Karel Supit
Sekarang ini tak banyak orang yang mengenal Karel Supit, dia nyaris dilupakan. Namanya muncul sesekali dalam buku sejarah yang ditulis oleh lawan politiknya. Sulit mendapat informasi lengkap dan tidak mudah menemukan gambar foto dirinya. Siapa sebenarnya orang ini dan seberapa besar pengaruhnya sehingga patut disebut tokoh ‘kiri’? Berikut ini sekelumit informasi yang didapat tentang dirinya. Karel Supit lahir di Manado, Sulawesi Utara, pada tahun 1917. Menempuh pendidikan sekolah Hindia Belanda dalam Algemene Middelbare School (AMS). Di usia muda dia bekerja di kawasan perusahan minyak di Cepu Jawa Timur. Sesudah proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945, dia membentuk dan memimpin pasukan gerilya nasionalis di Jawa Timur melawan pemerintahan kolonial Belanda. Kembali ke Manado pada tahun 1950, di mana secara inisiatif mendirikan federasi perserikatan buruh, Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI), di Minahasa dan membantu mendirikan Partai Komunis Indonesia (PKI) di daerah ini. Pada tahun 1954, dia menjadi anggota Comite Central Partai. Tahun 1955 dia terpilih menjadi anggota dewan dari Partai Komunis dan menjadi orang yang paling berpengaruh di wilayahnya. Dia dengan tegas melawan Permesta yang memberontak terhadap pemerintah pusat yang dideklarasilan pada tahun 1957. Dalam situasi ini dia ditangkap oleh tentara Permesta dan dibebaskan beberapa bulan setelah pemberontakan dipukul kalah oleh tentara pemerintah pusat. Kemudian dia pindah ke Jakarta untuk bekerja di kantor pusat partai sebagai pimpinan departemen internasional . Tahun 1963 dia ditunjuk sebagai anggota delegasi dalam Sidang PBB Sesi XVII Tahun 1962. Dia juga ikut berpartisipasi dalam berbagai konferensi dan pertemuan internasional . Sesudah Oktober 1965, para pemimpin dan anggota PKI berusaha menghindari penahanan tapi Karel Supit ditangkap dalam hitungan hari saja. Sesudah ditahan dalam penjara laki-laki di Salemba selama lima tahun, dia dipindahkan di camp tahanan Pulau Buru pada tahun 1969. Istrinya hilang dalam persembunyian tahun 1965, diketahui istrinya adalah anggota organisasi wanita pro-komunis; Gerwani. Anak-anak mereka dirawat oleh saudara mereka. Di awal tahun 1967, istrinya ditangkap dan ditahan di penjara Bukit Duri Jakarta. Walaupun penjara mereka berdekatan tapi Karel Supit tidak diizikan bertemu dengan istrinya. Setelahnya, salah satu anak mereka juga ditahan. Ketika Karel Supit dipindahkan ke Pulau Buru dia berumur 52 tahun, melewati usia 45 yang seharusnya berdasarkan aturan pemerintah tidak harus dibawa ke pulau ini. Tidak mudah membayangkan, dengan kondisi usianya, bagaimana dia harus menghadapi ancaman kesehatan yang serius. Dalam buku Nyanyi Sunyi Seorang Bisu , otobiografi Pramoedya Ananta Toer, dia menggambarkan kondisi kamp penahanan di mana ada orang-orang Manado. Salah satunya adalah Karel Supit yang termasuk dalam daftar sebagai orang keras (die hard) secara politik dan ideologi. Karel Supit dibebaskan bersama Pram pada tahun 1979. Berbeda dengan para eks tapol lainnya yang masih aktif, Karel Supit cenderung tidak banyak bicara soal politik. Mungkin karena trauma sebagai korban politik atau memilih menghabiskan sisa hidup dengan damai bersama keluarga. Sampai saat ini keluarga pun masih tertutup untuk bicara tentang orang yang luar biasa telah mewarnai politik Indonesia. Karel Supit meninggal di Jakarta pada 18 April 2006.