Limboto, Gorontalo
Limboto adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Gorontalo, Gorontalo, Indonesia dari 19 kecamatan yang ada di Kabupaten Gorontalo.
Limboto | |||||
---|---|---|---|---|---|
Negara | Indonesia | ||||
Provinsi | Gorontalo | ||||
Kabupaten | Gorontalo | ||||
Pemerintahan | |||||
• Camat | Hi. Ramli Dj. Talalu, S.Sos., M.Si | ||||
Populasi | |||||
• Total | 51,114 (2.019) jiwa | ||||
Kode Kemendagri | 75.01.01 | ||||
Kode BPS | 7502070 | ||||
Luas | 127,92 km² | ||||
Kepadatan | 400 orang per km² | ||||
Desa/kelurahan | 14 kelurahan | ||||
|
Limboto juga merupakan ibu kota kabupaten Gorontalo. Terletak di 0,30 derajat Lintang Utara, 1,0 derajat Lintang Selatan, 121 derajat bujur Timur dan 123,3 derajat Bujur Barat.
Kabupaten Gorontalo dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II di Sulawesi dengan ibu kota semula Isimu. Pada tahun 1978 ibu kota Kabupaten Gorontalo dipindahkan ke Limboto. Ada sebagian data pada atlas atau peta yang memuat ibu kota Kabupaten Gorontalo adalah Isimu. Jelas hal tersebut tidak sesuai dengan realita dan fakta yang ada di lapangan.
Di Limboto terdapat Danau Limboto, yaitu sebuah danau seluas 2000 ha yang hanya berkedalaman 5 hingga 8 meter.
Kesultanan dan Kerajaan di Indonesia
Sultanates and kingdoms in Indonesia
Asal-Usul Kerajaan Limboto
Limboto, kerajaan / Sulawesi – prov. Gorontalo
Kerajaan Limboto terletak di Sulawesi, provinsi Gorontalo, kabupaten Gorontalo.
Lokasikabupaten Gorontalo
* Fotofoto Sulawesi dulu, suku Sulawesi dan situs kuno: link
Sejarah kerajaanLimboto
Sebelum masa penjajahan keadaaan daerah Gorontalo berbentuk kerajaan-kerajaan yang diatur menurut hukum adat ketatanegaraan Gorontalo. Kerajaan-kerajaanitu tergabung dalam satu ikatan kekeluargaan yang disebut “Pohala’a”. Menurut Haga (1931) daerah Gorontalo ada lima pohala’a :
- Pohala’a Gorontalo
- Pohala’a Limboto
- Pohala’a Suwawa
- Pohala’a Boalemo
- Pohala’a Atinggola
Pertengkaran kerajaan Gorontalo dan Limboto
Konon pada abad ke-15, kerajaan Gorontalo dan Limboto diperintah oleh sepasang suami isteri yaitu Raja Wolanga dan Ratu Moliye. Zaman itu di Gorontalo dan Limboto belum di kenal lembaga kerajaan dwi-tunggal yang dikenal pada tahun-tahun sesudahnya. Perkawinan antara pemimpin dua kerajaan ini melahirkan seorang anak laki-laki bernamaPolamolo.
Ketika Polamolo beranjak dewasa, kedua orang tuanya (Moliye dan Wolanga) bermaksud maju berperang keTeluk Tomini, menaklukkan beberapa kerajaan kecil untuk menambah jumlah rakyatnya. Pemerintahan atas Gorontalo dan Limboto diserahkan kepada Polamolo. Dengan demikian ia menjadi raja pertama yang memerintah dua kerajaantersebut sekaligus. Polamolo naik tahta dengan gelar “Olangia Mo balanga” artinya raja yang berpindah-pindah, tujuh hari pertama memerintah Gorontalo dan tujuh hari lainnya di Limboto.
– Sejarah lengkap: http://kejayaangorontalo.blogspot.co.id/2011/04/pertengkaran-kerajaan-gorontalo-dan.html
Peta wilayah Gorontalo tahun 1894
Daftar raja kerajaan Limboto
- Tolangohula (1340-1360)
- Jilonggowa (1360-1380)
- Hulado (1380-1400)
- Nggealo (1400-1420)
- Tobuto (1420-1450)
- Dataupapu (1450-1470)
- Mitu (1470-1500)
- Moito (1500)
- Puluhulawa (1500-1525).
Sumber: http://zull.my.id/index.php/2016/12/04/daftar-nama-nama-raja-gorontalo/
Peta-peta Sulawesi masa dulu
Untuk peta petakuno (1606, 1633, 1683, 1700, 1757, 1872, abad ke-19): klik di sini
Peta Sulawesi dan Maluku, tahun 1683
Foto
Yang ketigadarikiri: JoguguLimboto: AyubaWartabone. Sumberfoto: Beranda museum sejarah Gorontalo.
