Website: www.kampoengtoegoe.com

Kampung Tugu adalah wilayah di pinggir Batavia yang diperuntukkan oleh pemerintah Hindia Belanda bagi para Mardijkers yang telah dibebaskan (dimerdekakan) dari status tawanan perang. Saat ini daerah Kampung Tugu termasuk dalam wilayah Semper Barat, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara.

Nama Kampung Tugu kemungkinan berasal dari adanya batu prasasti (=tugu) yang dikenal sebagai Prasasti Tugu.[1]:161-4 Lokasi batu prasasti ini semula adalah di sebuah dusun kecil yang bernama Batu Tumbuh, lk. setengah paal (± 750 m) di sebelah barat Gereja Tugu.[2] Namun kini tugu batu itu telah diambil dan disimpan di Museum Nasional Indonesia. Versi lain menyatakan bahwa nama kampung Tugu berasal dari kata Por-Tugu-ese.

Kampung Tugu mulai berkembang dengan kedatangan orang-orang Mardijkers untuk bertani. Kaum mardiker ini adalah para budak belian dan rakyat biasa asal anak-benua India: Bengali, Tamil, Malabar, Gujarat, Srilangka; yang dibawa sebagai tawanan perang oleh VOC atas kemenangan mereka di Melaka dan India selatan, yang masa itu dijajah oleh Portugis.[3]:32-7 Tentara VOC membawa orang-orang 'Portugis hitam' ini ke Batavia untuk dipekerjakan dan memerdekakannya (karenanya dijuluki mardiker) dengan persyaratan menganut agama Protestan. Pada 1661 Pemerintah Kota Batavia kemudian memberikan sebagian lahan di Kampung Tugu kepada 23 keluarga mardiker untuk mengembangkan pertanian.[1]:166

Keberadaan kampung Tugu tidak dapat dipisahkan oleh peran Melchior Leydekker, doktor dalam ilmu kedokteran dan teologia yang datang ke Hindia Belanda pada tahun 1675 untuk ditempatkan di Batavia. Sebagai menantu dari Gubernur Jenderal Abraham van Riebeeck, yang berkuasa di Hindia Belanda pada tahun 17091713, ia memperoleh sebidang tanah di wilayah Tugu.

Leydekker menetap di Kampung Tugu semenjak 1678, yakni tahun dibangunnya Gereja Tugu yang pertama.[1]:166 Di situ ia bekerja sebagai pendeta dan penerjemah Alkitab Perjanjian Baru,[1]:167,[3]:289 serta mengelola lahan pertanian dan menyewakannya untuk perkebunan tebu.[3]:115

Kampung Tugu dapat dikatakan sebagai kampung Kristen tertua di seluruh Indonesia bagian Barat, hal ini jelas karena keberadaan mereka di wilayah tersebut, adalah suatu upaya pihak Belanda untuk memerdekakan Mardijkers dengan syarat harus berpindah agama dari Katolik menjadi Protestan, dan pada saat itu memang belum ada komunitas Kristen selain mereka. Masyarakat lain khususnya komunitas Islam yang sudah ada di wilayah sekitar itu, menyebut mereka dengan istilah Serani atau berasal dari kata Nasrani, dan oleh orang-orang Belanda mereka dijuluki Inheemsche Christenen atau yang berarti umat kristen pribumi, karena pada saat itu dalam perspektif orang-orang Belanda, masyarakat Tugu digolongkan dalam kelompok masyarakat pribumi yang tinggal jauh di luar kota Batavia.

Catatan kaki

  1. ^ a b c d Heuken, A. (2016) Tempat-tempat bersejarah di Jakarta. Ed. 8. Jakarta: Yay. Cipta Loka Caraka.
  2. ^ J. Noorduyn & H.Th. Verstappen. (1972) “Purnavarman Riverworks Near Tugu” BKI 128(2/3):298-307
  3. ^ a b c Niemejer, H. (2012). Batavia: masyarakat kolonial Abad XVII. Jakarta: Masup Jakarta. xiv+449 hlm. ISBN 978-602-96256-7-7.

Website Resmi

Saat ini Kampung Tugu telah memiliki website resmi yang diakses pada laman https://www.kampoengtoegoe.com Website ini adalah dedikasi Tim Captura de Cultura dari Universitas Indonesia.

Captura de Cultura (CDC) merupakan nama sebuah tim yang dibentuk dari perlombaan Pekan Kreativitas Mahasiswa Kemendikbudristek pada tahun 2021. Anggota yang berasal dari Program Studi Ilmu Sejarah Universitas ini mempunyai visi yaitu ‘menangkap’ budaya di sekeliling yang dapat dikembangkan atau diorganisasi lebih sistematis. Kampung Tugu menjadi mitra pertama CDC dalam mengembangkan dan mengorganisasi kebudayaan dengan cara-cara yang menarik. Menurut mereka, Kampung Tugu memiliki potensi pengembangan wisata kebudayaan yang besar, terlihat dari sejarah mereka sendiri yang merupakan keturunan portugis bekas mardijkers atau budak dari Portugis yang ada di Batavia kala itu yang menjadi bagian dari budaya betawi saat ini. Potensi lainnya juga terlihat dari kekayaan budayanya, Kampung Tugu hampir memiliki seluruh dari Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK), seperti musik keroncong tugu, adat istiadat rabo-rabo dan mandi-mandi, tarian, makanan, dan bahasa. Tentu hal ini merupakan potensi yang luar biasa.

Captura de Cultura beranggotakan 5 orang yaitu Muhammad Zahid Abdullah, Farrell Rafif Adli, Firda Salsabila, Nanda Salsabila, dan Octhiana Ayu Lestari, semuanya adalah mahasiswa/i Ilmu Sejarah Universitas Indonesia angkatan 2020. Tim ini sudah beberapa kali mengikuti ajang perlombaan bergengsi dari Kemendikbud dalam bidang kebudayaan, selain mengikuti Pekan Kreativitas Mahasiswa, mereka juga telah mengikuti Kemah Budaya Kaum Muda dan mendapat penghargaan Juara 3 bidang Aplikasi kebudayaan tingkat regional 2 (Lampung, Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat).

Pranala luar