Kerajaan Salakanagara
Sumber referensi dari artikel ini belum dipastikan dan mungkin isinya tidak benar. |
Kerajaan Salakanagara merupakan kerajaan mitos yang diceritakan di Naskah Wangsakerta.[1] Salakanagara diyakini sebagai cikal bakal suku Sunda, hal ini dikarenakan peradaban Salakanagara dianggap memiliki kesamaan dengan wilayah peradaban orang Sunda selama berabad-abad.[butuh rujukan]
Salakanagara mungkin terletak di pantai barat Jawa, yaitu provinsi Banten saat ini. Berdasarkan suatu naskah kerajaan ini didirikan oleh Dewatara. Ia dikisahkan sebagai seorang pedagang yang datang dari India yang dikirim untuk menjalin hubungan perdagangan di Yawadwipa.[2]
Salakanagara keberadaannya cukup misterius karena sumber sejarah dan bukti arkeologinya tidak pernah ditemukan. Dibandingkan dengan Tarumanagara, kerajaan ini tidak meninggalkan catatan sejarah dan peninggalan lokal yang berwujud seperti prasasti atau reruntuhan candi.
Historiografi
Kerajaan ini dikatakan kerajaan dengan keberadaan setengah mitologis karena tidak pernah ditemukan bukti fisik keberadaannya. Sumber-sumber mengenai kerajaan ini hanyalah cerita naskah yang dikemas dalam beberapa Naskah Wangsakerta.
Sumber utama sejarah Kerajaan Salakanagara hanya pada naskah Pustaka Rajya Rajya i Bhumi Nusantara, bagian dari Naskah Wangsakerta yang disusun pada abad ke-19 oleh dewan yang dipimpin oleh Pangeran Wangsakerta dari Cirebon.[3]
Perdebatan dikalangan sejarawan mengenai keberadaan Kerajaan Salakanagara masih menuai kontroversi, berdasarkan sejarah dan bukti prasati bahwa kerajaan tertua adalah Kerajaan Kutai yang muncul pada abad ke-4 berdasarkan bukti temuan prasasti Yupa di Muara Kaman dekat Sungai Mahakam. Kerajaan Salakanagara tidak diketahui kapan berdirinya, diperkirakan abad ke-3 atau 4, yang menganggap kerajaan ini lebih tua dibandingkan Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur. Namun bukti fisik mengenai adanya kerajaan ini tidak diketahui sehingga dapat disejajarkan dengan mitos Tangkuban Parahu.
Tidak ada dasar mengenai keberadaan Kerajaan Salakanagara selain cerita turun-temurun. Selain itu, sejarah adanya Kerajaan Salakanagara didasarkan pada Naskah Wangsakerta, namun naskah tersebut hingga kini masih menjadi kontroversi mengenai keabsahan isinya dan diduga naskah tersebut dibuat antara tahun 1830 hingga 1870 Masehi.
Akibat tidak ada sumber yang jelas Kerajaan Salakanagara menjadi perdebatan di Banten dan Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur, namun Kerajaan Kandis di Riau juga ikut terlibat saling berpacu diantara masing-masing.[4]
Sejarah
Diperkirakan awal berdirinya kerajaan Salakanagara tidak pasti di kota yang dikenal dengan logamnya, kata Salakanagara berarti "Negeri Perak". Penguasa pertama di Salakanagara adalah Aki Tirem, seorang ahli pertanian berkebangsaan Tiongkok, yang hidup disekitar pesisir Teluk Lada Pandeglang Banten, besan dari Nyai Muti'ah, penguasa perempuan berdarah Arab yang menguasai Tanah Pusaka Sukahurip disekitar muara sungai kuno Sandang Pinggan, yang sekarang sudah dibangun untuk kota Industri Migas terbesar di dunia, Kota Balongan Indramayu Jawa Barat. istri dari Eyang Haji Saka sang penata peradaban Tanah Jawa. Saka Urip, adalah penyebutan pertama sebelum berganti menjadi Sokaurip, kemudian berganti lagi menjadi Sukahurip dan sekarang Sukaurip.