——————————-
JoguguLimboto: SoeradjahOlii. Memerintah 1886-1905. Sumberfoto: aba GoluGobel, FB
Foto
Orang Hatuhaha
#Sejarah Kelurahan
- SEJARAH KELURAHAN BIONGA
BIONGA BERASAL DARI DASAR KATA DALAM BAHASA GORONTALO YAKNI BIBIONGA YANG ARTINYA MELAKUKAN SUATU HUBUNGAN DALAM HAL INI SUAMI ISTRI NAMUN TIDAK MELALUI PROSES ADAT MAUPUN AGAMA.
DAERAH INI PADA AWALNYA MERUPAKAN WILAYAH YANG TIDAK BERPENGHUNI, SELAMA BERTAHUN-TAHUN, WILAYAH BIONGA SEBELUM DI DATANGI OLEH PENDUDUK YAKNI DITUTUPI OLEH HUTAN BELANTARA YANG BANYAK DITUTUPI OLEH POHON-POHON BESAR. SAMPAI AKHIRNYA SUATU SAAT MUNCUL SEORANG PENGEMBARA YANG DIKEJAR-KEJAR DAN AKAN DIBUNUH OLEH SUATU SUKU YANG BERNAMA SUKU MINDANAO ( MANGGINANO ). PRIA YANG DIKEJAR-KEJAR OLEH SUKU MINDANAO INI LARI MENCARI TEMPAT PERSEMBUNYIAN, YANG PADA AKHIRNYA DIA BERHASIL SEMBUNYI DI HUTAN. PRIA INI MUNCUL SEAKAN-AKAN BEGITU SAJA TANPA DIKETAHUI SEBAB MUJSABABNYA SEHINGGA DIA DIJULUKI LUMOTO. LUMOTO SELAMA BERTAHUN-TAHUN HIDUP DITEMPAT PERSEMBUNYIANNYA, SAMPAI PADA AKHIRNYA SI LUMOTO TURUN DENGAN NIAT HENDAK MANDI DISUMUR LIMBOTO. DAN PADA SAAT DIA MENUJU TEMPAT PEMANDIAN ( SUMUR ) DIA MELIHAT BIDADARI YANG SEDANG MANDI DISUMUR YANG BERNAMA POLIMAMUTA ( YANG BERARTI TEMPAT UNTUK MENCUCI MUKA ) SAMPAI SAAT INI SUMUR ITU MASIH ADA.
MELIHAT BIDADARI YANG SEDANG MANDI LUMOTO BERNIAT UNTUK MENGAMBIL PAKAIAN DARI SEORANG BIDADARI TERSEBUT DAN SELANJUTNYA LUMOTO MENGAMBILNYA YAITU BAGIAN SAYAPNYA. SETELAH MANDI BIDADARI-BIDADARI TERSEBUT HENDAK PULANG DAN MENGAMBIL BAJU MEREKA, NAMUN BETAPA TERKEJUTNYA SEORANG DIANTARA BIDADARI TERSEBUT SETELAH MENDAPATI BAJUNYA SUDAH TIDAK ADA, KARENA BAJU DARI SALAH SEORANG BIDADARI INI TIDAK ADA MAKA SAUDARANYA YANG LAIN MEMBANTU UNTUK MENCARI BAJU. NAMUN KARENA HARI SUDAH PETANG MAKA SAUDARA-SAUDARA BIDADARI ITU PULANG KEMBALI KE KAYANGAN. KARENA MELIHAT SANG BIDADARI YANG SEDANG MENANGIS SEBAB SUDAH PETANG DAN SEBENTAR LAGI LANGIT AKAN GELAP KEMUDIAN SI LUMOTO MUNCUL HENDAK MENOLONG SANG BIDADARI, DAN PADA AKHIRNYA LUMOTO MEMBAWA PULANG BIDADARI TERSEBUT KE PONDOK TEMPAT PERSEMBUNYIANNYA ( YILOWALE ). KEMUDIAN SANG BIDADARI TADI OLEH LUMOTO DIBERI NAMA MBUI BUNGALE DIBERI NAMA DEMIKIAN KARENA SETIAP TEMPAT YANG DILEWATI OLEH SANG BIDADARI AKAN TERCIUM AROMA BUNGA YANG HARUM. SELANG BEBERAPA LAMA TINGGAL BERSAMA LUMOTO SANG BIDADARI ( MBUI BUNGALE ) KAWIN DENGAN SI LUMOTO TANPA MELALUI PROSES ADAT ATAU AGAMA YANG OLEH MASYARAKAT SEKITAR DIKENAL DENGAN NAMA LO BIBIYONGA. DARI SINILAH ASAL NAMA DAERAH BIYONGA.
