Muhammad Nurdin Nasution
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Muhammad Nurdin Nasution adalah seorang prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang kemudian beralih ke birokrasi. Karier akhir di TNI sebagai Dandim 026 Rantau Prapat dan pangkat terakhir Kolonel. Di birokrasi sebagai Bupati Tapanuli Selatan selama 18 Tahun.
Kehidupan Awal
Lahir 23 Oktober 1923 di Lorong 19, Pulobrayan, Medan anak pasangan Muhammad Yusuf Nasution dengan Mariah Lubis. Tahun 1930-1937 sekolah di Vervog School, dan sampai 1940 di Ambach School (sekolah pertukangan) Medan. Pada tahun yang sama menyelesaikan pendidikan agama di Ibtidaiyah dan Tsanawiyah.
Setahun kemudian M. Nurdin Nasution bekerja pada bengkel perusahaan Kereta Api Deli Spoorweg Maatschappij (DSM) yang sekarang Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) di bengkel Pulobrayan Medan. Hanya setahun bekerja, M. Nurdin Nasution terpaksa berhenti karena penjajah Jepang masuk ke Indonesia.
Masa Perjuangan
Pada tahun 1945-1946 M. Nurdin Nasution bergabung dengan Pasukan Barisan Pemuda Indonesia dipimpin Langlang Buana, dan M. Nurdin Nasution dipercaya sebagai salah satu kepala pasukan. Pada 1946-1947 M. Nurdin Nasution bergabung dengan Laskar Hizbullah dipimpin Bachtiar Yunus dan menjadi Komandan Yon Hizbullah Wilayah Perjuangan Medan Area. Tahun 1947 seluruh Lasykar Rakyat dan badan perjuangan di seluruh Indonesia dihapuskan dan bergabung ke dalam TNI, yang di pusat dipimpin Jenderal Sudirman. M. Nurdin Nasution ikut bergabung dan ditetapkan sebagai Komandan Kompi-II BN-K Brigade B Sektor I, dengan pangkat Letnan Satu (Lettu) dibawah pimpinan Mayor Bejo dengan wilayah perjuangan Medan Area sampai Asahan dan Labuhan Batu. Dari tahun 1948-1949 menjadi Komandan Komando Militer Pertempuran Daerah Terpencil di bawah pimpinan Kapten Manaf di Asahan dan Labuhanbatu.
M. Nurdin Nasution terlibat dalam berbagai kontak senjata dengan Belanda dalam mempertahankan kemerdekaan, di antaranya beberapa peristiwa heroik yang dikenal dan dicatat dalam sejarah perjuangan kemerdekaan di Sumatra Utara seperti pertempuran Medan Area (Glugur Hong) dan pertempuran Kampung Masjid (Labuhan Batu).
Pada April 1952 dan Maret 1953 dari Kodam II/Bukit Barisan, M. Nurdin Nasution ditugaskan untuk menumpas Gerakan DI/TII pimpinan Kahar Muzakkar di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan. Dari September 1953 sampai maret 1956 ditugaskan ke Aceh dalam penumpasan Gerakan DI/TII pimpinan Daud Beureuh. Selanjutnya, 1957-1958 menerima penugasan operasi penumpasan PRRI sebagai Pasi-4 RI-2 Resimen Infantri 2 di Siantar. Kemudian diangkat sebagai Komandan Batalyon C pertama, Resimen Infantri 3 yang kemudian menjadi Batalyon 123/Rajawali, dari 1958-1959.
Melalui perundingan, Kapten M Nurdin Nasution bersama seorang anggotanya bertemu dengan pimpinan Kompi Singa Mandailing PRRI, Mahmud Nasution, di Hutagunung Baringin, Kotanopan. Singa Mandailing menyerahkan persenjataannya dalam satu upacara di halaman markas Batalyon 123 di Panyabungan (sekarang halaman RSU Panyabungan). Setelah itu Kapten Inf M Nurdin Nasution naik pangkat satu tingkat menjadi Mayor Infantri sesuai keputusan Menteri Pertahanan. Setelah berakhirnya operasi penumpasan PRRI dan ditandai dengan menyerahnya Kolonel Simbolon, Mayor M Nurdin Nasution menempati posisi Kepala Staf Resimen Infatri-3 Kodam II/BB di Padangsidimpuan.
