Mas Asmaoen

dokter di Hindia Belanda

Mas Asmaun (16 Mei 1880 – 11 Juni 1917) adalah seorang dokter Jawa asal Kota Malang dan bumiputra pertama yang menerima gelar dokter Belanda dari Universiteit van Amsterdam. Ia juga menerima gelar dokter Jawa dari School Tot Opleiding Van Indische Artsen (STOVIA)-gelar ini diberikan untuk orang-orang bumiputra setelah lulus dari STOVIA.

Dokter Indonesia pertama lulusan Belanda, sketsa C. van Huut Kardos (1932)

Informasi Pribadi
Lahir(1880-05-16)16 Mei 1880
Belanda Malang, Jawa Timur, Hindia Belanda.
Meninggal11 Juni 1917(1917-06-11) (umur 37)
Belanda Belanda
KebangsaanJawa (Indonesia)
AlmamaterUniversiteit van Amsterdam, STOVIA
PekerjaanDokter
Dikenal atasDokter Indonesia pertama lulusan Belanda.
Suami/istriAdriana Punt[1]

Biografi

Mas Asmaun adalah putra dari pasangan Raden Mas Soemodiprodjo, kelahiran Surakarta dan Nyi Mas Diprodjo Arliah. Ia mempunyai saudara perempuan bernama Raden Ayu Siti Sarina. Mas Asmaun sempat mengenyam pendidikan di STOVIA (sekolah dokter untuk bumiputra) sebelum akhirnya diizinkan menempuh pendidikan di Belanda untuk mendapatkan gelar dokter penuh.

Menurut de Vries dalam buku "Jaarboek van Batavia en Omstreken", ada seorang dokter pribumi pertama di Indonesia. Ia adalah Mas Asmaun, lulusan dokter dari STOVIA. Ia lulus dari STOVIA setelah mengemban pendidikan selama 3 tahun. Ia pun bergelar Dokter Jawa-gelar ini diberikan untuk orang-orang pribumi setelah lulus dari STOVIA.[2][3]

Pada 1904, Menteri Urusan Daerah Jajahan Dirk Fock mengeluarkan izin studi kedokteran di Belanda bagi lulusan STOVIA. Abdul Rivai menjadi yang pertama mendapatkannya. Kesempatan untuk melanjutkan studi di Belanda tidaklah mudah. Hanya para siswa yang betul-betul pintar yang mampu mendapat akses terbatas tersebut. Mas Asmaun juga menggunakan kesempatan itu untuk mendaftar. Bersama Mas Boenjamin, Mas Asmaun mencatatkan namanya di fakultas kedokteran Universitas Amsterdam pada 1908. Keduanya merupakan mahasiswa yang cemerlang sejak di STOVIA.[4]

Menurut Hans Pols dalam Nurturing Indonesia: Medicine and Decolonisation in the Dutch East Indies, kendati Abdul Rivai yang pertama masuk Universitas Amsterdam, tetapi Mas Asmaun yang pertama lulus. “Karena Rivai sibuk menulis untuk majalah Bintang Hindia, Asmaun menjadi bumiputra pertama yang menerima gelar dokter Belanda”. Rivai lulus pada Juli 1908 sedangkan Boenjamin pada Oktober 1908. Rivai kemudian menjadi orang Indonesia pertama yang menjadi doktor dari Universitas Gent. Boenjamin mengikuti langkah Rivai dengan mengambil gelar doktor bidang ilmu kedokteran di Universitas Gent pada 9 Oktober 1909. “Dengan demikian, Boenjamin menjadi orang Indonesia kedua dan orang Jawa pertama yang meraih gelar itu".[5][6][7]

Kehidupan Pribadi

Setelah lulus dari Universiteit van Amsterdam, Mas Asmaun sempat beberapa bulan bekerja di Institute of Naval and Tropical Medicine di Hamburg. Begitu mendapat kesempatan pulang ke Hindia Belanda (sekarang: Indonesia). Pada 2 Desember 1908 (usia 28 tahun) di Kota Surabaya, Jawa Timur. Mas Asmaun menikah dengan Adriana Asmaoen-Punt, perempuan berdarah Belanda kelahiran Surabaya, 20 Oktober 1888. Ia dikaruniai 3 orang anak bernama Mathilda Pustelnik Asmaoen, Maximiliaan Cornelis Asmaoen, Rudolf Alexander Asmaoen.

Ia berdinas di Kantor Koninklijk Nederlands Indisch Leger (KNIL) atau kantor Tentara Kerajaan Hindia Belanda sebagai perwira kesehatan KNIL dan menjadi orang Indonesia pertama dalam kedudukan itu. Satu-satunya tujuan dan kepentingannya sejak awal hanya untuk menyelesaikan pendidikan. Karirnya dalam pasukan kandas, karena para perwira Belanda menolak memperlakukan dia sebagai rekan yang setara. Ia dipindahkan ke Irian, tapi disana jatuh sakit karena tidak bisa menyesuaikan diri dengan kondisi di Indonesia. Terlalu lama tinggal di Belanda membuatnya sulit beradaptasi. lalu pindah selamanya ke negeri Belanda dan menjadi warga negara disana melalui naturalisasi.[8]

Lihat pula

Dokter Jawa

Referensi

  1. ^ The Life Summary of Adriana Punt.[1].
  2. ^ Vries, JJ De. "Jarboek van Batavia en Omstreken 1927." Weltevreden: G. koleff & Co., Batavia., 1927. [2].
  3. ^ Hakim, Abdul. 1989. Jakarta Tempo Doeloe. Pustaka Antarkota: Jakarta. Terjemahan dari Jaarboek van Batavia en Omstreken oleh J.J. de Vries. [3].
  4. ^ HESSELINK, LIESBETH. “The STOVIA, Dokter Djawa 1875-1915.” In Healers on the Colonial Market: Native Doctors and Midwives in the Dutch East Indies, 163–224. Brill, 2011. [4].
  5. ^ Pols, H. (2018). Nurturing Indonesia: Medicine and Decolonisation in the Dutch East Indies (Global Health Histories). Cambridge: Cambridge University Press. doi:10.1017/9781108341035.[5]
  6. ^ Hans Pols. "Nurturing Indonesia: Medicine and Decolonisation in the Dutch East Indies". Brill. [6].
  7. ^ Harry A. Poeze, Cornelis Dijk, Inge van der Meulen. "Di Negeri Penjajah: Orang Indonesia di Negeri Belanda, 1600-1950. Kepustakaan Populer Gramedia, 2008. Vol: 412. [7].
  8. ^ Ontwerpen van wet tot naturalisatie van: 1º. KHOUW OEN GIOK; 2º. OEIJ TIANG HOEI; 3º. MAS ASMAOEN.[8],[9]