DENGAN RINTISAN LUMOTO DAN MBUI BUNGALE LAMA KELAMAAN, DAERAH INI SUDAH MULAI DIDATANGI OLEH MASYARAKAT YANG BERASAL DARI DAERAH SEKITAR MISALNYA YANG BERASAL DARI DAERAH TAPA, SUWAWA, KABILA DAN LAIN-LAIN MASYARAKAT TERSEBUT BERDATANGAN KETEMPAT ITU KARENA MELIHAT POTENSI WILAYAH INI SANGAT BAIK UNTUK DAERAH PERTANIAN. TANAHNYA SANGAT BAGUS UNTUK DIJADIKAN TEMPAT BERCOCOK TANAM. KARENA PENDUDUK SUDAH BANYAK MAKA DAERAH INI INGIN MEMBENTUK PEMERINTAHAN TERSENDIRI. DAN TERBENTUKLAH PEMERINTAHAN ITU MENJADI SUATU DESA YANG DIKENAL DENGAN NAMA DESA BIYONGA. DESA BIYONGA INI TERUS MENGALAMI PERKEMBANGAN KARENA DITUNJANG OLEH HASIL-HASIL PERKEBUNAN, PETERNAKAN DAN LAIN-LAIN. SEHINGGA PENDAPATAN MASYARAKAT MENJADI TINGGI DAN BERADA DIATAS RATA-RATA PENDAPATAN MASYARAKAT DIDESA SEKITARNYA, SEHINGGA SUDAH SEWAJARNYA APABILA DESA BIYONGA INI NAIK TINGKATANNYA MENJADI DESA SWADAYA, YAITU DESA YANG SUDAH BISA MENGATUR KEBUTUHAN HIDUP MASYARAKATNYA SECARA MANDIRI TANPA HARUS BERGANTUNG DARI KECAMATAN ATAU KABUPATEN. BEBERAPA TAHUN KEMUDIAN DESA BIYONGA DIRUBAH MENJADI KELURAHAN BIYONGA SAMPAI SAAT INI KELURAHAN BIYONGA MASIH TETAP EXIST.
2. SEJARAH KELURAHAN KAYUBULAN
Awal mula berdirinya Ayuhulalo (Kayubulan) yaitu Pada tahun 1788 berawal dari tumbuhnya sehamparan Pohon Yang Batang dan Daunya berwarna kuning yang tumbuh di Parasamya yang sekarang sudah menjadi taman menara Keangungan Limboto. Melihat banyaknya pohon yang tumbuh tersebut masyakat belum mengetahui nama dan jenis dari pohon itu. Masyarakat melihat warna dari pohon seperti warna bulan sehingga masyarakat sekitar mengatakan bahwa pohon tersebut adalah AYUHULALO artinya kayu yang berwarna kuning seperti bulan. Namun pada tahun tersebut Ayuhulalo pemerintahannya masih bersifat adat sekitar 140 Tahun.
Dan Kelurahan Kayubulan terbentuk / lahir sejak tahun 1928 yang pada saat itu masih berstatus desa hingga tahun 1974 dengan berkembangnya dunia pemerintahan status desa berubah menjadi kelurahan pada tahun 1974 hingga sekarang.
3. SEJARAH KELURAHAN BULOTA
Kelurahan Bulota sebelumnya adalah Desa yang dibentuk pada tahun 1800 sampai dengan tahun 1825 yang dipimpin oleh seorang kepala Desa yang bernama TALOWO OLII, yang kemudian dialihkan statusnya menjadi kelurahan pada bulan Januari 1982 sampai dengan sekarang.
- Tahun 1982; Pada masa ini aktifitas masyarakat Kelurahan mulai mengalami perkembangan yang pesat. System pemerintahan berjalan dengan sangat baik dan terus mengalami pergantian kepala Kelurahan dari setiap periode jabatan. Sarana dan prasarana Kelurahan sudah permanen. Di kelurahan ini sudah banyak juga diberikan bantuan program baik dari pemerintah pusat dan kabupaten yang pada waktu itu masih di propinsi Sulawesi utara pada tahun ini juga kelurahan mengalami bencana alam seperti gempa bumi dengan kekuatan skala righter dan tidak menelan korban
- Tahun 2006; Pada masa ini kelurahan bulota mendapat musibah penyakit diare yang diakibatkan oleh banjir. Penderita berjumlah 12 orang dan 1 orang meninggal dunia. Seiring dengan berjalannya waktu pun mulai banyak program dan bantuan datang ke kelurahan ini. Seperti halnya penanggulanan banjir dan pembuatan drainese, MCK serta pembangunan jalan terus berlangsung juga mendapat perhatian dari pemerintah kabupaten yakni program pengembangan kecamatan (PPK)
- Tahun 2007; pada tahun ini kelurahan bulota mendapatkan bantuan langsung berupa pembangunan MCK dan rumah layak huni dari P2KP khususnya bagi masyarakat yang ekonomi lemah.
