Djarnawi Hadikusuma (4 Juli 1920 – 26 Oktober 1993) merupakan putra dari Ki Bagus Hadikusuma yang lahir pada tanggal 4 Juli 1920 di Kauman, Yogyakarta. Sejak kecil ia telah akrab dengan lingkungan Muhammadiyah. Hampir seluruh hidupnya dicurahkan untuk Muhammadiyah. Ia pernah terlibat dalam politik ketika bergabung dengan Masyumi dan Parmusi. Djarnawi wafat pada tanggal 26 Oktober 1993.

Riwayat Hidup

Masa Kecil dan Pendidikan

Djarnawi Hadikusuma merupakan putra dari Ki Bagus Hadikusuma yang lahir pada tanggal 4 Juli 1920 di Kauman, Yogyakarta.[1] Sejak kecil telah akrab dengan lingkungan Muhammadiyah. Seluruh pendidikannya ditempuh dalam sekolah Muhammadiyah. Pendidikan awal ditempuh di Taman Kanak-kanak Bustanul Anthfal ‘Aisyiyah Kauman. Selanjutnya, ia meneruskan pendidikan ke Standaardschool (Sekolah Rakyat/Dasar 6 tahun), dan Kweekschool (Madrasah 6 tahun Muhammadiyah) yang kemudian hari namanya berubah menjadi Madrasah Muallimin Muhammadiyah. Djarnawi juga tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, tetapi tidak diselesaikannya. Sebagai pembelajar otodidak, Djarnawi mampu menguasai lima bahasa, yaitu Belanda, Inggris, Arab, Jepang (Pasif), dan Prancis.

Aktivitas dalam Muhammadiyah

Keterlibatan Djarnawi dalam Muhammadiyah dimulai setelah ia lulus dari Madrasah Mualimin Muhammadiyah. Ia dikirim ke Merbau pada tahun 1939 hingga tahun 1949.[2] Setelah kembali ke Yogyakarta pada tahun 1949, aktivitasnya meningkat di Muhammadiyah dan tergabung sebagai salah satu pengurus pusat Muhammadiyah. Ia menjadi anggota Majelis Tabligh Muhammadiyah sejak tahun 1949 hingga tahun 1962. Pada tahun 1962, ia menjadi sekretaris II Pengurus Pusat Muhammadiyah dan menjadi sekretaris III Pengurus Pusat Muhammadiyah pada tahun 1967. Setelahnya, ia dipercaya menjadi sekretaris PP Muhammadiyah pada tahun 1978, wakil ketua Muhammadiyah pada tahun 1985, dan ketua PP Muhammadiyah yang membidangi tajdid dan tabligh.

Aktivitas dalam Bidang Politik

Djarnawi juga terlibat aktif dalam bidang politik. Beliau menjadi anggota Partai Masyumi. Akan tetapi, tidak lama kemudian partai ini dibubarkan oleh Presiden Sukarno.[3] Setelah Orde Lama tumbang, Djarnawi terlibat lagi dalam partai politk. Ia bersama sebagian besar eks anggota Masyumi mendirikan Partai Muslimin Indonesia (Parmusi) yang disahkan pada tanggal 7 Februari 1968.[4] Dalam struktur kepengurusan, Djarnawi tercatat sebagai Ketua Umum dan didampingi oleh Drs. H. Lukman Harun sebagai sekretaris. Akan tetapi, belum lama Djarnawi memimpin, beliau dikudeta oleh H. J. Naro dan Drs. Imran Kadir. Diduga peristiwa ini terjadi karena pemerintah ingin menghambat pertumbuhan partai Islam. Beliau akhirnya mengundurkan diri dari Parmusi dan lebih aktif dalam Muhammadiyah.

