Pertempuran Laut Aru

Revisi sejak 18 Juli 2022 08.10 oleh Leopard What? (bicara | kontrib) (Beberapa informasi tambahan dan memperbaiki suntingan yang error sebelumnya)

Pertempuran Laut Aru adalah suatu pertempuran yang terjadi di Laut Arafura, Maluku, pada tanggal 15 Januari 1962 antara Indonesia dan Belanda. Insiden ini terjadi sewaktu dua kapal jenis destroyer, pesawat jenis Neptune dan Firefly milik Belanda menyerang RI Matjan Tutul (650), RI Matjan Kumbang (653) dan RI Harimau (654) milik Indonesia yang sedang berpatroli pada posisi 04,49° LS dan 135,02° BT. Komodor Yos Sudarso gugur pada pertempuran ini setelah menyerukan pesan terakhirnya yang terkenal, "Kobarkan semangat pertempuran".

Pertempuran Laut Aru
Bagian dari Operasi Trikora
RI Matjan Tutul
RI Matjan Tutul (650)
Tanggal15 Januari 1962
LokasiLaut Arafura, Indonesia
Hasil

Kemenangan Belanda

RI Matjan Tutul tenggelam, 2 lainnya berhasil selamat
Pihak terlibat
 Indonesia  Belanda
Tokoh dan pemimpin
Komodor Yos Sudarso 
Kolonel Sudomo (POW)
Kapten Wiratno 
Kapten Tjiptadi
Kapten Memet Sastrawiria
Kekuatan
RI Matjan Tutul (Tenggelam)
RI Matjan Kumbang(Rusak)
RI Harimau(Rusak)
Hr. Ms. Evertsen
Hr. Ms. Kortenaer
Hr. Ms. Utrecht
didukung P-2 Neptune dan jenis Fairey Firefly
Korban
Komodor Yos Sudarso
Kapten Wiratno (Kapten kapal RI Matjan Tutul)
Kapten Memet Sastrawiria (Ajudan Komodor Yos Sudarso)
Kapten Tjiptadi
21 orang tenggelam
53 orang ditahan Belanda
-

Armada Indonesia di bawah pimpinan Komodor Yos Sudarso, yang saat itu berada di KRI Macan Tutul, berhasil melakukan manuver untuk mengalihkan perhatian musuh sehingga hanya memusatkan penyerangan ke KRI Macan Tutul. KRI Macan Tutul tenggelam beserta awaknya, tetapi kedua kapal lainnya berhasil selamat.

Pertempuran Laut Aru

Hari H untuk pelaksanaan operasi penyusupan adalah Senin, 15 Januari 1962. Pada H minus tiga (-3), semua kapal ALRI telah merapat di titik pertemuan di sebuah pulau di Kepulauan Aru. Pasukan yang sudah diturunkan dari Hercules AURI juga sudah diangkut kapal dari Letfuan menuju pulau tersebut. Pada hari pertama di titik itu, pesawat-pesawat Belanda sudah datang mengintai. Hal yang sama terjadi pada H -2 dan H -1.

Hari H pukul 17.00 waktu setempat, tiga kapal mulai bergerak. KRI Harimau berada di depan, membawa antara lain Kolonel Sudomo, Kolonel Mursyid, dan Kapten Tondomulyo. Di belakangnya adalah KRI Matjan Tutul yang dinaiki Komodor Yos Sudarso. Sedangkan di belakang adalah KRI Matjan Kumbang.

Menjelang pukul 21.00, Kolonel Mursyid melihat radar blips pada lintasan depan yang akan dilewati iringan tiga kapal itu. Dua di sebelah kanan dan satu di kiri. Blips tersebut tidak bergerak, menandakan kapal-kapal sedang berhenti. Ketiga KRI kemudian melaju. Tiba-tiba terdengar dengung pesawat mendekat, lalu menjatuhkan flare yang tergantung pada parasut. Keadaan tiba-tiba menjadi terang-benderang, dalam waktu cukup lama. Tiga kapal Belanda yang berukuran lebih besar ternyata sudah menunggu kedatangan ketiga KRI.

Kapal Belanda melepaskan tembakan peringatan yang jatuh di samping KRI Harimau. Kolonel Sudomo memerintahkan untuk balas menembak namun tidak mengenai sasaran. Komodor Yos Sudarso memerintahkan ketiga KRI untuk kembali. Ketiga kapal pun serentak membelok 180°. Naas, KRI Matjan Tutul macet dan terus membelok ke kanan. Kapal-kapal Belanda mengira manuver berputar itu untuk menyerang mereka. Sehingga mereka langsung menembaki kapal itu. Tembakan pertama meleset, tetapi tembakan kedua tepat mengenai KRI Matjan Tutul. Menjelang tembakan telak menghantam kapal, Komodor Yos Sudarso meneriakkan perintah, "Kobarkan semangat pertempuran!"

Buntut kejadian

Kemenangan Belanda itu menghentikan usaha Indonesia untuk mengusir pasukan Belanda dan menghasut warga untuk memberontak. Kegagalan ini membuat Jendral Nasution malu dan menolak memberikan kabar ini ke Sukarno, sehingga Kolonel Murshid yang memberi kabar kegagalan ini. Hari itu disebut "Hari Dharma Samudra".

AURI pun berada dalam kondisi ditekan karena misi yang gagal itu. Orang mengira, kekuatan AURI mampu melayang-layang selamanya di udara dan mengawasi setiap jengkal wilayah RI. Bahkan operasi itu sendiri tidak pernah dibicarakan dengan pimpinan AURI. Namun saat gagal, kesalahan ditimpakan ke pihak AURI.

Pada saat rapat antara pemimpin setiap matra angkatan bersenjata, Presiden Soekarno merancang operasi balas dendam terhadap Belanda. Saat ditanya, Nasution dan Martadinata menjawab siap, hanya Suryadarma yang tidak siap. Suryadarma menjelaskan bahwa Pasukan Gerak Tjepat belum mampu untuk itu, dan landasan yang dimiliki oleh AURI masih tidak memadai atau cukup jauh dari Irian. Pada akhirnya, KSAU Soerjadi Soerjadarma diberhentikan oleh Soekarno pada tanggal 19 Januari 1962. [1]

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ "Ketika Si Bung Murka". Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia. 2018-01-19. Diakses tanggal 2022-07-18. 

Pranala luar