- Tahun 2008 ; tahun ini kelurahan kembali mendapat perhatian dari pemerintah dengan program bantuan pembangunan pendidikan anak usia dini
- Tahun 2009 ; tahun ini pemerintah kembali memberikan bantuan PUAP dari dinas pertanian untuk para petani sebagai penambah modal usaha di bidang pertanian sehingga mengurangi beban para petani itu sendiri.
Sejarah berdirinya Kelurahan Bulota dari tahun 1800 dengan susunan Kepala Desa yang pernah menjabat selama rentan waktu sebagai berikut :
- Tahun 1800 s/d tahun 1825 : Kepala Desa Talowo Olii
- Tahun 1825 s/d tahun 1857 : Kepala Desa Bobihu Madalahula
- Tahun 1857 s/d tahun 1866 : Kepala Desa Pulu Kamali
- Tahun 1866 s/d tahun 1896 : Kepala Desa Bakoka Taniyo
- Tahun 1896 s/d tahun 1939 : Kepala Desa Walangadi Hilimi
- Tahun 1939 s/d tahun 1951 : Kepala Desa Lihawa Botutihe
- Tahun 1951 s/d tahun 1972 : Kepala Desa Saleh Aliwu
- Tahun 1972 s/d tahun 1980 : Kepala Desa Husain L. Botutihe
- Tahun 1980 s/d tahun 1981 : Kepala Kelurahan Husain P. Usman
- Tahun 1981 s/d tahun 1987 : Kepala Kelurahan Harun K. Lumula
- Tahun 1987 s/d tahun 1990 : Kepala Kelurahan Danial Halid
- Tahun 1990 s/d tahun 1990 : Kepala Kelurahan Dani Wuso
- Tahun 1990 s/d tahun 1991 : Kepala Kelurahan Abd. Rahman Nuna
- Tahun 1991 s/d tahun 1994 : Kepala Kelurahan Harun Dj. Rahim
- Tahun 1994 s/d tahun 1995 : Kepala Kelurahan Amin Rahmola
- Tahun 1995 s/d tahun 2000 : Kepala Kelurahan Dani Wuso
- Tahun 2000 s/d tahun 2001 : Kepala Kelurahan Kadir Suleman
- Tahun 2001 s/d tahun 2002 : Kepala Kelurahan Danial Sude
- Tahun 2002 s/d tahun 2003 : Kepala Kelurahan Djafar Bangga
- Tahun 2003 s/d tahun 2005 : Kepala Kelurahan Djafar S. Aliwu
- Tahun 2005 s/d tahun 2007 : Kepala Kelurahan Abd. Rahman Demolingo
- Tahun 2007 s/d tahun 2008 : Kepala Kelurahan Halid Ibrahim
- Tahun 2008 s/d tahun 2010 : Kepala Kelurahan Mohamad Jufri Damima SSTP
- Tahun 2010 s/d tahun 2012 : Kepala Kelurahan Muhamad Rizal Botutihe, SSTP
- Tahun 2012 s/d tahun 2014 : Kepala Kelurahan Muchtar Potutu. S.Ag
- Tahun 2014 s/d tahun 2018 : Kepala Kelurahan Sudarmadji Hasan
- Tahun 2018 s/d sekarang : Kepala Kelurahan Muh. Eka Putra M. Olii, S.STP
LETAK GEOGRAFIS
BATAS DESA
UTARA : Kelurahan Malahu
TIMUR : Desa Talumelito
SELATAN : Kelurahan Dutulanaa
BARAT : Kelurahan Biyonga
LINGKUNGAN
Lingkungan Tapamohengu (Lingkungan I),
Lingkungan Patala (Lingkungan II),
Lingkungan Manggulipa (Lingkungan III),
Limgkungan Dunggala (Lingkungan IV),
Lingkungan Polahua (Lingkungan V),
4. Sejarah Kelurahan Dutulanaa
Filosofi Sejarah adalah untuk mempertahankan dan mengenang atau mengingat kembali suatu kejadian atau keadaan masa yang lalu, yang memiliki nilai-nilai yang sangat sakral yang menjadi dasar untuk berpijak bagi penerus sejarah itu sendiri. DUTULANAA adalah gabungan dua kata yang mempunyai arti yaitu :
- Dutula yang berarti Sungai
- Naa yang berarti Nama Seorang Olongia Bionga pada saat itu, Olongia itu sendiri adalah sebutan pada Seorang Kepala Kelurahan pada jaman dulu.
