Muhammad Syam Marfaly

Abuya Tgk. Syaikh H. Muhammad Syam Marfaly (Lahir: Lhung Tarok, Blangpidie, tahun 1937 Wafat: 29 Agustus 2009) atau yang dikenal dengan Abu Syam atau Abu di Blang adalah ulama kharismatik Aceh yang pernah memimpin Dayah Bustanul Huda Blangpidie. Dayah yang didirikan oleh Syaikh Teuku Mahmud Ahmad (Abu Syekh Mud) ini sebelumnya dipimpin oleh menantu Abu Syekh Mud yaitu Abuya Syaikh Tgk. H. Abdul Hamid Kamal. Setelah Abu Hamid meninggal pada tahun 1980, kepemimpinan dayah ini diserahkan kepada Abu Syam hingga beliau meninggal pada tahun 2009.[1] Semasa hidupnya, Abu Syam selain mengurus dayah ia juga aktif mengurus beberapa organisasi.

Kehidupan pribadi

Abu Syam lahir di desa Lhung Tarok, Kecamatan Blangpidie, Kabupaten Aceh Selatan (sekarang Aceh Barat Daya) pada tahun 1937. Ayah beliau bernama Khalifah Makrufen bin Khalifah Ali dan ibu beliau Hj. Aisyah binti Tgk. Muhammad Ali.

Seperti umumnya pada masyarakat Aceh, pendidikan dasar yang diperoleh seorang anak dalam keluarga adalah diberikan dari orang tua mereka, terutama yang berhubungan dengan pendidikan agama dan akhlak. Di samping itu juga, Abu juga belajar di Sekolah Rakyat (SR) di Blangpidie tapi tidak selesai karena terhimpit faktor ekonomi keluarga yang tidak mendukung dan juga disebabkan oleh meninggalnya Ayah beliau.

Setelah Abu berhenti sekolah Abu membantu orang tua dengan bertani. Pada tahun 1955 Abu berdagang di Blangpidie. Karena aktifitas Abu di Blangpidie dekat dengan Masjid Jamik Blangpidie, maka beliau pun menjadi salah seorang jama’ah Mesjid tersebut. Karena rutin mendengar ceramah dan pengajian dari Abuya Tgk. T. Syeh Mahmud bin Tgk. Ahmad (Pendiri/pimpinan Dayah Bustanul Huda) maka beliau tertarik untuk pergi mengaji.

Maka pada tahun 1958 Abu berangkat ke Dayah/Pesantren Darussalam Labuhan Haji, Aceh Selatan pimpinan Abuya Tgk. Syekh Muhammad Muda Waly Al-Khalidy untuk menimba ilmu. Abu belajar dan mengajar di Darussalam selama 17 tahun lamanya.

Setelah selesai Abu di Darussalam maka pada tahun 1975 Abu menikah dengan Hj. Rusnida asal desa Blangporoh Labuhan Haji Aceh Selatan dan dari perkawinan tersebut beliau dikarunai tiga orang anak,yaitu : Nurbaiti Syam Marfaly, Nur Asyqiyati Syam Marfaly dan Tgk. H. Muhammad Qudusi Syam Marfaly.

Pada hari sabtu tanggal 8 Ramadhan 1430 H bertepatan 29 Agustus 2009[2] tepat pada pukul 08.30 WIB, Abu Syam berpulang kerahmatullah di rumah pribadi beliau yaitu di Dayah Bustanul Huda Jl. Cot Seutui Gampong Keude Siblah Blangpidie Aceh Barat Daya setelah beliau menderita sakit empedu. Beliau sempat dirawat di Rumah Sakit Harapan Bunda Banda Aceh. Menurut keterangan dokter yang merawat Abu Syam, beliau terkena penyakit penyumbatan pembuluh empedu. Maka pada tanggal 17 Agustus 2009 keluarga Abu Syam membawa pulang beliau ke Blangpide

Berita tentang meninggalnya Abu Syam beredar sangat cepat dikalangan masyarakat sehingga dalam waktu singkat ribuan masyarakat berbondong-bondong ke tempat Abu Syam, lokasi Dayah Bustanul Huda penuh dengan masyarakat yang shalat jenazah. Upacara pelepasan jenazah dan shalat langsung dipimpin oleh putra laki-laki beliau yaitu: Muhammad Qudusi yang diikuti oleh para Ulama, Pimpinan Dayah dari Kabupaten Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Nagan Raya, dan Aceh Barat, tokoh masyarakat , Pejabat Militer dan Polisi serta ribuan masyarakat. Abu Syamdikebumikan di komplek Dayah Bustanul Huda Blangpidie Aceh Barat Daya.

