkan sahamnya di Bursa Saham New York pada tahun 1972.

Wal-Mart Stores, Inc.
Perusahaan Terbuka (Tbk)
Kode emitenNYSEWMT
Dow Jones Industrial Average Component
S&P 500 Component
IndustriRitel
Didirikan1962 (1962)
PendiriSam Walton
Kantor
pusat
Bentonville, Arkansas, A.S.
36°21′51″N 094°12′59″W / 36.36417°N 94.21639°W / 36.36417; -94.21639
Cabang
8.970 (2011)
Wilayah operasi
150 negara
Tokoh
kunci
S. Robson Walton, Ketua
Mike Duke, Presiden/CEO
ProdukPerlengkapan, cash & carry/klub gudang, toko serba ada diskon, toko diskon, hipermarket/supercenter/supertoko, supermarket
PendapatanKenaikan US$ 446.950 miliar (2012)[1]
Kenaikan US$ 026,558 miliar (2012)[1]
Penurunan US$ 015,699 miliar (2012)[1]
Total asetKenaikan US$ 193,406 miliar (2012)[1]
Total ekuitasKenaikan US$ 071,315 miliar (2012)[1]
PemilikWalton
Karyawan
2.2 million (2012)[1]
DivisiWalmart Canada
Anak
usaha
Asda, Sam's Club, Seiyu Group, Walmex
Situs webWal-Mart Stores.com
Walmart.com
Catatan kaki / referensi
[2][3][4]

Wal-Mart beroperasi di Argentina, Brasil, Britania Raya (dengan nama ASDA), Jepang (dengan nama Seiyu), Kanada, Meksiko (dengan nama Walmex), Puerto Riko, dan RRC. Wal-Mart pernah beroperasi di Jerman namun akhirnya tutup pada tahun 2006 karena merugi, dan di Indonesia dalam waktu pendek (1996-1998) dengan membuka toko di Supermal Karawaci dan Pluit Village.

Wal-Mart telah dikritik oleh beberapa kelompok masyarakat, kelompok hak kewanitaan, dan persatuan buruh, khususnya mengenai banyaknya produk-produk yang disumber dari luar negeri, rendahnya tingkat pendaftaran asuransi kesehatan karyawan, penentangan terhadap perwakilan buruh, serta dugaan diskriminasi kelamin.

Wal-Mart di Indonesia

Wal-Mart merupakan salah satu pelopor bisnis hipermarket di Indonesia (operator kedua), selain Mega-M milik PT Matahari Putra Prima Tbk. Kehadirannya bermula ketika kelompok Lippo menggandeng Wal-Mart AS sebagai partner untuk membangun bisnis hipermarket di Indonesia, pada Agustus 1995.[5] Awalnya, Lippo sempat berusaha menggandeng Kmart, namun gagal karena Kmart tidak menyanggupi keinginan Lippo untuk membangun 5 gerai hipermarket secara cepat. Beberapa orang menganggap, mulusnya perjanjian itu dipengaruhi kedekatan James Riady dengan Bill Clinton (Presiden AS saat itu) yang memang seperti Wal-Mart berasal dari Arkansas.[6] Bisnis yang ditangani oleh anak usaha PT Multipolar Tbk, PT Multipolar Perkasa ini berencana untuk membangun 5 gerai di Jabotabek dan Surabaya, seperti di Lippo Karawaci, Pondok Indah Mall, dan Mal Kelapa Gading, dengan gerai pertama dibuka di Karawaci pada Februari 1996 dan menggunakan modal US$ 100 juta.[7] Rencananya, PT Multipolar Perkasa sebagai pemegang lisensi akan dibantu Wal-Mart AS dalam penyediaan tenaga ahli dan manajemen. Pihak Multipolar mengklaim, kerjasama ini bisa membantu produsen Indonesia mengembangkan peluang di luar negeri.[8][9] Pada 15 Agustus 1996, gerai Wal-Mart di Indonesia pun dibuka untuk umum di Lippo Supermal Karawaci[10] seluas 16.486 meter persegi dalam 3 lantai (bernama Wal-Mart Supercenter).[11] Tidak lama setelah itu, Wal-Mart juga membuka gerai keduanya di Mega Mal Pluit, seluas 17.000 m2.[12][9]