Dulu sebelum menjadi Kelurahan, Dutulanaa adalah bentangan aliran sungai yang sangat besar. Oleh Olongia Bionga menyarankan agar aliran sungai tersebut di alihkan ketempat lain, supaya akan ada lahan datar yang luas, yang bisa dijadikan sebuah perkampungan dan bisa menjadi tempat tinggal oleh masyarakat setempat.
Saran tersebeut disampaikan kepada Hutuomonu, yang selanjutnya disampaikan kepada Teman-temannya. Dengan jumlah yang sangat sedikit dan alat seadanya,mereka bersama-sama bahu-membahu melaksanakan saran Olongia Bionga tersebut. Sehingga dalam kurun waktu yang relatif tidak terlalu lama apa yang disarankan oleh Olongia Bionga terlaksana, dan bekas aliran sungai tersebut menjadi sebuah dataran dan dikenal dengan sebutan Dutula Mohengu yang ada di Kelurahan Bulota. Masyarakat pun mulai menempati serta membangun tempat tinggal seadanya ditempat itu.
Seiring dengan perkembangan jaman, pendudukpun kian bertambah, maka pada tahun 1660 Resmi menjadi satu Desa yang namanya seperti apa yang kita ketahui saat ini yakni Dutulanaa atau menjadi Desa Dutulanaa. Adapun yang menjadi Kepala Desa pada saat itu adalah orang yang dianggap mampu oleh masyarakat, dan atas pilihan dari masyarakat tersebut terpilihlah Bapak Hedingo (Alm.) dan oleh Beliau Desa Dutulanaa dibagi menjadi Tiga Dusun yaitu :
1. Dusun Butato atau Butatoa
Butato yang berarti tempat melintasnya Olongia menuju danau untuk mencari ikan.
2. Dusun Linggotu atau Hilonggo-linggotua
Linggotu yang berarti Jalan yang berlubang-lubang.
3. Dusun Tolite
Tolite yang berarti sebuah pohon besar yang dijadikan tempat berteduh oleh Olongia saat beliau mencari ikan di Danau Limboto.
Pada tanggal 1 Januari 1981 dengan adanya Peraturan Pemerintah maka Desa Dutulanaa resmi menjadi satu Kelurahan yaitu Kelurahan Dutulanaa dimana yang menjabat Kepala Kelurahan yang pertama kali yaitu Bapak Harun Dj. Rahim (Alm.), dan 3 dusun tersebut menjadi Lingkungan dengah tetap memakai nama sebelumnya.
Akhir sejarah kami cantumkan nama-nama yang menjabat kepala Desa dan Kelurahan dari pertama terbentuk pada tahun 1660 sampai dengan tahun 2014
