Dukun

Penyihir/Pendulum/Petuah dalam kepercayaan Melayu
"Untuk kegunaan lain dari dukun, lihat pula perdukunan".

[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Een medicijnman van Sabiroet Mentawai-eilanden TMnr news|url=http://indonesiaexpat.biz/featured/something-wicked-this-way-comes/%7Ctitle=Something Wicked This Way Comes - Indonesia Expat|date=2012-10-23|newspaper=Indonesia Expat|language=en-US|access-date=2017-11-02}}</ref>

Dukun dalam pengertiannya yang asli dan tidak dibedakan dari istilah “orang pintar”, mempunyai peranan signifikan dalam masyarakat.[1] Adanya pengobatan medis modern dan asuransi kesehatan, terutama di daerah pelosok, tidak dapat menyingkirkan eksistensi pengobatan alternatif melalui dukun. Penyembuhan penyakit secara non-medis tersebut masih dipraktikkan dan masih menjadi pilihan utama masyarakat karena lebih murah dan lebih mudah. Di Kediri, dukun yang membantu menyembuhkan penyakit sangat dibutuhkan dan dihormati di masyarakat, sehingga mereka memegang peranan sosial yang cukup penting. Para pasien yang datang untuk berobat ke sana tidak hanya terbatas dari dalam Kediri saja, tetapi juga dari luar Kediri, hingga luar provinsi, bahkan luar pulau Jawa.[2]

Di [pranala nonaktif permanen]</ref>

Jenis-Jenis Dukun

Teridentifikasi sejumlah kategori dukun sebagai berikut:[3]

  1. Dukun Beranak atau disebut juga dengan dukun bayi, berperan seperti bidan dalam membantu proses persalinan.
  2. Dukun Pijet Berkeahlian dalam pijat-memijat, membantu menyelesaikan masalah pada tubuh atau anggota tubuh yang sakit atau kurang berfungsi dengan baik, misalnya badan pegal-pegal atau kaki keseleo karena terjatuh/kecelakaan, dll. (ketok magic).
  3. Dukun Parewangan/Dukun Suwuk atau disebut juga dengan cenayang, dapat bertindak sebagai medium perantara agar dapat berhubungan dengan makhluk gaib/alam gaib,[3] di samping keahlian utama dalam mengobati berbagai macam penyakit, mulai dari penyakit fisik, mental, spiritual, dan juga yang berkaitan dengan aspek sosial.[2]
  4. Dukun Calak Membantu proses khitan.
  5. Dukun Wiwit Membantu pada ritual pemungutan hasil panen dan spesialis upacara ritual.
  6. Dukun Penganten Membantu pada acara ritual dan upacara pernikahan.
  7. Dukun Petungan Ahli dalam peramalan menggunakan angka dan metode numerik dalam perhitungan hari baik untuk melangsungkan pernikahan, memulai suatu bisnis, dll.
  8. Dukun Sihir/Dukun Tenung/Dukun Santet Ahli sihir
  9. Dukun Susuk Memiliki keahlian dalam menggunakan jenis logam tertentu atau batu khusus untuk membantu klien mengumpulkan kekuasaan, kekuatan, atau kecantikan.
  10. Dukun Jampi Merupakan jenis dukun yang memanfaatkan tanaman herbal dan tanaman masyarakat asli lainnya untuk menyembuhkan orang.
  11. Dukun Japa Berkeahlian dalam memberikan mantra-mantra atau jampi-jampi.
  12. Dukun Siwer Memiliki keahlian khusus dalam mencegah suatu keadaan alam yang pada waktu tertentu tidak dikehendaki, misalnya mencegah agar hujan tidak turun pada saat diadakannya suatu acara, dll.

Tidak semua keahlian dalam setiap jenis dukun itu dimiliki serta dilakukan oleh seorang dukun.[2] Umumnya seorang dukun memiliki semua kapasitas perdukunan tersebut, kecuali dalam hal pijat dan persalinan. Jenis dukun calak untuk melakukan khitan juga tidak dimiliki oleh setiap dukun, sebab kemampuan dukun calak lebih cenderung menekankan ke bidang pengobatan daripada hal gaib.

=

Pemberian

=

Cultural Capital

Secara keseluruhan, kemampuan gaib yang dimiliki di antara para dukun sesuai dengan konsep Pierre Bourdieu tentang cultural capital, yaitu karena kemampuan tersebut diturunkan atau dipelajari dalam rentang waktu tertentu. Konsisten dengan konsep tersebut, kurang tersedianya lapangan pekerjaan, kurangnya capital atau “modal” (seperti pendidikan, keahlian, atau jaringan), kebutuhan akan sumber ekonomi, faktor budaya, serta tingkat kompetisi dalam tatanan sosial dan politik, adalah apa yang merupakan ‘field’ dari dukun. Sementara kemampuan menyediakan jasa gaib sehingga menjadikannya sebagai pekerjaan utama merupakan habitus dari kegiatan perdukunan. Habitus dijelaskan sebagai suatu ingatan atau sejarah yang terlupakan, yang muncul sebagai respon atas ketidakpastian keadaan dan kondisi kompetitif pada ‘field’ yang memaksa dilakukannya strategi bertahan meski dengan segala konsekuensi dan konsensus yang ada, termasuk apabila strategi tersebut bertentangan dengan norma, nilai, serta sistem kepercayaan yang dianut. Di Indonesia, pemahaman mengenai ajaran agama diajarkan dari lingkung keluarga, sehingga pengetahuan apapun yang ada hubungannya dengan agama telah tertanam sejak masa anak-anak. Namun demikian, selain hal-hal agama, terdapat pula kebudayaan di Nusantara yang berada di luar konteks ajaran agama, yang dapat diketahui anak-anak, dan secara sadar atau tidak terselip ke dalam benak mereka. Selama waktu kebersamaan mereka dengan orang tua, anak-anak mampu menyerap berbagai perilaku dan dogma yang berlaku di masyarakat. Oleh sebab itu dalam mental anak-anak, tidak hanya ajaran agama yang melekat, tetapi termasuk juga unsur-unsur adat di luar ajaran agama. Berdasarkan hal itu, menurut hasil penelitian Bourdie, terlepas dari apakah orang-orang di Nusantara ingat atau tidak, terkadang masih tersimpan kepercayaan animisme, dinamisme, serta pada hal-hal mistis, dan tetap menjaganya dalam perbuatan mereka, di samping menjalankan ajaran agama yang telah dianut.[2]

Referensi

  1. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama :0
  2. ^ a b c d Arini, Ratih Tyas; Alimi, Moh Yasir; Gunawan, Gunawan (2016-08-22). "The Role of Dukun Suwuk and Dukun Prewangan in Curing Diseases in Kediri Community". KOMUNITAS: INTERNATIONAL JOURNAL OF INDONESIAN SOCIETY AND CULTURE (dalam bahasa Inggris). 8 (2): 328–338. doi:10.15294/komunitas.v8i2.4461. ISSN 2460-7320. 
  3. ^ a b Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama :2