Pertempuran Jamal
Perang Jamal (bahasa Arab: معرکة الجمل, translit. Maʿrakat al-Jamal) adalah pertempuran yang terjadi antara pasukan Khalifah ke-4, Ali bin Abi Thalib (berkuasa 656–661 M) melawan pasukan pemberontak yang dipimpin oleh Aisyah, Thalhah dan Zubair pada bulan Desember 656 M. Ali adalah sepupu dan menantu dari Nabi Islam, Muhammad, sedangkan Aisyah adalah istri favorit Muhammad,[11][12] yang menjadi janda dan dilarang untuk menikah lagi setelah meninggalnya beliau,[13] sedangkan Thalhah and Zubair, keduanya adalah sahabat Muhammad yang terkemuka.
Perang Jamal | |||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Bagian dari Perang saudara Islam pertama | |||||||
Ali dan Aisyah pada Perang Jamal | |||||||
| |||||||
Pihak terlibat | |||||||
Pasukan Ali and Banu Hasyim |
Aisyah, Talhah, and Zubair's forces and Banu Umayyah | ||||||
Tokoh dan pemimpin | |||||||
Ali ibn Abi Talib Hasan bin Ali Husain bin Ali Malik ibn al-Harith Ammar bin Yasir Muhammad bin Abu Bakar Abdurrahman bin Abi Bakar Muslim bin Aqil Abu Qatada Jabir bin Abdullah Muhammad bin al-Hanafiyah Abu Ayyub al-Anshari Qays ibn Sa'd Qathm bin Abbas Abdullah ibn Abbas Khuzaimah bin Tsabit Jundab bin Ka'b al-Asadi |
Aisyah Thalhah bin Ubaidillah † Zubair bin Awwam † Muhammad bin Thalhah † Ka'b bin Sur † Abdullah bin Zubair Marwan bin al-Hakam (POW) Abdullah bin Safwan Yahya bin al-Hakam (WIA) Utbah bin Abi Sufyan Zufar bin al-Harits al-Kilabi Abdurrahman bin Attab bin Asid † | ||||||
Kekuatan | |||||||
~10,000[7] | ~10,000[8] | ||||||
Korban | |||||||
>400-500[9] | >2,500[10] |
Kubu Aisyah memberontak dengan dalih untuk membalas pembunuhan terhadap Khalifah ke-3, Utsman. Baik upaya Ali untuk menyelamatkan Utsman maupun peran utama Aisyah dan Thalhah dalam menghasut umat Muslim untuk melawan Utsman tercatat dengan baik dalam berbagai riwayat. Pertempuran ini dimenangkan oleh Ali, sedangkan untuk Thalhah dan Zubair, keduanya tewas dibunuh, dan Aisyah ditangkap.
Latar Belakang
Nepotisme dan degradasi moral dianggap meluas pada pemerintahan Khalifah ke-3, Utsman.[14] Pada tahun 656 M, ketika ketidakpuasan publik terhadap despotisme dan korupsi mencapai titik didih, Utsman pun dibunuh oleh pemberontak dalam serangan di kediamannya.[15] Di antara orang-orang yang vokal mengkritisi Utsman adalah Thalhah dan Zubair, keduanya sahabat terkemuka nabi Islam Muhammad; serta Aisyah, seorang janda Muhammad. Peran utama Thalhah dan Aisyah dalam menghasut umat Muslim melawan Utsman tercatat baik dalam berbagai riwayat.[16] Berbagai sejarawan telah menulis akan ambisi Thalhah dan Zubair yang ingin menjadi khalifah setelah Utsman, meskipun mereka berdua mungkin tidak memiliki dukungan publik yang cukup.[17]
Ali, yang merupakan sepupu dan menantu dari Muhammad, telah berupaya menjadi penengah antara pemberontak dan Utsman. Meskipun ia mengutuk pembunuhan terhadap Utsman, Ali kemungkinan besar menganggap bahwa pemberontakan yang dilakukan adalah gerakan untuk menuntut perlakuan yang adil oleh rakyat miskin dan yang kehilangan haknya.[18] Putranya Ali, Hasan, terluka oleh massa yang marah saat dirinya berjaga di kediaman Utsman atas permintaan Ali.[19]