1. Bapak Alm. Hedingo memerintah dari Tahun 1660 – 1709
2. Bapak Alm. Garai Naue memerintah dari Tahun 1709 – 1775
3. Bapak Alm. Djiba memerintah dari Tahun 1775 – 1835
4. Bapak Alm. Hasan Djafar memerintah dari Tahun 1835 – 1841
5. Bapak Alm. Ub. Amara memerintah dari Tahun 1841 – 1890
6. Bapak Alm. Nani Bula memerintah dari Tahun 1890 – 1904
7. Bapak Alm. Huntu Rahmola memerintah dari Tahun 1904 – 1935
8. Bapak Alm. Rahim Kadir memerintah dari Tahun 1935 – 1950
9. Bapak Alm. Notu Badu memerintah dari Tahun 1950 – 1952
10. Bapak Yantu Badu memerintah dari Tahun 1952 – 1974
11. Bapak Alm. Harun Dj. Rahim memerintah dari Tahun 1974 – 1982
12. Bapak Daud Rahim memerintah dari Tahun 1982 – 1984
13. Bapak Alm. Rudin Kau memerintah dari Tahun 1984 – 1990
14. Bapak Alm. Danial Halid memerintah dari Tahun 1990 – 1994
15. Bapak Kisman Pakaya memerintah dari Tahun 1994 – 1999
16. Ibu Anitje Usman memerintah dari Tahun 1999 – 2004
17. Bapak Romi H. Ali memerintah dari Tahun 2004 – 2009
18. Bapak Abd. Zakir Neo S.STP memerintah dari Tahun 2009 – 2010
19. Bapak Chandra Wijaya Tangahu S.STP memerintah dari Tahun 2010 -2014
20. Bapak Muh. Eka Putra Olii, S.STP memerintah dari Tahun 2014-2016
21. Bapak Moh.Putra Iqro, S.STP,M.SI memerintah dari Tahun 2016-2018
22. Bapak Djefriyanto Nusi,S.STP,M.SI memerintah dari Tahun 2018- Agustus 2019
23. Ibu Karlina Tombokan, S.IP memerintah dari Bulan Agustus 2019 Sampai dengan sekarang.
5. Sejarah Kelurahan Hepuhulawa
Nama Hepuhulawa terbagi dua yaitu Hepu yang artinya adalah, Tumbuhan sejenis tebu yang ditemukan di kawasan ini, dan Hulawa yang artinya adalah emas, sehingga akhirnya nama itu disatukan sehingga melahirkan nama satu kampung yaitu Hepuhulawa.
Kelurahan Hepuhulawa Kecamatan Limboto terbentuk / lahir sejak tahun 1926 yang pada saat itu masih berstatus desa hingga tahun 1974 dengan berkembangnya dunia pemerintahan status desa berubah menjadi kelurahan pada tahun 1974 hingga sekarang.
Dari perjalanan keberadaan kelurahan Hepuhulawa sampai dengan sekarang yang menjadi barometer desa dan kelurahan se Kabupaten Gorontalo telah dijabat kurang lebih 16 kepala Desa / Kelurahan sebagaimana terlampir.
Kelurahan Hepuhulawa terdiri dari 4 lingkungan dengan luas wilayah 400,2 Ha dengan batas-batas sebagai berikut :
Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kelurahan Biyonga
Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kelurahan Dutulanaa dan Bulota
Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Danau Limboto
Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kelurahan Kayubulan
Jumlah penduduk Kelurahan Hepuhulawa Tahun 2014 berjumlah 5266 jiwa yang terdiri dari laki-laki 2585 jiwa dan perempuan 2681 jumlah KK : sejumlah 1340 KK tersebut terdapat KK Miskin sejumlah 124 KK yang terdiri dari penerima raskin.
Saat ini Kelurahan Hepuhulawa Kecamatan Limboto telah menjadi pusat Pemerintahan, Perekonomian, Pariwisata, Pertanian, Perikanan dan Peternakan bahkan sekarang ini telah bermunculan industry-industri rumah tangga yang menjadi perhatian masyarakat Kabupaten Gorontalo bahkan telah dikunjungi dari Provinsi-Provinsi dan Kecamatan Tetangga.
6. Sejarah Kelurahan Hutuo
Diperkirakan pada tahun 1830 ada sekolompok masyarakat dari Kerajaan Suwawa yang melintas ke barat Daerah Hulontalangi, setelah melewati beberapa tempat dan tibalah di tempat ini mereka singgah dan mereka tertarik dengan genangan-genangan air yang ada. Kemudian mereka sepakat untuk tinggal beberapa waktu di tempat ini untuk meneliti genangan air tersebut. Dalam penelitian tersebut mereka menemukan sejenis ikan dan ikan tersebut dinakan ikan Hutuo. Setelah mereka menemukan dan memberi nama ikan tersebut kemudian mereka berjalan ke utara mencari alat untuk memancing dan mereka menemukan alat tersebut dan mereka namakan Wangea. Setelah itu mereka menyusuri wilayah tersebut mereka menemukan rumput ilalang dalam bahasa Gorontalo padengo yang luas sehingga mereka namakan Padedaa. Setelah mereka mengelilingi tempat ini mereka menemukan sumur besar dan mereka namakan Alidaa. Setelah mereka mengelilingi tempat ini mereka mendirikan Pos atau rumah penjagaan yang mereka namaka Rumah Jaga setelah itu mereka mereka juga mengelilingi wilayah bagian selatan dan mereka menemukan pasir yang mengeluarkan air lalu mereka namakan Butu Hungayo. Kemudian mereka melanjutkan penelitian dan mereka menemukan seseorang yang bernama Olidatu dan setelah itu mereka menutup penelitian mereka dan menetapkan batas yang mereka namakan Dehuwalolo. Maka dari sekolompok masyarakat Kerajaan Suwawa mengahiri penelitian mereka dan kemudian sebahagian dari mereka melanjutkan perjalanan dan sebahagian tinggal menetap disini dan mereka yang tinggal membentuk Pemerintahan yang dinamakan Kampung Hutuo yang dimulai dari kepala Desa yang bernama Amara. Dari nama-nama yang mereka temukan telah disepakati unntuk dijadikan nama-nama lingnkungan dengan urutan sebagai berikut :
