Kerajaan Tulang Bawang

kerajaan di Asia Tenggara

Kerajaan Tulang Bawang adalah negeri baru bentukan dari Buay Bulan (Si Bulan) dengan julukan Putri Indarwati yang berasal dari Cenggikhing Sakala Brak. Kebesaran ini merupakan salah satu kebesaran yang pernah berdiri di Lampung. Keagungan ini berlokasi di sekitar Kabupaten Tulang Bawang, Lampung sekarang. Tidak banyak catatan sejarah yang memberikan keterangan mengenai titik lokasi kemuliaan ini. Musafir Tiongkok yang pernah mengunjungi Nusantara pada abad VII, yaitu I Tsing yang merupakan seorang peziarah Buddha, dalam catatannya menyatakan pernah singgah di To-Lang P'o-Hwang ("Tulangbawang"), suatu kerajaan di pedalaman Chrqse (Pulau Sumatra). Namun Tulangbawang lebih merupakan satu Kesatuan Adat kebudayaan yang diwariskan dari zaman sejarah Abad ke-13 Masehi. Tulang Bawang yang pernah mengalami kejayaan pada jaman itu.[1] Sampai saat ini belum ada yang bisa memastikan pusat kejayaan Tulang Bawang tersebut, tetapi ahli sejarah Dr. J. W. Naarding memperkirakan pusat kejayaan ini terletak di hulu Way Tulang Bawang (antara Menggala, Tulang Bawang dan Pagardewa) kurang lebih dalam radius 20 km dari pusat Menggala, Tulang Bawang.[1] Pada masa kemerdekaan sekarang Suku Lampung terdiri atas empat Kepaksian Paksi Pak dan 83 marga yang terhimpun dalam Kerajaan dan kemargaan[2].

Berkas:PETA MARGA.jpg
Wilayah Kepaksian dan Kemargaan di tanah Lampung

Helaan Sejarah

Seiring berjalannya waktu dan melalui pergantian dari generasi ke generasi yang terus berkembang serta berbagai proses pada kehidupan di masa itu, proses mobilitas masyarakat asal dimulai dengan melakukan penyebaran dengan tujuan untuk membangun kehidupan, kesejahteraan, kemakmuran, serta membesarkan adat kebangsawanan kerajaan. Secara periodik dari waktu ke waktu semakin meluas hingga Tanggamus yang melahirkan marga-marga dan bandakh-bandakh adat saat ini, Pesawaran yang melahirkan bandakh- adat saat ini, Kalianda yang melahirkan Sai Batin Marga dan Sai Batin Bandakh saat ini, dan beberapa wilayah di daerah Sungkai, Way Kanan, Tubaba, Mesuji, Lampung Tengah, Metro, Lampung Timur dan Lampung Utara yang melahirkan penyimbang marga saat ini[3].

Pada tahun 1701 hingga 1801 terjadi hubungan antara sakala brak dengan Inggris, Kolonialisme Portugis di Indonesia, Amerika Serikat, VOC Persekutuan dagang asal Belanda yang mempunyai monopoli aktivitas di dalam hubungan perdagangan pada beberapa tahun kemudian terjadi pertukaran antara Inggris dan Belanda yaitu Singapura dan Bengkulu, Belanda mendapatkan bengkulu dan Inggris meninggalkan bengkulu untuk mendapatkan Singapura, suatu hal yang terpasti bahwa Inggris itu tidak pernah menjajah,

Beberapa perjanjian di Kepaksian Paksi Pak Sakala Brak, perjanjian kompeni Inggris untuk tidak saling menyerang, kemudian perjanjian apabila musuh menyerang dari laut maka kompeni Inggris yang menghadapi, apabila musuh datang dari darat maka Paksi Pak lah yang menghadapi. Namun pada saat penyerahan antara bengkulu dan Singapura, Belanda ini memang licik, kemudian meng Klaim menyatakan kepada Paksi Pak bahwasanya kami dalam perjanjian ini mendapat mandat dari Inggris yang sudah dikuasai Inggris karena Kepaksian Paksi Pak Sakala Brak tidak menerima maka terjadilah peperangan yang cukup lama didalam sejarah tetapi akhirnya Sakala Brak dapat di kalahkan. Kemudian belanda membuat suatu statement bahwa pangkat maharaja sultan dan 4 paksi pak tidak tidak boleh dipergunakan lagi.

Setelah sakala brak ditaklukkan sehingga pecahlah paksi pak dalam sisi marga-marga dan bubuat kepala-kepala marga yang disebut "PASIRAH" akan tetapi marga-marga di luar 4 (empat) Saibatin Paksi Pak yang dikalahkan Belanda dan di paksa belanda untuk ikut kedalam pemerintahan marga-marga, akan tetapi kesaibatinan ini masih utuh tradisinya karena masih banyak para hulu balang-hulu balang tetap melawan tetap di dalam hutan karena itulah Saibatin 4 paksi ini di muntu juga oleh Belanda terhadap empat paksi pak yang dijadikan status marga mereka itu menerima kedudukan pasirah itu turun temurun sedang kan di tempat-tempat lain yang sudah dipecah menjadi marga-marga mereka sistem pemilihan 5 (lima) tahun sekali sistem pemilihan yang naik jadi pasirah yang pasirah lama mundur 5 tahun sekali pemilihan seperti masa Sekarang. Namun, untuk ke-4 Kepaksian Paksi Pak Sakala Brak ini mereka tidak berani memperlakukan sistem pemilihan dan sampai Sekarang apabila Sakala Brak muncul maka muka-muka seluruh komunitas masyarakat yang dulu mempunyai keterkaita dengan Kepaksia Paksi Pak Sakala Brak muncul, untuk menegakkan payung dari pada Sakala Brak. Setelah melalui rentang waktu yang cukup panjang, generasi-generasi dari bangsawan Kerajaan Adat Paksi Pak Sakala Brak yang menyebar ke beberapa daerah di Lampung melahirkan komunitas-komunitas budaya saat ini dikenal komunitas budaya Saibatin dan komunitas budaya Penyimbang atau Pepadun[1][3].

Komunitas Budaya

Kedua Komunitas budaya Saibatin dan komunitas budaya Penyimbang memiliki warna budaya yang sedikit berbeda, Komunitas budaya Saibatin cendrung lebih bersipat otokratis, sedangkan komunitas budaya Penyimbang atau Pepadun lebih bersipat demokratis[3]. Inilah warna kekayaan budaya tanah Lampung[3]. Jadi jika berbicara tentang Lampung, maka berbicara tentang Saibatin dan Pepadun[3]. Dua komunitas yang saat ini tersublimasi menjadi satu peradaban baru yang menata kehidupan masyarakat, menjaga ketertiban, dan menciptakan pranata-pranata sosial dari zaman ke jaman yang dianut oleh masyarakat Lampung sampai Sekarang[1][3]. Eksistensi komunitas kebesaran asal yaitu Kepaksian sampai sekarang masih terjaga secara utuh bahkan telah dilegalkan dan diakui pengesahan hukumnya oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan nomor panitera 17/2019/PN.TJK sebagai salah satu khazanah adat dan budaya yang wajib dilestarikan.

Referensi

Sumber

Lihat pula

Pranala luar