Sukahurip adalah nama salah satu Desa kuno di Kecamatan Balongan Kabupaten Indramayu Jawa Barat yang biasa disebut oleh masyarakat sekitar sebagai "Tanah Pusaka Sukahurip" adalah daerah pertama di Tanah Jawa yang dibangun oleh Eyang Haji Saka dan istrinya tercinta Eyang Nyai Muti'ah. Sosok perempuan pertama yang diketahui oleh penulis (Asep Syaefullah) sebagai pemimpin Tanah Pusaka Sukahurip sebelum dinikahi oleh Mahaguru Haji Saka.
Pandeglang (Sekarang Banten), dalam bahasa Sunda merupakan singkatan dari kata "Panday" dan "geulang" artinya pembuat gelang.[butuh rujukan]
Nama ahli dan sejarawan yang membuktikan bahwa tatar Pasundan memiliki nilai-nilai sejarah yang tinggi, antara lain adalah Husein Djajadiningrat, Tubagus H. Achmad, Hasan Mu’arif Ambary, Halwany Michrob dan lain-lainnya. Banyak sudah temuan-temuan mereka disusun dalam tulisan-tulisan, ulasan-ulasan maupun dalam buku. Belum lagi nama-nama seperti John Miksic, Takashi, Atja, Saleh Danasasmita, Yoseph Iskandar, Claude Guillot, Ayatrohaedi, Wishnu Handoko dan lain-lain yang menambah wawasan mengenai Banten menjadi tambah luas dan terbuka dengan karya-karyanya dibuat baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris.
Konon tokoh awal yang berkuasa di Banten adalah Aki Tirem.[butuh rujukan] Kota inilah yang disebut Argyrè oleh Ptolemeus dalam tahun 150, dikarenakan Salakanagara diartikan sebagai "Negara Perak" dalam bahasa Sanskerta.[5][6][kenetralan diragukan]
Kota ini terletak di daerah Teluk Lada, Pandeglang, Banten. Aki Tirem, penghulu atau penguasa kampung setempat yang akhirnya menjadi mertua pedagang dari Pallawa (Indo-Parthia)[yang mana?] Dewatara ketika putri Sang Aki Luhur Mulya bernama Dewi Pohaci Larasati diperistri oleh Dewatara [butuh rujukan]. Hal ini membuat semua pengikut dan pasukan Dewatara menikah dengan wanita setempat dan tak ingin kembali ke India. Ketika Aki Tirem meninggal, Dewatara I menerima tongkat kekuasaan. Pada 12 tahun setelah bermukim, ia kemudian mendirikan sebuah kerajaan dengan nama Salakanagara beribu kota di Rajatapura. Ia menjadi raja pertama dengan gelar Prabu Darmalokapala Dewatara Aji Raksa Gapura Sagara. Beberapa kerajaan kecil di sekitarnya menjadi daerah kekuasaannya, antara lain Kerajaan Agninusa (negeri api) yang berada di pulau Krakatau.[7][kenetralan diragukan]
Rajatapura adalah ibu kota Kerajaan Salakanagara hingga tahun 362 menjadi pusat pemerintahan raja-Raja Dewatara (dari Dewatara I - VIII).[butuh rujukan] Tidak ada tahun mulai berdirinya Salakanagara, namun kerajaan ini berakhir ketika ditaklukkan oleh Tarumanagara tahun 362 Masehi.[butuh rujukan] Dewatara sendiri hanya berkuasa selama 8 tahun dan digantikan anaknya yang menjadi Dewatara II dengan gelar Prabu Digwijayakasa Dewataraputra. Prabu Dharmawirya tercatat sebagai raja Dewatara VIII atau raja Salakanagara terakhir karena sejak itu Salakanagara telah menjadi kerajaan yang berada di bawah kekuasaan Tarumanagara yang didirikan tahun 358 Masehi oleh Maharesi yang berasal dari Calankayana[siapa?] di India bernama Jayasinghawarman.
