Hizbul Wathan

gerakan Islam bercabang dari Sunni


GERAKAN KEPANDUAN HIZBUL WATHAN


Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan (disingkat HW) saat ini adalah salah satu organisasi otonom (ortom) di lingkungan Persyarikatan Muhammadiyah.


Daftar situs HW:


SEJARAH SINGKAT HIZBUL WATHAN

DETIK-DETIK LAHIRNYA HW

Pada suatu hari (Ahad) KHA Dahlan memanggil beberapa guru Muhammadiyah: Bp. Somodirdjo (Manteri Guru Standard-school Suronatan), Bp. Sjarbini (Sekolah Muhammadiyah Bausasran), dan seorang lagi dari Sekolah Muhammadiyah Kota Gede. Beliau berkata kira-kira demikian: “Saya tadi di Solo pulang dari tabligh, sampai di muka Pura Mangkunegaran di alun-alun melihat anak banyak berbaris, setengah sedang bermain-main semuanya berpakaian seragam. Baik Sekali! Apa itu?" Bp. Somodirjo menjelaskan bahwa itu adalah Pandu Mangkunegaran yang namanya JPO (Javaanche Padvinders Organisatie) ialah suatu gerakan pendidikan anak-anak di luar sekolah dan rumah. Mendengar keterangan tersebut KHA Dahlan menyambut: “Alangkah baiknya kalau anak-anak keluarga Muhammadiyah juga dididik semacam itu untuk leladi menghamba kepada Allah.” Selanjutnya beliau mengharap kepada para guru untuk dapat menyontoh gerakan pendididkan itu. Bp. Somodirjo dan Bp. Sjarbini memelopori mengadakan persiapan-persiapan akan mengadakan gerakan pendidikan untuk anak-anak di luar sekolah dan rumah. Mula-mula yang akan digerakkan para guru sendiri terlebih dahulu. Pendaftaran di mulai dan latihan pun diadakan di SD Muhammadiyah Suronatan tiap Ahad sore. Latihan meliputi baris berbaris, bermain tambur, dan olah raga, kemudian tambah PPPK dan kerohanian. Bp. Sjarbini sorang pemuda yang pernah mendapat pendidikan kemiliteran melatih baris berbaris. Banyak pemuda tertarik sehingga pengikut latihan semakin banyak. Akhirnya diadakan penggolongan peserta, yakni golongan dewasa dan anak-anak.


PADVINDER MUHAMMADIYAH

Tahun 1918 adalah saat gerakan HIZBUL WATHAN melangkah yang pertama dengan nama PADVINDER MUHAMMADIYAH. Nama Padvinder Muhammadiyah semakin popular. Pengawasan Padvinder Muhammadiyah ini diserahkan kepada Muhammadiyah Bagian Sekolahan. Oleh Muhammadiyah Bagian Sekolahan dibentuklah pengurus Padvinder Muhammadiyah sbb : Ketua  : H. Muchtar WK Ketua  : H. Hadjid Sekretaris : Somodirdjo Keuangan  : Abdul Hamid Organisasi : Siradj Dahlan Komando  : Sjarbini dan Damiri.

Untuk memajukan gerakan Padvinder itu di rencanakan akan mengadakan studi ke JPO Solo. Agar kunjungan ke JPO Solo tersebut meriah, Bagian Sekolahan mengusahakan uniform kemeja drill kuning dan celana drill biru, sedang untuk setangan leher bentuk mudahnya menggunakan kacu yang banyak dijual ialah kacu merah berbintik hitam. Kedatangan Padvinder Muhammadiyah menggemparkan kota Solo. Di lapangan Mangkunegaran diadakan demontrasi-demontrasi dan macam-macam permainan sebagai perkenalan. Padvinder Muhammadiyah mendapat pelajaran yang sangat berharga dalam kunjungannya ke JPO Solo.