Tak lama setelah Utsman tewas terbunuh, massa di Medina beralih ke Ali untuk kepemimpinan yang mana awalnya ditolak olehnya.[20] Reza Aslan mengaitkan penolakan awal Ali atas tawaran menjadi Khalifah dengan polarisasi komunitas Muslim setelah pembunuhan Utsman.[21] Di sisi lain, Durant mengajukan bahwa bahwa, "[Ali] menghindar dari drama di mana agama telah digantikan oleh politik, dan pengabdian oleh intrik."[22] Namun demikian, dengan tidak adanya oposisi yang serius dan didesak terutama oleh para pemberontak dari Irak dan Anshar, Ali akhirnya mengambil peran khalifah dan umat Islam memenuhi Masjid Nabawi di Madinah dan halamannya untuk ber-bai'at kepadanya.[23] Menurut Shaban, keributan setelah pembunuhan Utsman mungkin telah memaksa Ali untuk menerima kekhalifahan untuk mencegah kekacauan lebih lanjut.[24]
Thalhah dan Zubair adalah beberapa yang kemungkinan berbaiat kepada Ali pada waktu itu.[25] Meskipun tidak terdapat catatan mengenai adanya kekerasan menurut Madelung, Thalhah dan Zubair pada akhirnya mengingkari bai'at mereka, mengklaim bahwa bai'at mereka kepada Ali adalah disebabkan oleh tekanan publik.[26] Veccia Vaglieri menganggap klaim ini adalah palsu dan berbagai laporan lain menunjukkan bahwa Thalhah dan Zubair pindah haluan setelah mereka gagal untuk memperoleh posisi pemerintahan di Basra dan Kufa dan ketika Ali mulai menghapuskan kebijakan Utsman yang memberikan hak-hak mewah bagi elit penguasa, termasuk kepada Thalhah dan Zubair.[27] Beberapa laporan mengindikasikan bahwa Ali melarang pendukungnya untuk memaksa siapapun berbai'at kepadanya.[28]
Dengan dalih pergi untuk berhaji, Thalhah dan Zubair meninggalkan Madinah menuju Makkah, di mana mereka menemukan sekutu yang kuat, yakni Aisyah, yang permusuhannya terhadap Ali terdokumentasi dengan baik.[29] Aisyah adalah istri favorit Muhammad dan bergelar ibu dari orang-orang yang beriman.[30][31] Setelah mengetahui kalau Ali menjadi Khalifah, Aisyah, yang sebelumnya menghasut pemberontakan terhadap Utsman, sekarang secara publik menuduh Ali mengayomi para pembunuh Utsman dan membangkitkan amarah orang-orang Makkah untuk membalaskan kematian Utsman, saudara sekota mereka.[32] Aisyah, Thalhah dan Zubair menuntut agar Ali digulingkan dan membentuk sebuah dewan untuk menunjuk penggantinya, yang kemungkinan adalah Thalhah atau Zubair.[33] Ketiganya bergabung dengan rekan-rekan Utsman, termasuk Marwan, dan mantan pejabat lainnya yang tidak puas akan pemerintahan Ali.[34] Makkah pun dengan cepat menjadi sarang pemberontakan melawan khalifah.[35]
Lihat pula
Referensi
- ^ (Madelung 1997, hlm. 168)
- ^ (Madelung 1997, hlm. 166)
- ^ MacLean, Derryl N. (1989), Religion and Society in Arab Sind, pp. 126, BRILL, ISBN 90-04-08551-3
- ^ (Madelung 1997, hlm. 176, 177)
- ^ (Madelung 1997, hlm. 167, 8)
- ^ Crone 1980, pg. 108
- ^ (Hazleton 2009, hlm. 107)
- ^ (Hazleton 2009, hlm. 107)
- ^ (Madelung 1997, hlm. 177)
- ^ (Madelung 1997, hlm. 177)
- ^ "Hadith - Chapters on Virtues - Jami` at-Tirmidhi - Sunnah.com - Sayings and Teachings of Prophet Muhammad (صلى الله عليه و سلم)". sunnah.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-12-13. Diakses tanggal 2021-12-06.