Periode Bupati
Sejak tahun 1956 sampai dengan tahun 1968, Mayor M Nurdin Nasution ditugaskaryakan sebagai Bupati Tapanuli Selatan. Dalam mengemban tugas ini, wibawa dan kebijakan serta ketulusan M Nurdin Nasution dalam mengemban tugas, menciptakan kesan tersendiri bagi seluruh masyarakan Tapanuli Selatan. "M Nurdin Nasution dalam kepemimpinannya sebagai Bupati Tapanuli Selatan, selalu tabah menghadapai setiap persoalan. Kepemimpinannya begitu menonjol, banyak melakukan kunjungan ke desa terpencil. Dia adalah sosok Bupati pekerja keras, dan namanya harum sampai ke daerah pedesaan." kata Abdul Muis Nasution dalam buku 'Perjalanan Anak Desa' karya H Pandapotan Nasution.[1]
Pada masa kepemimpinannya, Bupati M Nurdin Nasution banyak melakukan dan memprakarsai pembangunan berbagai infrastruktur seperti:
- Pembangunan Universitas Tapanuli (UNITA) yang merupakan cikal bakal IKIP sekarang
- Memprakarsai pembangunan Sekolah Teknologi Menengah (STM)
- Persawahan di Desa Sibiobio
- Pembangunan Masjid Raya Padang Sidempuan yang kemudian diresmikan Jenderal Abdul Haris Nasution
- Pembangunan pengairan persawahan di Maga, Kabupaten Mandailing Natal sekarang
- Pembangunan Jembatan Siborang di Sungai Batang Ayumi Padang Sidempuan, yang kemudian diresmikan menteri PU Ir. Sutami
- Pembangunan Stadion Naposo yang sekarang ditabalkan menjadi Stadion HM Nurdin Nasution
- Memprakarsai Pembangunan Daerah Air Minum, dan lain sebagainya
Pada 1966 pangkat militer H.M. Nurdin Nasution dinaikkan satu tingkat menjadi Letnan Kolonel (Letkol) sesuai SK Pangdam I/BB. September 1968, H.M. Nurdin Nasution mengakhiri jabatannya sebagai Bupati Tapanuli Selatan dengan terhormat. Setelah menjabat Bupati Tapanuli Selatan, H.M Nurdin Nasution menjabat Komandan Kodim 206 Rantau Prapat Korem-201/Pantai Timur (1968-1970).
Setelah dua tahun menjabat Dandim 026/Rantau Prapat, Letkol H.M. Nurdin Nasution kembali dikaryakan dan diangkat untuk kedua kalinya sebagai Bupati Tapanuli Selatan periode 1970-1974, sehingga secara keseluruhan H.M Nurdin Nasution menjabat sebagai Bupati Tapanuli Selatan selama 18 tahun dan menjadi yang terlama[2] sepanjang sejarah Tapanuli Selatan.
Untuk pengangkatan yang kedua kalinya menjadi Bupati ini, Letkol H.M Nurdin Nasution menggantikan Ahmad Negara Nasution yang hanya menjabat selama dua tahun dan meninggal dunia di Jakarta. Sebelumnya Ahmad Negara juga yang menggantikan H.M. Nurdin Nasution. Pada 21 Desember 1973, sesuai SK Pangdam I/BB, pangkat H.M. Nurdin Nasution naik menjadi Kolonel. Pada tahun 1975 H.M Nurdin Nasution mengakhiri masa jabatan sebagai Bupati Tapanuli Selatan. Kemudian pada tahun 1978 Kolonel (Purn) H.M Nurdin Nasution memasuki masa pensiun.
Keluarga dan akhir hayat
September 1979 H.M. Nurdin Nasution meninggal dunia pada usia 56 tahun. H.M. Nurdin Nasution dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Jalan Sisingamangaraja, Kota Medan. Pernikahannya dengan Hj. Asmah Lubis (meninggal dalam usia 84 tahun pada Januari 2008), dikaruniai tujuh anak yaitu:
- Hj. Emmy Mariaty Nasution
- Ir. H. Aswin Nurdin Nasution
- Letnan Jenderal TNI (Purn.) Azmyn Yusri Nasution[3]
- Elly Nur Nasution
- H. Nurwin Nasution
- Hj. Enny Syafrida Nasution
- Eddy Nur Nasution, SE
Untuk mengenang nama H.M. Nurdin Nasution di Kota Padang Sidempuan, nama Stadion Naposo Padang Sidempuan yang merupakan kebanggan masyarakat Tapanuli Bagian Selatan (Tabagsel) resmi berubah nama menjadi stadion H.M Nurdin Nasution (Peraturan Daerah Nomor: 11/2005 tanggal 27 Oktober 2005). Acara peresmian ditandai pembukaan tirai selubung oleh wali kota Padangsidimpuan Drs H.Zulkarnaen Nasution bersama putra-putri Almarhum H.M. Nurdin Nasution dilapangan hijau Stadion Naposo Jalan Melati.
Referensi