NAMA HIZBUL WATHAN

Sepulang dari kunjungan ke Solo dibicarakan nama dari Padvinder Muhammadiyah. Di rumah Bp. H. Hilal Kauman, R.H. Hajid mengajukan nama yang dianggap cocok pada waktu itu yaitu HIZBUL WATHAN, yang berarti Pembela Tanah Air. Hal ini mengingat adanya pergolakan-pergolakan di luar negeri dan dalam negeri sendiri sedang berjuang melawan penjajahan Belanda. Nama HIZBUL WATHAN sendiri berasal dari nama kesatuan tentara Mesir yang sedang berperang membela tanah airnya. Dengan kata sepakat nama HIZBUL WATHAN dipakai mengganti nama “Pdvinder Muhammadiyah” tahun 1920. Kejadian itu waktunya bertepatan dengan peristiwa akan turunnya dari tahta Paduka Sri Sultan VII di Yogyakarta. Untuk turut menghormat dan akan ikut mengiringkan pindahnya Sri Sultan VII dari keraton ke Ambarukmo, diadakan persiapan-persiapan dan latihan. Pada tanggal 30 januari 1921 barisan HW keluar turut mengiringkan Sri Sultan pindah dari keraton ke Ambarukmo. Keluarga HW mendapat penuh perhatian dari khalayak ramai. Dari saat itulah HW mulai terkenal pada umum. Hal ini ditambah lagi sesudah beberapa hari kemudian HW berbaris dalam perayaan penobatan Sri Sultan VIII dengan para tamu menyaksikannya. HW telah menjadi buah bibir masyarakat. Demikianlah uniform HW mulai dikenal masyarakat. Maka tidak heranlah kadang-kadang kalau ada anak Belanda atau Cina berpakaian Padvinder (NIPV) dikatakan :” Lho, itu ada HW Landa, lho itu ada HW Cina”, yang sebetulnya yang dimaksud adalah Padvinder NIPV, bahkan setiap ada anak berpakaian pandu selalu dikatakan Pandu HW. Pada tanggal 13 Maret 1921 KH. Fachrudin menunaikan ibadah haji yang ke dua kalinya yang diantar oleh barisan Pandu HW dan warga Muhammadiyah sampai di stasiun Tugu. Kyai H. Fachrudin sempat berpesan di depan anggota-anggota HW dengan menanamkan semangat anti penjajahan pada anak HW: “Tongkat-tongkat yang kamu panggul itu pada suatu hari nanti akan menjadi senapan dan bedil”. Pesan Kyai H. Fachrudin ini ternyata benar, karena beberapa tahun kemudian banyak anggota HW yang memegang senjata pada zaman Jepang dengan memasuki barisan PETA (Pembela Tanah Air) seperti : Suharto (eks Presiden RI), Jendral Soedirman (panglima TNI pertama), Mulyadi Joyomartono, Kasman Singodimejo, Yunus Anis, dll.


HW MENOLAK BERGABUNG DENGAN NIPV

Pesatnya kemajuan HW, rupanya mendapat perhatian dari NIPV ialah perkumpulan kepanduan Hindia Belanda. Pada waktu itu gerakan kepanduan yang mendapat pengakuan international hanyalah yang bergabung dalam NIPV tersebut. M. Ranelf seorang pemimpin dari NIPV dan yang memegang perwakilan NIPV telah dating ke Yogyakarta menemui pimpinan HW, mengajak supaya HW masuk dalam organisasi NIPV. Usaha-usaha Ranelf selaku komisaris NIPV tiada hentinya untuk menarik HW menjadi anggota NIPV sehingga ketika Konggres Muhammadiyah tahun 1926 di Surabaya, ia mengikuti HW dalam konggres Muhammadiyah dari awal sampai akhir. Selanjutnya diadakan pertemuan lagi di Yogyakarta oleh Wakil NIPV, mengajak HW masuk ke dalam organisasi NIPV. Tetapi HW adalah HW, bukannya seperti yang biasa disebut padvinder. HW mempunyai prinsip-prinsip yang sukar diterima oleh padvinder, karena akan menyalahi prinsip-prinsip sebagai padvinder. Adapun HW jika dikatakan “itu bukannya Padvinder” bagi HW tidak keberatan, bagi HW adalah Hizbul Wathan mau dikatakan itu padvinder terserah yang mau mengatakannya. Kyai Haji Fachrudin mengetahui bahwa NIPV merupakan kepanduan yang bersifat ke-Belanda-an dan merupakan alat dari penjajah Belanda sehingga ajakan tersebut ditolak HW. Alasan HW menolak ajakan tersebut ialah karena HW sudah mempunyai dasar sendiri yaitu Islam, HW sudah mempunyai induk sendiri yaitu Muhammadiyah. Sesuai dengan induknya HW bersemangat anti penjajah. HW tidak dapat diatur menurut aturan NIPV.


HW PADA MASA PENJAJAHAN JEPANG

Pada permulaan jaman Jepang HW masih nampak kegiatannya, bahkan ikut pawai yang diadakan oleh Jepang dalam rangka merayakan ulang tahun Tenno Heika. Yang memimpin pawai tersebut Haiban hajid. HW terpilih untuk ikut serta dalam pawai karena HW dalam baris berbaris terkenal bagus dibandingkan dengan kepanduan lainnya. Oleh karena itu pandu-pandu dari organisasi lain memberi identitas HW sebagai PANDU MILITER. Kepanduan pada permulaan pendudukan jepang nampaknya akan mendapat kesempatan hidup terus. Namun tidak lama kemudian secara terang-terangan Jepang melarang berdirinya organisasi-organisasi kepanduan serta pergerakan lainnya.