Karya Tulis

Djarnawi termasuk penulis yang produktif. Tercatat ia telah berhasil 20-an karya tulis yang meliputi berbagai topik. Dalam bidang sastra, karyanya antara lain: Korban Perasaan (novel, 1947); Penginapan di Jalan Sunyi (novel, 1947); Orang Dari Morotai (novel, 1949); Pertentangan (novel, 1952); Angin Pantai Selatan (novel, 1954); dan Di Bawah Tiang Gantungan (terjemahan, 1954). Dalam bidang Islam dan Kemuhammadiyahan anatara lain: Risalah Islamiyah (1974); Kitab Tauhid (1987); Ilmu Akhlak (1990); Kitab Fekih; Ahlus Sunah wal Jama’ah Bid’ah Khurafat; Menyingkap Tabir Rahasia Maut; Jalan Mendekatkan Diri Kepada Tuhan; Matahari-Matahari Muhammadiyah (1971); dan Penjelasan Mukadimah Anggaran Dasar dan Kepribadian Muhammadiyah (1972) ditulis bersama HM. Djindar Tamimy. Dalam bidang sejarah antara lain: Aliran-Aliran Pembaruan Islam; Dari Jamaluddin Al-Afghani sampai K.H.Ahmad Dahlan; Derita Seorang Pemimpin; Riwayat Hidup, Perjuangan, dan Buah Pikiran Ki Bagus Hadikusumo (1979); dan Peperangan Pada Zaman Rasulullah. Ada dua karya dalam bidang kristologi yaitu Sekitar Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dan Kristologi (1982). Terakhir, dalam bidang pendidikan dan hobi meliputi: Pendidikan dan Kemajuan (1949); English, Grammar and Exercises (1955, 1959); Conversations Idioms and Grammar (1959); dan Pertandingan Catur Bobby Fosher vs Boris Spazky (1980).[5]

Kehidupan Pribadi

Keluarga

Djarnawi menikah pada tanggal 6 April 1944 dengan seorang wanita bernama Sri Rahayu. Pernikahan ini dilaksanakan saat ia masih bertugas di Merbau, Sumatera Utara. Bersama Sri Rahayu, Djarnawi memiliki sembilan orang anak, enam diantaranya lahir di Yogyakarta, sedangkan sisanya lahir di Merbau. Kesembilan anaknya ini antara lain dr. Siswanto. D. Kusumo, DSPD (wafat 1999), Hartono, BE., (wafat 2004), Drs. Sutomo (wafat 1982), Pitoyo, S.H. M. Kn., Darmawan Susantyo, Dra. Sri Purwaningsih, Dr. Ir. Achmad Poernomo, M. App. Sc., Prof. Dr. Ir. Gunawan Budiyanto, M.P. dan Indriani (wafat 1967).[6]

Akhir Hayat

Dajarnawi wafat pada tanggal 26 Oktober 1993 dalam usia 73 tahun. Beliau wafat setelah menunaikan shalat Isya di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah. Jenazahnya dimakamkan di Pemakaman Pakuncen Yogyakarta setelah dilakukan upacara pelepasan di Masjid Gede Kauman.[7]

Referensi

  1. ^ Gunawan Budiyanto, (2010) Djarnawi Hadikusuma dan Muhammadiyah, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, hlm. 17.
  2. ^ Lasa H.S., dkk., (2014), 100 Tokoh Muhammadiyah yang Menginspirasi, Yogyakarta: Majelis Pustaka dan Informasi Muhammadiyah, hlm. 115.
  3. ^ Majelis Diklitbang dan LPI PP Muhammadiyah, (2010), 1 Abad Muhammadiyah Gagasan Pembaruan Sosial Keagamaan, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, hlm. 166.
  4. ^ M.T. Arifin, (2016) Muhammadiyah: Potret yang Berubah, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, hlm. 336.
  5. ^ Lasa H.S., dkk, (2014), hlm. 116.
  6. ^ Gunawan Budiyanto (2010), hlm. 19-20.
  7. ^ Gunawan Budyiyanto, (2010), hlm. 113.