Jelangkung (film)

film Indonesia tahun 2001 yang disutradarai Rizal Mantovani dan Jose Poernomo

Jelangkung (Internasional:The Uninvited) adalah sebuah film horor dari Indonesia yang dirilis tahun 2001. Film yang disutradarai Rizal Mantovani dan Jose Poernomo ini mengusung tema ritual mistis kuno jailangkung dari Indonesia dan legenda-legenda urban dari daerah Bandung, seperti legenda Hantu Rumah Kentang dan Suster Ngesot. Dengan tag-line-nya yang terkenal setelah dirilis, yaitu "Datang tak dijemput, pulang tak diantar". Film ini berbiaya produksi 400 juta rupiah, dengan biaya total 1 miliar rupiah.

Jelangkung
SutradaraRizal Mantovani
Jose Poernomo
ProduserJose Poernomo
Ditulis olehRizal Mantovani
PemeranWinky Wiryawan
Melanie Ariyanto
Rony Dozer
Harry Pantja
Ian's Bahtiar
Azmi Suhaimi
Arief RG
Chandra
Martoeti
Sri Hartini
Plonto
Arief Rudiharto
Penata musikDavid Poernomo
SinematograferJose Poernomo
PenyuntingJose Poernomo
Rizal Mantovani
DistributorRexinema
Prima Entertainment
Tanggal rilis
5 Oktober 2001
Durasi102 menit
NegaraIndonesia
AnggaranRp. 1 miliar
Pendapatan
kotor
Rp. 5 miliar

Latar belakang

Menurut artikel di Variety, film "Jelangkung" pada awalnya sama sekali tidak diharapkan akan menjadi sebuah kesuksesan. Film yang hanya memakan waktu syuting sepuluh hari [1] ini diproduksi untuk ditayangkan di jaringan televisi swasta TransTV, yang pada saat itu belum mulai mengudara di Indonesia (TransTV baru mulai mengudara awal tahun 2002). Produser Erwin Arnada menyarankan untuk menayangkan "Jelangkung" di bioskop, dan pada tanggal 5 Oktober akhirnya "Jelangkung" ditayangkan di salah satu bioskop Jakarta. Walau tanpa dukungan sponsor dan iklan, film "Jelangkung" ternyata sangat sukses karena penonton yang kebanyakan adalah mahasiswa dan anak muda. Pada tanggal 18 November 2001, lebih dari 50 ribu tiket telah terjual untuk film ini, sehingga akhirnya Harris Lasmana, pengusaha pemilik jaringan bioskop 21 membeli hak tayang film ini untuk diputar di 25 bioskop 21. "Jelangkung" mulai tayang pertengahan Desember 2001 secara nasional.[2]

Kesuksesan komersial film ini dianggap telah menghidupkan perfilman horor di bioskop Indonesia, terutama karena saat dirilis, film ini tidak lagi bertumpu pada klise "wajah seram hantu" pada umumnya, tetapi juga pada ketegangan melalui gerak kamera, efek spesial, dan lokasi yang asing.[3] Film ini juga dikenal telah mengusung ide baru dalam perfilman horor di bioskop Indonesia karena mengolah musik pop dan kehidupan remaja modern dalam alur ceritanya. Kesuksesan film ini memancing keluarnya sinetron berjudul sama yang sempat ditayangkan di stasiun televisi swasta RCTI.[4] Film ini dirilis dalam format VCD pada tahun 2002 dan dalam DVD pada tahun 2008.

Film ini melambungkan nama Rizal Mantovani sebagai sutradara. Sekuel pertama, Tusuk Jelangkung, diproduksi tahun 2003 dan disutradarai Dimas Djayadiningrat, sedangkan sekuel berikutnya Jelangkung 3, dirilis pada tahun 2007 dan disutradarai Angga Dwimas Sasongko.

Sinopsis

Ferdi (Winky Wiryawan), Gita (Melanie Ariyanto), Gembol (Rony Dozer), dan Soni (Harry Pantja) adalah empat sekawan berbeda karakter dari Jakarta yang selalu penasaran mencari pengalaman bertemu dengan makhluk halus di tempat-tempat angker. Mereka telah mendatangi berbagai tempat yang dikabarkan berhantu, tetapi tak kunjung menjumpai yang mereka cari. Lelah tidak menemukan yang mereka cari, mereka mendapat ide untuk pergi ke sebuah desa bernama Angkerbatu di daerah Jawa Barat yang dikabarkan banyak mendapat kasus penampakan makhluk halus dan orang kerasukan.