Memimpin Dayah dan Perjuangan

Dayah Bustanul Huda merupakan salah satu Dayah tua dipantai Barat Selatan Aceh. Pada mulanya Dayh ini bernama Jami’atul Muslimin yang didirikan oleh Tgk. Syeh Ismail (tidak diketahui tanggal dan tahun yang jelas) yaitu pada masa penjajahan Belanda di Aceh yang lokasinya di Mesjid Jamik Agung Blangpidie sekarang. Setelah Tgk. Syeh Ismail berpulang Kerahmatullah maka Dayah Jami’atul Muslimin dipimpin oleh tgk. Yunus Lhong seorang Ulama dari Lhong Aceh Besar. Pada saat pergolakan Tgk. Peukan di Blangpidie yang disaat itu Tgk. Peukan syahid, maka Tgk. Yunus Lhong mengubur Tgk. Peukan sebagai mana layaknya meninggal seorang syuhada yaitu tanpa dimandikan dan dikafan. Maka pemerintah Hindia Belanda pada saat itu mencap Tgk. Yunus Lhong seorang yang berdiri dipihak pemberontak sehingga Belanda tidak mengizinkan Tgk. Yunus Lhong untuk tinggal di Blangpidie.

Sepeninggal Tgk. Yunus Lhong mak dengan sendirinya aktivitas Dayah terhenti. Maka pada tahun 1926 atas inisiatif tokoh masyarakat pada saat itu mendatangkan seorang Ulama lain yaitu Abuya Tgk. T. syeh Mahmud Bin T. Ahmad (Abu syeikh Mud) lulusan dari Dayah Yan Kedah Malaysia.

Pada saat itu Abu Syehmud mengganati nama Dayah dari Jami’atul Muslimin menjadi Dayah Bustanul Huda dan dibawah kepemimpinan beliau Dayah Bustanul Huda berkmbang dengan pesat santri-santri berdatangan dari seluruh Daerah. Sehingga melahirkan murd-murid yang handadal. Diantaranya Abuya. Tgk. Syeh H Muhammad Wali Al Khalidy (pendiri Dayah Darussalam Labuhan Haji), Tgk. H. Adnan Mahmud Bakongan (nek Abu), Tgk Ja’far Lailon, Tgk. Syekh H. Jailani Musa dan lain-lain.

Pada tahun 1966 Abu Syekh Mud meninggal dunia maka Dayah Bustanul Huda dipimpin oleh menantu beliau yaitu Abuya Tgk. Syekh H. Abdul Hamid Kamal yang dikenla dengan sebutan Abu Hamid. Abu Hamid pada saat itu juga sudah mendirikan Dayah yaitu Dayah Raudhatul Ulum Kuala Batee maka dengan sendirinya Abu Hamid memimpin dua buah dayah. Pada tahun 1980 Abu Hamid meninggal dunia maka ata inisiatif keluarga Abu Hamid dan tokoh masyarakat pada saat itu meminta kesediaan kepada Abuya Tgk. Syekh H. Muhammad Syam Marfaly untuk memimpin Dayah Bustanul Huda.

Pada tahun 1983 karena lokasi tidak memungkinkan untuk mengembangkan pendidikan maka Abu memindahkan lokasi Dayah ke Desa Keude Siblah yaitu di lokasi sekarang (Jl. Cot Seutui).

Di lokasi baru tersebut yang merupakan tanah pribadi Abu, perkembangan Dayah mulai pesat, santri mulai berdatangan untuk menetap di Dayah Bustanul Huda, sntri yang menetap mulai dari wilayah Blangpidie sampai berdatangan merata dari seluruh kabupate yang ada di Aceh. Bahkan ada dari Sumatra Utara, Sumtra Barat, Jambi, dan Riau. Pada tahun 1989 Abu mulai menerima satri putri untuk menetap dan belajar di Dayah Bustanul Huda Blangpidie.