Pada masa kekuasaan Dewatara VIII, keadaan ekonomi penduduknya sangat baik, makmur dan sentosa, sedangkan kehidupan beragama sangat harmonis.[7] Kerajaan Salakanagara dianggap sebagai leluhur orang-orang Sunda, dibuktikan dengan persisnya wilayah kekuasaan kerajaan ini sama dengan peradaban suku Sunda dan kata "Salakanagara" memiliki kesamaan kosakata dengan kata "Sunda".[8][9][kenetralan diragukan]
Pendahulu Tarumanagara
Jayasinghawarman pendiri Tarumanagara. Ia sendiri seorang Maharesi dari Calankayana di India yang mengungsi ke Nusantara karena daerahnya diserang dan ditaklukkan Maharaja Samudragupta dari Kerajaan Maurya[butuh rujukan]. Di kemudian hari setelah Jayasinghawarman mendirikan Tarumanagara, pusat pemerintahan beralih dari Rajatapura ke Tarumanagara. Salakanagara kemudian berubah menjadi kerajaan daerah (bawahan).
Banyak para ahli memperdebatkan masalah institusi kerajaan sebelum Tarumanegara melalui berbagai sumber sejarah seperti berita Tiongkok dan bangsa Eropa atau naskah-naskah Kuno.[10] Claudius Ptolemaeus, seorang ahli bumi masa Yunani Kuno menyebutkan sebuah negeri bernama Argyrè yang terletak di wilayah timur jauh. Negeri ini terletak di ujung barat pulau Iabodio yang selalu dikaitkan dengan Yawadwipa yang kemudian diasumsikan sebagai Jawa. Argyrè sendiri berarti perak yang kemudian diterjemahkan oleh para ahli sebagai Merak. Kemudian sebuah mitos menyebutkan wilayah Ye-tiao yang sering diartikan sebagai Yawadwipa dengan rajanya Pien yang merupakan lafal Mandarin dari bahasa Sanskerta Dewatara. Namun tidak ada bukti lain yang dapat mengungkap kebenaran dari dua berita asing tersebut.[6]
Letak kerajaan
Kerajaan Salakanagara terletak di Cihunjuran, Desa Cikoneng, Kecamatan Mandalawangi, Kabupaten Pandeglang, terdapat tiga menhir dan tujuh mata air yang dikenal tujuh sumur. Ada tiga lokasi yang diyakini sebagai pusat Kerajaan Salakanagara. Mereka adalah Teluk Lada (Pandeglang, Banten), Condet (Jakarta) dan Gunung Salak (Bogor).[7]
Pertama, Rajatapura disebut oleh Naskah Wangsakerta sebagai letak pusat pemerintahan Salakanagara, yang terletak di Teluk Lada (Pandeglang, Banten). Dalam naskah tersebut, Rajatapura disebut sebagai kota tertua di Jawa. Dari sinilah kedelapan raja Dewatara bertahta dan menguasai perdagangan di seluruh barat Pulau Jawa.[7]
Kedua, Ciondet atau Condet di Jakarta Timur yang berjarak 30 kilometer dari pelabuhan Sunda Kelapa. Daerah ini memiliki sungai mengalir yang bernama Sungai Tiram. Kata "Tiram" diyakini berasal dari nama Aki Tirem, mertua Dewatara I pendiri Salakanagara.[11]
Ketiga, Gunung Salak (Bogor) adalah sebuah gunung yang ketika siang berwarna keperak-perakan tertimpa matahari bersinar terang. Dalam bahasa Sunda, Salakanagara berarti Kerajaan Perak. Selain itu, pendapat ini juga didasarkan pada kemiripan nama antara Salaka dengan Salak.