PADA MASA KEMERDEKAAN

Sesudah proklamasi kemerdekaan timbullah kembali keinginan untuk menghidupkan kembali oraganisasi Kepanduan Indonesia. Bentuk dan sifatnya harus sesuai dengan keadaan, yakni satu bentuk organisasi kepanduan yang bersatu meliputi seluruh Indonesia dan tidak terpecah belah. Pada akhir bulan September 1945 di Balai Mataram Yogyakarta berkumpullah beberapa orang pemimpin pandu. Dari HW hadir Bp. M. Mawardi dan Bp. Haiban Habib. Pada tanggal 27-29 Desember 1945 diadakan Kongres Kesatuan Kepanduan Indonesia yang dihadiri +300 orang termasuk utusan dari HW. Dalam konggres ini dengan suara bulat diputuskan membentuk suatu organisasi kesatuan kepanduan dengan nama PANDU RAKYAT INDONESIA. Pengurus Kwartir Besar Pandu Rakyat Indonesia anatara lain : dr. Muwardi (KBI), Hertog (KBI), Abdul Gani (HW), Jumadi (HW). Konggres Pandu Rakyat kedua diselenggarakan di Yogyakarta pada tanggal 20-22 Januari 1950. Keputusan-keputusan yang dihasilkan dalam konggres Pandu Rakyat Indonesia yaitu antara lain : menerima konsepsi baru yang memberi kesempatan kepada bekas pemimpin pandu untuk menghidupkan kembali bekas organisasinya masing-masing.


AMANAT PANGSAR JENDRAL SUDIRMAN

Pada hari Ahad Legi 19 Desember 1948 Belanda menyerbu dan menduduki ibu kota RI Yogyakarta dan menangkap Presiden dan Wakil Presiden serta beberapa pemimpin Indonesia lainnya tetapi bukan berarti RI jatuh. Pangsar Jendral Sudirman (mantan Pandu HW) meskipun dalam keadaan sakit beliau pantang menyerah, keluar kota untuk memimpin perang gerilya. Pada tanggal 29 juni 1949 Belanda meninggalkan Yogyakarta dan masuklah tentara RI ke kota Yogyakarta ibu kota RI yang terkenal dengan Yogya kembali. Jendral Sudirman masih dalam keadaan sakit, dan dirawat di RS Magelang. M Mawardi dan beberapa orang wakil dari Muhammadiyah menengok ke Rs Magelang. Pada saat itu Jendral Sudirman mengamanatkan kepada Mawardi selaku Wakil Muhammadiyah agar kepanduan HIZBUL WATHAN yang merupakan tempat pendidikan untuk CINTA TANAH AIR didirikan lagi. Di samping itu juga untuk melanjutkan tujuan semula pendirian HW yaitu sebagai kader Muhammadiyah dalam penyebaran agama Islam. Dikatakananya bahwa HIZBUL WATHAN merupakan tempat yang baik untuk mendidik anak-anak Muhammadiyah agar kelak menjadi seorang pejuang yang cinta tanah air, dan sekaligus taat pada agama islam. Oleh karena itu dianjurkan pada warga Muhammadiyah agar jangan ragu-ragu lagi untuk mendidik putra-putranya melalui kepanduan HW.


APEL PERESMIAN BERDIRINYA KEMBALI HW

Untuk melaksanakan amanat dari Pangsar Jendral Sudirman pada sore hari tanggal 29 Januari 1950 HW mengadakan apel yang dipimpin oleh Haiban Habib untuk meresmikan berdirinya kembali kepanduan HIZBUL WATHAN. Pada tanggal 31 Januari 1950 Pangsar TNI Jendral Sudirman wafat. Oleh karenanya pada waktu itu ada semboyan bahwa : HW BANGKIT LAGI UNTUK MELANJUTKAN KEPEMIMPINAN JENDERAL SUDIRMAN Setelah HW resmi berdiri lagi banyaklah anggota Pandu Rakyat Indonesia yang dulunya Pandu HW keluar untuk masuk kembali dalam pandu HIZBUL WATHAN.


MAJELIS HW

Kepanduan Hizbul Wathan yang merupakan organisasi bagian Muhammadiyah dalam struktur organisasinya tidak dapat dipisahkan dari Muhammadiyah. Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majlis HW disingkat dengan Majlis HW, ialah suatu badan pembantu Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang diserahi tugas melaksanakan pimpinan usaha Muhammadiyah dalam bidang ke-HW-an. Majlis HW adalah sebagai Kwartir Besar HW dan mempunyai pimpinan langsung ke bawah tingkat daerah, cabang. Anggota Majlis HW terdiri dari anggota Muhammadiyah yang mempunyai keahlian tentang HW. Mereka ditetapkan dan diberhentikan oleg PP Muhammadiyah.