Prasasti Hujung Langit

Revisi sejak 15 Juli 2022 09.14 oleh 114.125.228.127 (bicara) (→‎Fakta Artefak: Ringkasan singkat)

Prasasti Hujung Langit adalah sebuah prasasti batu yang ditemukan di desa Hakha Kuning peninggalan dari zaman keratuan Sriwijaya, Kecamatan Balik Bukit Kabupaten Lampung Barat, Indonesia. Aksara yang digunakan di prasasti ini adalah Aksara Pallawa dengan Bahasa Melayu Kuno[1]. Tulisan pada prasasti ini sudah sangat aus, namun masih teridentifikasi angka tahunnya 919 Saka atau 997 Masehi. Isi prasasti diperkirakan merupakan pemberian tanah sima, supaya dipergunakan untuk pemeliharaan bangunan suci. Prasasti tersebut menggunakan huruf Kawi varian Sumatera Kuno dan Bahasa Melayu Kuno.

Gambar Prasasti Hujung Langit di Liwa

Isi

Terdapat goresan membentuk pisau belati. Pisau belati tersebut digambarkan terhunus dengan mata belati menghadap ke arah Timur. Penetapan suatu daerah menjadi sima tentunya dengan alasan bahwa di tempat tersebut terdapat suatu bangunan suci. Hal ini mengindikasikan sesuatu peristiwa penting terjadi disana[2].

Haji Yuwa Rajya Punku Syri Haridewa ialah Raja pada zaman sidang saleh kuno di Hara Kuning abad ke-9 hingga mendekati abad ke-13 kemudian ditaklukkan oleh sidang saleh (paksi Pak), paksi pak kuno ditaklukkan kemudian berdirilah kerajaan Islam. Se-zaman dengan Jaman keemasan peradaban islam dengan salah satu tokoh insinyur Sipil Al-Farghani dan Aljazari. Kepaksian didalam konotasi istilah sekarang adalah Kerajaan[3][4].

Fakta Artefak

Fakta artefak prasasti hujung langit paksi pak pra Islam adalah Kerajaan yang eksistensinya kokoh berdiri di tanah Lampung seiring dengan datangnya Islam oleh para Mujahid dari Samudra Pasai yang telah melakukan mustatin syi'ar Islam di Pagaruyung, Tanjung Emas, Tanah Datar. Penabalan 4 khalifah zuriah Sultan Ratu Ngegalang Paksi bertahta di atas puncak gunung pesagi pada tanggal 29 Rajjab 688 Hujarat Rasulullah SAW dengan simbol bendera peperangan AL-LIWA ditancapkan di Hakha Kuning. Tempat di tancapkan nya AL LIWA tersebut bernama Liwa. Sebutan PUNKU hingga saat ini dipertahankan serta di pergunakan sebagai rujukan kebangsawanan Raja sang Sultan yang bertahta di kepaksian seorang laki-laki keturunan lurus tak terputus tertua dari garis ratu dari para penakluk yang bertahta di kepaksian. Struktur organisasi adat di dalam kepaksian ini mencakup sejarah terutama sejarah penaklukan yang Istana pusat pemerintahan Adat nya masih berdiri kokoh hingga sekarang. Di Hanibung terdapat Situs Batu Brak peninggalan dari sang sultan bertahta pada jaman Awal Perjuangan syiar Islam, zaman sebelumnya tempat ini diyakini menjadi lokasi diadakannya hukum umum tempat upacara pengorbanan di masa lalu[5]. Tokoh Paksi Pak dari zaman penyebaran Islam kepada umum Iskandar Zulkarnain sultan yang dipertuan, sultan Ratu Mumelar Paksi, sultan Ratu Ngegalang Paksi, 4 khalifah Sidang Saleh yang disebut Ampu atau Umpu, Umpu Pernong bertahta di Gedung Dalom Kepaksian Pernong, Umpu Nyerupa bertahta di Gedung Pakuon, Umpu Belunguh bertahta di Lamban Gedung, Umpu Bejalan Diway bertahta di Lamban Dalom.

Teks Prasasti

// swasti sri sakalawarsatita 919 margasiramasa. tithi nawami suklaspaksa;

//wa…wara…;

//…Wuku kuninan…;

// … tatakala… satanah sahutan..;

// tatkala punku haji … sri haridewa…;

// di Hujunglangit[6].


Terjemahan menurut Damais (1995)

// Selamat, tahun Saka yang berlalu 919-, bulan Margasira…

//…. tanggal 9 paro terang…

//…hari Was, wuku kuningan…

// …ketika (dibebaskan) tanah dan hutan (dari pajak)…

// ketika yuwaraja… sri haridewa..

// …di Hujunglangit…

Referensi