- ^ Ibnu Katsir. Tafsir Ibnu Katsir - QS 4:128. hlm. 421 – 422. Diarsipkan dari versi asli tanggal 21 Agustus 2021.
- ^ "Surah Al-Ahzab - 6". quran.com. Diakses tanggal 2022-07-07.
- ^ (Hazleton 2009, hlm. 86). (Bodley 1946, hlm. 349). (Madelung 1997, hlm. 81). (Momen 1985, hlm. 21). (Abbas 2021, hlm. 117)
- ^ (Glassé 2001, hlm. 423). (Abbas 2021, hlm. 119)
- ^ (Madelung 1997, hlm. 107, 118, 119). (Abbas 2021, hlm. 122, 123, 125, 135). (Hazleton 2009, hlm. 87, 89, 93, 95, 102, 103). (Bodley 1946, hlm. 349, 350). (Jafri 1979, hlm. 62, 64). (Rogerson 2006, hlm. 289). (Tabatabai 1977, hlm. 52, 53). (Poonawala 1982). (Veccia Vaglieri 2021). (Veccia Vaglieri 2021b)
- ^ (Madelung 1997, hlm. 141). (Hazleton 2009, hlm. 104). (Momen 1985, hlm. 24). (Jafri 1979, hlm. 63)
- ^ (Jafri 1979, hlm. 63, 64)
- ^ (Abbas 2021, hlm. 125). (Hazleton 2009, hlm. 95). (Jafri 1979, hlm. 62)
- ^ (Madelung 1997, hlm. 142). (Momen 1985, hlm. 22). (Abbas 2021, hlm. 129). (Gleave 2021)
- ^ (Aslan 2011, hlm. 131, 132)
- ^ (Abbas 2021, hlm. 128)
- ^ (Madelung 1997, hlm. 141, 142). (Hazleton 2009, hlm. 99). (Jafri 1979, hlm. 63). (Rogerson 2006, hlm. 286, 287). (Gleave 2021)
- ^ (Shaban 1971, hlm. 71)
- ^ (Madelung 1997, hlm. 144, 145). (Rogerson 2006, hlm. 287). (Veccia Vaglieri 2021b)
- ^ (Madelung 1997, hlm. 144, 145). (Abbas 2021, hlm. 130, 132). (Rogerson 2006, hlm. 289)
- ^ (Poonawala 1982). (Abbas 2021, hlm. 132). (Hazleton 2009, hlm. 104). (Veccia Vaglieri 2021). (Veccia Vaglieri 2021b)
- ^ (Madelung 1997, hlm. 145). (Abbas 2021, hlm. 130, 132)
- ^ (Madelung 1997, hlm. 107, 157). (Abbas 2021, hlm. 106, 135, 136). (Hazleton 2009, hlm. 25, 104). (Jafri 1979, hlm. 27). (Rogerson 2006, hlm. 294). (Poonawala 1982)
- ^ "Hadith - Chapters on Virtues - Jami` at-Tirmidhi - Sunnah.com - Sayings and Teachings of Prophet Muhammad (صلى الله عليه و سلم)". sunnah.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-12-13. Diakses tanggal 2021-12-06.
- ^ Ibnu Katsir. Tafsir Ibnu Katsir - QS 4:128. hlm. 421 – 422. Diarsipkan dari versi asli tanggal 21 Agustus 2021.
- ^ (Madelung 1997, hlm. 107, 147, 155, 156). (Hazleton 2009, hlm. 146, 147). (Poonawala 1982). (Veccia Vaglieri 2021)
- ^ (Madelung 1997, hlm. 157, 158). (Rogerson 2006, hlm. 289, 291)
- ^ (Abbas 2021, hlm. 135). (Madelung 1997, hlm. 147). (Poonawala 1982)
- ^ (Madelung 1997, hlm. 155)