1. Lingkungan I Rumah Jaga
2. Lingkungan II Padedaa
3. Lingkungan III Wangea
4. Lingkungan IV Alidaa
5. Lingkungan V Butuhungayo
6. Lingkungan VI Olidatu
7. Lingkungan VII Dehuwalolo.
Dan adapun susunan kepala desa sejak berdirinya kampung Hutuo sampai dengan sekarang adalah :
NO | NAMA | TAHUN MENJABAT |
1
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 |
AMARA
PAILIYA PAYUHU NAUE OTTO IBR. KALUKU D. TANTU K. POMALINGO K. LAIYA G. NAUE BIKI Y. NAUE A. KALEYA SUDE KAU NZAM BUNGA ISHAK MANTULI KISMAN PAKAYA SUKIMAN KAU CHANDRA PUTRA, S.STP RIA CITRAWATI SUAIB, S.STP, M.SI FITRIYATI PKAYA, ST PUTRA MOH. IQROK, S.STP HAJARAH TALUPE, S.PD |
1892 – 1895
1895 – 1899 1899 – 1903 1903 – 1909 1909 – 1912 1912 – 1916 1916 – 1918 1918 – 1928 1928 – 1932 1932 – 1948 1948 – 1949 1949 – 1950 1950 – 1973 1973 – 1994 1994 – 1996 1996 – 1999 1999 – 2008 2008 – 2009 2009 – 2013 2013- 2016 2016 – 2017 2017 – 2019 2019 - sekarang |
7. Sejarah Kelurahan Kayumerah
Nama Desa Kayumerah berasal dari Bahasa Daerah Gorontalo yakni AYU - MELA. Dimana pada zaman
dahulu bahwa Masyarakat sering melihat sebatang pohon kayu yang sangat besar dan sering mengeluarkan cahaya
berwarna merah yang menyala seperti api. Sehingga dibuatlah kesepakatan untuk memberikan nama desa AYU -
MELA atau dalam bahsa indonesia KAYUMERAH.
Adapun Pemerintah yang menjabat sebagai Kepala desa masing-masing :
1. N. DUNGGI dari Tahun 1940 – 1953
2. T. L. KAABA dari Tahun 1953 – 1964
3. DJAMADI MAHMUD dari Tahun 1964 – 1975
4. HARUN PARAMATA dari Tahun 1975 – 1990
5. MANSUR WALANGADI dari Tahun 1990 – 2001
6. RUSTAM E.A. CAMARU dari Tahun 2001 – 2002
7. ROSITA YUNUS dari tahun 2002 – 2003
8. HERI DAUD dari tahun 2003 – 2004
9. NURDIN POLAMOLO dari tahun 2004 – 2005
10. YUDAN PULUHULAWA dari tahun 2005 – 2009
11. SUDARMADJI HASAN dari Tahun 2009 – 2010
12. FIRDA HINTA dari Tahun 2010 - 2013
13. ZAINAL SALEH dari Tahun 2013 – 2014
14. NURHAYATI MODJO USMAN dari Tahun 2014 – 2017
15. HERSON M. HASAN Tahun 2017 – 2019
16. ISWAN ABDUL HASAN Tahun 2020
Wilayah Kelurahan Kayumerah memiliki Luas Tanah 744 Ha. Dengan batas – batas sebagai berikut :
Utara berbatasan dengan Kelurahan Bongohulawa
Selatan berbatasan dengan Kelurahan Hunggaluwa
Barat berbatasan dengan Desa Pone Kecamatan Limboto Barat
Timur berbatasan dengan sungai Huludu Pitango
8. Sejarah Kelurahan Polohungo
Wilayah Polohungo sebelum dihuni oleh masyarakat merupakan wilayah hutan yang didalamnya terdapat pohon – pohon besar . pada tahun 1838 hiduplah dua orang pengembara bernama Dula dan Dani yang berasal dari Tapa dalam perjalanan mereka melewati wilayah Telaga sehingga mereka sampai diwilayah limboto tepatnya disungai yang kering yang bernama Tapamohengu dan mereka sampai disungai yang besar bernama Tapadaa yaitu terletak diwilayah polohungo. Dari sekelompok masyarakat diwilayah pengunungan tersebut terdapat hamparan tanaman polohungo kemudian pada saat itu masyarakat belum memiliki nama wilayah maka diberi nama polohungo dan mata pencaharian masyarakat yang terletak dipegunungan yaitu bercocok tanam, masyarakat dipegunungan sering berpindah – pindah tempat atau tidak menetap ditempat maka disebut Molueelo. Setelah perkembangan dari wilayah polohungo Tahun 1905 wilayah tersebut diberi nama kampung Biyonga yang terdiri dari beberapa lingkungan termasuk lingkungan polohungo, lingkungan Tapadaa dan blok molueelo dengan luas kurang lebih 2609.207 Ha sesuai Perda No 3 tahun 2010 yakni pemekaran kelurahan Polohungo dari kelurahan Biyonga. Dan sampai sekarang kelurahan polohungo terdiri dari 4 lingkungan yakni lingkungan I ( YIPILO ), Lingkungan II (Tapadaa), lingkungan III (Dulalowa) , Lingkungan IV (Batu Merah) dan terdiri dari 4 Blok yaitu Blok Pade, Blok Pahu, Blok Botubulotu dan Blok Molueelo. kemudian dilihat dari jumlah kepadatan penduduk Kelurahan Polohungo yakni Jumlah Penduduk pada tanggal 09 Desember 2010 sampai dengan sekarang yakni 1689 Jiwa yang terdiri dari Laki-laki : 860 Jiwa dan Perempuan : 829 Jiwa, dengan Jumlah Kepala Keluarga (KK) : 439 KK dan Jumlah KK Miskin sebanyak : 334 KK.