Santri Abu banyak yang telah berhasil bahkan ada yang telah mendirikan Dayah diantarnya: Tgk. Hajad, pimpinan Dayah Nurul Muhsinin Beuruneun kabupaten Pidie , Tgk. Abubakar Yusuf, pempinan Dayah Bustanul Huda kecamatan Mutiara Timur kabupaten Pidie, Tgk. M. Husen Pimpinan Dayah. Tgk. Chik Fadil Diriwat Kembang Tanjung pidie. Tgk. Lukmanul Hakim pimpinan Dayah bustanul Huda Muara Tebo Provinsi Jambi, Tgk. Azhar syam Pimpinan Dayah Dayah Darul Wasi’ah Pekan Baru Riau.Tgk. mahyuddin pimpinan Dayah di Padang sumatera Barat, Tgk. M. tulot pimpinan Dayah Darul Huda kec. Babahrot, Tgk. Marah Hitam pimpinan dayah di Kuala Batee, Tgk. H. Ja’far Amja pimpinan Dayah Sirajul Ibad Meukek Aceh Selatan, Tgk. Junaidi Al Firdaus pimpinan Dayah Bustanul Fhata Aron Kuta Baro,Pidie, Tgk. Ramli pimpinan Dayah Babul Hidayatul Muslim Lhung Baro Nagan Raya, Tgk. Syamsul Bahari pimpinan Dayah Bahrulm ulum Diniyah Islamiyah kecamatan Meuraxa Kota Lhoksumawe dan lain-lain.

Dalam mengembangkan dayah, Abu tidak mau menerima sumbangan Pemerintah walupun pada masa itu yaitu di saat Orde Baru berkuasa pernah menawarkan sumbangan ratusan juta rupiah tapi Abu tetap menolaknya. Alasan Abu tidak mau menerima sumbangan Pemerintah disebabkan karena yang memberikan tersebut ada maunya sehingga apa yang secara tidak langsung mulut kita terbungkam dan tidak berani mengkritik sehingga menjadi corong pemerintah bukan coong masyarakat.

Untuk menjalankan Dayah, Abu hanya menerima sumbangan ikhlas dari masyarakat, selain itu juga ada dari wali murid Santri yang menetap di Dayah Bustanul Huda. Dan selain itu juga hasil dari perkebunan kelapa sawit milik Dayah Bustanul Huda.

Untuk menghidupi keluarga, Abu bertani dan berkebun. Abu turun sendiri kesawah dan kebun, disamping itu juga dibantu oleh santri-santri Abu. Dan Abu menananmkan kepada santri Abu untuk mandiri sehingga tidak tergantung kepada pihak lain, sehingga bila santri tersebut sudah mampu kelak membangun pesantren ada jiwa mandiri seperti yang dikerjakan oleh Abu.

Selain dari memimpin Dayah Abu juga aktif melakukan Majelis Ta’lim yaitu malam jum’at di Mesjid Jamik Kutatinggi Blangpidie untuk Masyarakat umum dan malam sabtu di Mesjid Jamik Blangpidie tapi karena pergolakan konflik Aceh semakin memanas pada masa itu maka pada tahun 2001 pengajian tersebut dihentikan. Dan pada hari jum’at usai shalat jum’at Abu membuka Majelis Ta’lim untuk Jama’ah Ibu-Ibu di Dayah Bustanul Huda dan pada hari Rabu untuk jama’ah Laki-Laki yang sampai sekarang masih aktif.

Kiprah Dalam PERTI dan Masyarakat

Sejak Pemilu tahun 1955 Abu Syam sudah aktif di PERTI (Persatuan Tarbiyah Islamiyah) yang pada saat itu PERTI termasuk sebagai salah satu Partai Politik peserta Pemilu dan pada awal msa orde baru berkuasa Abu Syam masih tetap eksis di Partai Islam PERTI, walaupun pada saat itu beliau diajak dengan berbagi macam cara untuk bergabung dengan orsospol GOLKAR (Golongan Karya) bahkan beliau pernah diancam keselamatan jiwa tetapi beliau masih tetap teguh pendirian di PERTI. Disaat kebijakan Pemerintah Orde Baru yang hanya membolehkan 3 Partai (2 Partai dan 1 golkar) akhirnya PI PERTI berfusi dengan empat partai Islam lainnya di dalam wadah Partai Persatuan Pembangunan (PPP) maka Abu pun ikut aktif dalam PPP,bahkan beliau pernah menjabat posisi penting dalam PPP yaitu Ketua Majelis Pertimbangan Cabang PPP Aceh Selatan pada saat itu. Tapi, walaupun aktif di PPP Abu tidak pernah mau menjadi anggota legislative walaupun pernah ditawar beberapa kali oleh fungsionaris PPP untuk duduk di “kursi rakyat” tersebut dengan alas an sebab jika Abu memilih legislative tersebut,Dayah akan terbengkalai karena sibuk dengan urusan politik.