Daftar raja-raja Salakanagara
Tidak bisa dipungkiri bahwa awal mula kerajaan di Tatar Sunda berdiri tidak luput dari keturunan India, Salakanagara yang berdiri tahun 130 Masehi yang dalam Naskah Wangsakerta dimaknai sebagai negeri perak, konon juga tertulis dalam karya yang berjudul Geographia yang ditulis oleh Klaudius Ptolemaeus (Ptolemeus) mengenai sebutan Argyre. Penguasa pertama yang berkuasa adalah Aki Tirem, konon memiliki kesaktian luar biasa, namun pada saat itu Aki Tirem bukanlah raja melainkan penguasa yang berpengaruh.[11]
Dewatara I (Prabu Darmalokapala Dewatara Haji Raksa Sultan Gapura Sagara Jaya) diperkirakan meninggal pada 168 M[12] merupakan pemimpin dari sebuah ekpedisi perdagangan dinasti Pallawa dari India[butuh rujukan] yang kemudian memperistri Dewi Pohaci Larasati, putri dari Aki Tirem. Hal ini menyebabkan pengikut serta pasukan yang dibawa Dewatara I ikut menikahi wanita Banten dan memutuskan untuk tidak kembali ke India. Dewatara I kemudian mewarisi kekuasaan dari Aki Tirem setelah wafatnya Aki Tirem, dan pada tahun 130 inilah Dewatara I mempelopori terbentuknya sebuah kerajaan pertama di Nusantara dengan takhta yang akan diwariskan secara turun temurun.[11]
Berikut daftar nama raja-raja yang memerintah Kerajaan Salakanagara berdasarkan Naskah Wangsakerta adalah:[13][14]
Tahun berkuasa | Nama raja | Julukan | Keterangan | |
---|---|---|---|---|
Dewatara I | Prabu Darmalokapala Aji Raksa Sultan Gapura Sagara Jaya | Pedagang asal Bharata (India) | ||
Dewatara II | Prabu Digwijayakasa Dewawarmanputra Kutukara Hoamati | Putra tertua Dewatara I | ||
Dewatara III | Prabu Singasagara Bimayasawirya Tidakanara | Putra Dewatara II | ||
Dewatara IV | Menantu Dewatara II, Raja Ujung Kulon | |||
Dewatara V | Menantu Dewatara IV | |||
Mahisa Suramardini Warmandewi | Putri tertua Dewatara IV & istri Dewatara V, karena Dewatara V gugur melawan bajak laut Blackbeard | |||
Dewatara VI | Sang Mokteng Samudera Pasai | Putra tertua Dewatara V | ||
DewataraVII | Prabu Bima Syailendra Digwijaya Satyaganapati Sanjaya | Putra tertua Dewatara VI | ||
Sphatikarnawa Warmandewi Paniki | Putri sulung Dewatara VII | |||
Dewatara VIII | Prabu Darmawirya Dewatara | Cucu Dewatara VI yang menikahi Sphatikarnawa, raja terakhir Salakanagara | ||
Dewatara IX | Terlibat perang besar dengan Tarumanagara | Salakanagara lenyap ditelan bumi
Kerajaan bawahan SalakanagaraSalakanagara membawahi kerajaan-kerajaan kecil, yang didirikan oleh orang-orang yang berasal dari dinasti Dewawarman (raja-raja yang memerintah Salakanagara). Kerajaan yang menjadi bawahan Salakanagara antara lain: Kerajaan Ujung KulonKerajaan Ujung Kulon berlokasi di wilayah Ujung Kulon dan didirikan oleh Senapati Bahadura Harigana Jayasakti (adik kandung Dewawarman I). Saat kerajaan ini dipimpin oleh Darma Satyanagara, sang raja menikah dengan putri dari Dewawarman III dan kemudian menjadi raja ke-4 di Kerajaan Salakanagara. Ketika Tarumanagara tumbuh menjadi kerajaan yang besar, Purnawarman (raja Tarumanagara ke-3) menaklukkan Kerajaan Ujung Kulon. Akhirnya Kerajaan Ujung Kulon menjadi Kerajaan bawahan dari Tarumanagara. Lebih dari itu, pasukan Kerajaan Ujung Kulon juga ikut membantu pasukan Wisnuwarman (raja Tarumanagara ke-4) untuk menumpas pemberontakan Cakrawarman. Kerajaan Tanjung KidulKerajaan Tanjung Kidul beribu kota Aghrabintapura (Sekarang termasuk wilayah Cianjur Selatan). Kerajaan ini dipimpin oleh Sweta Liman Sakti (adik ke-2 Dewawarman I). Pengaruh dari IndiaPendiri Salakanagara, Dewawarman, merupakan seorang duta keliling, pedagang sekaligus perantau dari Pallawa, Bharata (India) yang akhirnya menetap karena menikah dengan putri penghulu setempat, sedangkan pendiri Tarumanagara adalah Maharesi Jayasingawarman, pengungsi dari wilayah Salankayana, Bharata karena daerahnya dikuasai Magada. Sementara Kerajaan Kutai didirikan oleh pengungsi dari Magada, Bharata setelah daerahnya juga dikuasai oleh kerajaan lain.[15] Bacaan lanjut
Pranala luar
Lihat pula |