Akan tetapi, tidak lama kemudian, hubungan Wal-Mart dan Lippo pun memburuk, terutama setelah Lippo mengakuisisi induk Mega-M, PT Matahari Putra Prima pada Maret 1997. Lippo dianggap jauh lebih fokus pada Matahari dan Mega-M dibanding Wal-Mart yang seharusnya keduanya bersaing.[13] Selain itu, dengan akuisisi Matahari Putra Prima sebagai pengelola Mega-M, Wal-Mart khawatir rivalnya itu akan mengetahui rahasia bisnisnya, yang berarti hal tersebut telah melanggar kesepakatan mereka di awal.[14] Persengketaan keduanya pun memanas, dengan pada Februari 1998, Multipolar menggugat Wal-Mart senilai US$ 98,8 juta dengan alasan manajemen Wal-Mart tidak berkompetensi, seperti memanipulasi inventaris, anggaran, kemudian membuat tagihan dan klaim palsu, dan pegawainya dari AS telah menyelewengkan anggaran perusahaan.[5][9] Wal-Mart juga dituduh melanggar kesepakatan keduanya dan mengganggu keuangan Multipolar.[15] Sebaliknya, Wal-Mart menuduh Multipolar (Lippo) telah menunggak biaya lisensi Wal-Mart di Indonesia.[14] Memang, tidak bisa dipungkiri karena dua gerai Mega-M berada di tempat yang sama di gerai Wal-Mart, maka persaingan kedua gerai hipermarket tersebut menjadi panas dan terjadi perang harga. Bahkan, demi mengalahkan Mega-M, Wal-Mart dikabarkan pernah menurunkan harga hampir 3 kali demi bersaing dengannya.[16][9]

Pada Mei 1998, salah satu gerai Wal-Mart dibakar dan dijarah perusuh dalam kerusuhan Mei 1998, tepatnya di Lippo Supermal. Ditambah adanya sengketa antara Lippo dan Wal-Mart dan menurunnya penjualan dalam krisis ekonomi yang melanda Indonesia saat itu, hipermarket yang saat itu hanya memiliki 2 cabang di Lippo Supermal Karawaci dan Mega Mal Pluit[17] ini akhirnya ditutup dan berarti angkat kaki dari Indonesia. Bahkan tetap ada masalah lagi setelah Wal-Mart ditutup, dimana pada 5 Juni 1998, karyawan dari dua gerai Wal-Mart berunjuk rasa terkait kejelasan status mereka sebagai karyawan, karena mereka terus-menerus menganggur tanpa kejelasan setelah dua gerainya ditutup.[9][14] Tidak lama kemudian, Lippo (lewat anak usahanya, PT Matahari Putra Prima) juga menutup rival Wal-Mart, Mega-M, meskipun akhirnya sejak 2004 (dan sampai saat ini) kembali memulai bisnis hipermarketnya, yang dikenal dengan nama Hypermart. Hypermart sempat dirumorkan akan diakuisisi oleh Wal-Mart pada 2010, namun ditolak manajemen PT Matahari Putra Prima Tbk.[18][19] Selain itu, rumor "kembalinya" Wal-Mart juga sempat muncul pada akhir 2011, namun ditunda karena pemulihan pasa krisis ekonomi 2008.[20]

Lihat pula

Televisi dan film

Lain-lain

Referensi

Bacaan lanjutan

  • Charles Fishman. The Wal-Mart Effect: How the World's Most Powerful Company Really Works—and How It's Transforming the American Economy (2006).ISBN 978-1-59420-076-2.
  • Paul Ingram, Lori Qingyuan Yue, and Hayagreeva Rao. "Trouble in Store: Probes, Protests, and Store Openings by Wal‐Mart, 1998–2007," American Journal of Sociology July 2010, Vol. 116, No. 1: pp 53–92. DOI:10.1086/653596.
  • Nelson Lichtenstein. The Retail Revolution: How Wal-Mart Created a Brave New World of Business (2009). ISBN 978-0-8050-7966-1.
  • Sandra Stringer Vance and Roy V. Scott. Wal-Mart: A History of Sam Walton's Retail Phenomenon (Twayne's Evolution of Modern Business Series) (1997), academic study. ISBN 978-0-8057-9832-6.

Pranala luar