Dalam organisasi kemasyarakatan, Abu aktif di PERTI dan pada tahun 1997 Abu menjabat sebagai Ketua PERTI Aceh Selatan. Pada saat kepemimpinan beliaulah PERTI kembali berkibar di Aceh Selatan,beliau menghidupkan kembali pengurus PERTI disetiap kecamatan yaitu Pengurus Anak Cabang (PAC) dan di setiap desa yaitu Pengurus Ranting (PR) dan beliau turun langsung ke kecamatan dan desa dlam melantik PAC dan PR PERTI.

Dan pada saat itu, Abu Syam berencana membuka kembali MTI-MTI PERTI di Aceh Selatan yang sudah lama mati, tetapi akibat konflik di Aceh yang semakin memanas maka hal tersebut tidak terwujud.

Pada tahun 2003, Aceh Barat Daya di memekarkan diri dari Kabupaten Aceh Selatan, maka Abu Syam mendirikan PERTI di Kabupaten Aceh Barat Daya (ABDYA). Sebelum pelaksanaan MUSCAB (Musyawarah Cabang) Abu Syam terlebih dahulu mengumpulkan para Ulama,Birokrat,pengusaha,politisi dan tokoh masyarakat yang ada di Abdya untuk membicarakan pelaksanaan MUSCAB PERTI yang perdana di Abdya.

Hasil dari pendapat tersebut terlaksananya MUSCAB pada tanggal 8 s/d 10 Mai 2003 di Dayah Bustanul Huda Blangpidie Abdya. Pelaksanaa MUSCAB berlangsung meriah.Sehari sebelum Muscab, di adakan pawai ta’ruf PERTI keliling Kabupaten Aceh Barat Daya. Pada hari pembukaan dihadiri oleh ribuan masyarakat dan juga hadir dari DPP PERTI Bapak. Ir. H. Ibrahim Arif, M. Agr dan juga hadir dari DPD PERTI NAD. Dan pada Muscab tersebut terpilih Abuya Syam Marfaly sebagai Ketua DPC PERTI Aceh Barat Daya secara aklamasi dan juga berhasil membentuk pengurus DPC PERTI yang diisi oleh tokoh-tokoh, seperti Bupati Aceh Barat Daya (Drs. Burhanuddin M. Sampe, MM) sebagai Wakil Ketua DPC PERTI. Pada tahun 2008, Abu Syam juga mendorong pembentukan Pengurus Cabang Organisasi Pelajar Islam (PC OPI) dan Pengurus Cabang Kesatuan Mahasiswa Islam (PC KMI) Aceh Barat Daya.

Selain di PERTI, Abu juga aktif di dalam Pengurus Besar Dayah Inshafuddin Aceh beliau duduk sebagai salah seorang wakilo ketua Majelis Syura PB Dayah Inshafuddin Aceh , kemudian Abu juga sebagai Wakil Ketua Majelis Syura Pengurus Besar Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) , di Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh (MPU) Abu dipercayakan sebagai salah seorang Dewan Syuyukh Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, dan Abu juga pernah menjabat sebagai Ketua Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) Cabang Blangpidie. Selain dari memimpin dayah, semasa hidup Abu juga sebagai Imam Besar Mesjid Jamik Agung Blangpidie.

Rujukan

  1. ^ Nawafil, Rozal (2021-06-04). "Haul Abuya Tgk. Syekh H. Muhammad Syam Marfaly". Ranah Pertalian Adat dan Syarak. Diakses tanggal 2022-06-25. 
  2. ^ "Alumni Dayah Bustanul Huda Blangpidie Peringati Haul Abuya Tgk Syekh H Muhammad Syam Marfaly". Serambinews.com. Diakses tanggal 2022-06-25.