Di dalam kelompok 'hikayat petualangan ajaib' yang sama sekali bernada islam, termasuk antara lain Hikayat Maharaja Ali. Karangan yang hampir kehilangan unsur sintesis Hindu-Muslim ini, menggabungkan ciri-ciri khas baik hikayat yang strukturnya bersifat linear atau 'hikayat berbingkai'.[1]

Kira- kira sepuluh naskah hikayat ini, yang paling tua berakhir 1808, dapat digolongkan menjadi dua atau tiga resensi yang agak berbeda-beda. Hikayat Maharaja Ali tidak disebut-sebut dalam daftar-daftar karya Melayu tertua, yang disusun dalam akhir abad ke-17 sampai pertengahan abad ke 18.

Hikayat Maharaja Ali dikarang dalam zaman setelah pengislaman sastra Melayu berlangsung secara mendalam. Apalagi mengigat bahwa, di dalam Hikayat Maharaha Ali ini juga digunakan salah satu kisah yang berasal dari Bustan as-Salatin (pertengahan abad ke -17).

Deskripsi Naskah

Salah satu naskah Maharaja Ali tersimpan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Manuskrip tradisi Melayu aksara Jawi bahasa Melayu dengan ketebalan 95 hlm. Pada isi naskah kertas berukuran seluas 32,5 x 20 cm. Ukuran Sampul seluas kertas untuk naskah sedangkan ukuran blok teks 23 x 12,5 cm. Mengenai baris per halaman yaitu yaitu berjumlah 19. Judul dalam teks: Hikayat Raja Sultan Syam, judul luar teks: Cetra Sultan Syam. hlm. yg ditulis 90 + (i, ii) hlm. kosong: iii, iv, v. Naskah masih baik, tulisan jelas terbaca, menggunakan tinta berwarna hitam dan merah. van Ronkel 1909, halaman 221. Naskah ini menceritakan tentang Maharaja Ali yang pergi meninggalkan tahta kerajaannya, karena diusir oleh musuh. Kemudian ia pergi mengembara dan mati terbunuh oleh buaya sewaktu menyeberangi sungai. Tengkoraknya yang melayang-layang itu bertemu dengan nabi Isa lalu dihidupkan kembali. Judulnya hikayat Sultan Syam yang bergelar raja Ali Badisyah. Kerajaannya disebut Siyam, tetapi kadang-kadang Syam. Anak-anaknya sama sekali tidak disebutkan, dan masih ada lagi kelainan-kelainannya.[2]

Awalan teks

"Wabihi nasta'in billahi 'alaIni hikayat Sultan Raja Syam bernama Maharaja Badisyah yang indah cetranya yaitu beramai dipanat dengan adap. Alkisah maka tersebutlah perkataannya raja itu iyalah yang dihalaukan oleh rakyatnya di dalam negerinya. AKHIR TEKS: Sebermula adapun pada zaman itu tiadalah ada seorang raja-raja berdengkiakan raja Sultan Syam daripada adilnya pada membicarakan hukum berhukum dan daripada murahnya memberi sedekah kepada sekalian fakir dan miskin, dan orang kaya-kaya dan daripada segala ibadatnya kepada Allah subhanahu wa ta'ala, dan tiadalah raja-raja dapat mengikut akan kelakuan Raja Sultan Syam yang amat adilnya itu. wallahu a'lam bi sh-shawab. Tamat al kitab amin kepada bulan Rabiul Akhir dan kepada Sabtu telah habis yaitu kepada jam pukul sepuluh dewasa itulah, amin."

Ringkasan Cerita

  1. ^ Braginsky, V.I. (1998). Yang Indah, Berfaedah dan Kamal: Sejarah Sastra Melayu Dalam ABad 7-19. Jakarta: INIS. ISBN 9798116577. 
  2. ^ "Hikayat Maharaja Ali. | OPAC Perpustakaan Nasional RI". opac.perpusnas.go.id. Diakses tanggal 2022-05-26.