Prasasti Karang Berahi

prasasti di Merangin, Jambi, Indonesia
Revisi sejak 13 Juni 2022 16.02 oleh Roby diery (bicara | kontrib) (Roby diery memindahkan halaman Prasasti Karang Brahi ke Prasasti Karang Berahi: Sesuai dengan nama asli dari prasasti tersebut)

Prasasti Karang Berahi adalah sebuah prasasti dari zaman kerajaan Sriwijaya yang ditemukan pada tahun 1904 oleh Kontrolir L.M. Berkhout di tepian Batang Merangin. Prasasti ini terletak di desa Karang Berahi, kecamatan Pamenang, kabupaten Merangin, Jambi.[1] Prasasti dibuat dari bahan batu andesit dengan ukuran 90x90x10 cm.

Prasasti Karang Berahi

Prasasti ini berbahasa Melayu Kuno ditulis dalam aksara Pallawa, dengan pertanggalan abad ke 7 Masehi sekitar tahun 680-an. Isinya tentang kutukan bagi orang yang tidak tunduk atau setia kepada raja dan orang-orang yang berbuat jahat.[2] Kutukan pada isi prasasti ini mirip dengan yang terdapat pada Prasasti Kota Kapur dan Prasasti Telaga Batu yang ditemukan di Bangka, dan di Palembang. Penaklukan Jambi oleh Sriwijaya sendiri telah terbukti dari pernyataan I-tsing tahun 685 Masehi saat pulang dari India dan mengatakan bahwa Jambi (Kerajaan Melayu) sudah menjadi bagian dari Sriwijaya.[3]

Prasasti Karang Berahi sekitar tahun 1940-an

Isi

Keberhasilan! Wahai sekalian dewata yang berkuasa, yang sedang berkumpul dan yang melindungi provinsi sriwijaya, juga kau Tandrun luah dan semua dewata yang mengawali setiap mantra kutukan!

Bilamana di pedalaman daerah akan ada orang yang memberontak, yang bersekongkol dengan pemberontak, yang berbicara dengan pemberontak, yang mendengarkan kata pemberontak, yang mengenal pemberontak, yang tidak berperilaku hormat, yang tidak takluk, yang tidak setia pada saya dan pada mereka yang oleh saya diangkat sebagak datu. Biar orang-orang yang menjadi pelaku perbuatan-perbuatan tersebut mati kena kutuk. Biar sebuah ekspedisi seketika dikirim di bawah pimpinan datu sriwijaya, dan biar mereka dihukum bersama marga dan keluarganya.

Lagi pula, biar semua perbuatannya yang jahat, seperti mengganggu ketenteraman jiwa orang, membuat orang sakit, membuat orang gila, menggunakan mantra, racun, memakai racun upas dan tuba, ganja, saramvat, pekasih, dan memaksakan kehendaknya pada orang lain dan sebagainya. Semoga perbuatan-perbuatan itu tidak berhasil, dan menghantam mereka yang bersalah melakukan perbuatan jahat itu, biar pula mereka mati kena kutuk.

Tambahan pula, biar mereka yang menghasut orang supaya merusak, yang merusak batu yang diletakkan di tempat ini, mati juga kena kutuk dan dihukum langsung.

Biar para pembunuh, pemberontak, mereka yang tak berbakti, yang tak setia pada saya, biar pelaku-pelaku perbuatan tersebut mati kena kutuk.

Akan tetapi, jika orang takluk, setia kepada saya dan kepada mereka yang oleh saya diangkat sebagai datu, maka moga-moga usaha mereka diberkahi, juga marga dan keluarganya : dengan keberhasilan, kesentosaan, kesehatan, kebebasan dari bencana, kelimpahan segalanya untuk semua negeri mereka!

Tahun saka 608, hari pertama paruh terang bulan waisakha, pada saat itulah kutukan ini diucapkan. Pemahatannya berlangsung ketika bala tentara Sriwijaya baru berangkat untuk menyerang bumi Jawa yang tidak takluk kepada Sriwijaya.[4]

Lihat pula

Rujukan

  1. ^ purbakalajambi.budpar.go.id Situs Karang Berahi[pranala nonaktif permanen]
  2. ^ Prasasti Karang Berahi di kemdikbud.go.id
  3. ^ Prasasti Karang Berahi, Satu-Satunya Prasasti di Jambi di wisato.id
  4. ^ Coedes, George, 2014. Prasasti berbahasa Melayu Kerajaan Srivijaya. Dalam Kedatuan Sriwijaya, oleh George Coedes, Louis-Charles Damais, Hermann Kulke dan Pierre-Yves Manguin, 45-88. Jakarta: Komunitas Bambu