Jumlah Penduduk KK Miskin yang menerima Program Subsidi Raskin : 334 KK
Jumlah Penduduk yang menerima Jamkesmas sebanyak 1513 Jiwa
9. Sejarah Kelurahan Hunggaluwa
Sebelum Pemerintah Hindia Belanda berkuasa, Hunggaluwa sudah ratusan tahun sudah ada, Hunggaluwa ini adalah salah satu yang termasuk Desa yang berada di Kerajaan Limutu (Limboto). Dalam sejarah berdirinya Gorontalo dikenal dengan 5 Wilayah adat atau 5 Kerajaan yaitu :
- Kerajaan Suwawa
- Kerajaan Hulondalo dikenal Gorontalo
- Kerajaan Limutu dikenal Limboto
- Kerajaan Bulango dikenal Kecamatan Tapa
- Kerajaan Atinggola
Oleh karena itu, 5 Kerajaan diatas ini dikenal sebagai Provinsi Gorontalo dan merupakan Wilayah kesatuam adat yang mempunyai berbedaan-perbedaan tapi terikat satu perjanjian. Pada tahun 1200Masehi dipersatukan oleh Raja Wadi Polapa bergelar Adat Ilahudu, pada waktu itu Kerajaan Limboto masih beribu kota Limboto atau Limutu dipusatkan di Hindalo ( Limehe Timur ) yang pada saat ini adalah Desa Ujung di Kecamatan Batudaa sebelah barat.
Setelah Belanda masuk, Limboto dipindahkan di Hunduluyu yang tempatnya di Kelurahan Bongohulawa dan Biyonga dengan melihat perubahan situasi dan kondisi maka dipindahkan lagi ke Desa Pone, sesudah itu dipindahkan lagi ke Ibu Kota Limboto yang sekarang Kelurahan Hunggaluwa, bekas Kerajaan itu dapat dijelaskan tepat di jalan Yos Sudarso Lingkungan I. di Keluarahan Hunggaluwa yang dulunya berdiri Mesjid yang sekarang di pindahkan ke Kelurahan Kayubulan yang di kenal dengan sekarang dengan nama Mesjid Agung Baiturrahman Limboto.
Tahun 1870 Kerajaan Limboto Berubah menjadi Odordistik (Desa) yang dikenakan dengan Kecamatan Limboto sudah menjadi satu wilayah dimana Kelurahan Hunggaluwa sebagai salah satu Wilayah Kelurahan.
10. Sejarah Kelurahan Tilihuwa
Kelurahan Tilihuwa adalah kelurahan pemekaran dari Kelurahan Kayumerah.Tilihuwa resmi dikukuhkan oleh Bupati Gorontalo pada tanggal 10 Desember 2010.Kelurahan tilihuwa terdiri dar 3 lingkungan yaitu lingkungan Libuo,Tinelo dan Tilihuwa.
Nama Kelurahan Tilihuwa diambil dari nama salah satu lingkungan yang ada di kelurahan ini yaitu Tilihuwa.Tilihuwa adalah nama sejenis tumbuhan merambat yang biasa menempel di pohon besar.Dahulu tumbuhan ini banyak terdapat disini olehnya masyarakat lazim menyebut daerah itu sebagai tilihuwa.Tumbuhan ini memiliki banyak khasiat dalam mengobati berbagai penyakit.dari sinilah harapan masyarakat menyepakati nama tilihuwa agar kiranya nanti tilihuwa dapat memberikan manfaat bagi lingkungan sekitar.