Setibanya di desa Angkerbatu semua terasa biasa-biasa saja sampai mereka menemukan sebuah kubur tanpa nama di tengah hutan desa tersebut. Kubur tersebut sangat misterius karena tidak diletakkan bersama kubur lain seperti kubur-kubur pada umumnya. Setelah putus asa tidak menemukan penampakan apa pun selama tiga hari, mereka putus asa dan memutuskan untuk pulang. Namun pada malam terakhir, Soni yang menginginkan untuk memiliki ilmu gaib, diam-diam melakukan ritual "jelangkung" di kubur misterius tersebut. Jelangkung adalah sebuah ritual mistik kuno yang konon bisa memanggil arwah dari alam baka untuk datang ke dunia nyata dan menitis ke sebuah boneka dari batok kelapa dan tongkat kayu. Soni menjalankan ritual sambil mengucapkan mantra: "Jelangkung, jelangkung, di sini ada pesta kecil-kecilan, datang tak dijemput, pulang tak diantar" untuk memanggil makhluk halus. Kemudian Soni menancapkan boneka jelangkung ke kubur tersebut. Ferdi, Gita, dan Gembol mengetahui hal ini, dan walau tertarik untuk melihat reaksi boneka jelangkung, mereka memaksa Soni untuk menghentikan ulahnya tersebut. Kecewa karena tak ada reaksi dari boneka itu, Soni pun marah dan pergi meninggalkan teman-temannya beserta boneka yang masih tertancap di kubur misterius. Mereka pun akhirnya meninggalkan kubur tersebut tanpa mencabut boneka jelangkung, tak menyadari bahwa sesuatu telah terjadi pada boneka jelangkung setelah mereka pergi. Setibanya di Jakarta, rentetan peristiwa aneh pun mulai terjadi dengan mereka, masing-masing dengan cara tersendiri oleh sesosok hantu anak kecil yang mengerikan.

Saat mendatangi sebuah bangunan rumah sakit tua yang dikabarkan digentayangi oleh arwah hantu penasaran suster ngesot, Ferdi, Gita, Gembol, dan Soni akhirnya menemukan kengerian yang selama ini mereka cari. Ketakutanlah yang akhirnya menyelimuti mereka. Zulfikar (Ian's Bahtiar), teman kuliah Ferdi, menyarankan supaya mereka menemui Sakimin (Chandra), seorang paranormal yang dia kira bisa membantu mereka keluar dari masalah mengerikan ini. Paranormal tersebut mengetahui perbuatan mereka dan menyuruh mereka untuk segera kembali ke desa Angkerbatu, menemukan kubur misterius tersebut dan mencabut boneka jelangkung yang mereka tinggalkan. Namun perjalanan mereka tidak akan semudah yang mereka bayangkan. Hal mengerikan sedang menanti mereka di kubur misterius desa Angkerbatu tersebut.[5]

Tokoh dan pemeran

Lagu tema

Catatan produksi

  • Irama yang sering disiulkan oleh Gembol saat sendirian adalah irama lagu tema film kartun Scooby-Doo dari Amerika Serikat.
  • Lagu tema utama film "Jelangkung" adalah "Veto" yang dibawakan grup musik rock "Black Maria" asal Malaysia.
  • Penggunaan jailangkung dalam sinema horor bukanlah yang pertama. Pada tahun 1975 telah ada film Indonesia bertema jailangkung, yaitu "Penghuni Bangunan Tua" yang disutradarai M. Shariefudin.[6]
  • Saat awal film, dialog para tokoh film merujuk ke legenda-legenda urban dari daerah Jakarta seperti hantu rumah kentang, Si Manis Jembatan Ancol, pastor kuburan Jeruk Purut, dan hantu lampu merah Kuningan, yang semuanya juga telah digarap sebagai film.
  • Angkerbatu, latar fiktif kejadian cerita film ini, dirilis menjadi sebuah film berjudul sama pada tahun 2007, disutradarai oleh Jose Purnomo, rekan sutradara Rizal Mantovani dalam pembuatan "Jelangkung".
  • Film ini adalah film yang pertama kali menghadirkan hantu misterius "suster ngesot". Meskipun muncul hanya dalam beberapa adegan, sosok tersebut mampu mengundang jerit ketakutan penonton muda, sehingga tokoh itu menjadi populer dan kemudian dibuat menjadi film dengan judul yang sama dan dirilis tahun 2007.

Pranala luar

Referensi