Sultan Agung: Tahta, Perjuangan, Cinta

film Indonesia
Revisi sejak 1 September 2022 08.07 oleh Maulana.AN (bicara | kontrib) (Membalikkan revisi 21603114 oleh 103.139.10.25 (bicara))

Sultan Agung: Tahta, Perjuangan, Cinta (sebelumnya Sultan Agung Mataram 1628) adalah sebuah film sejarah Indonesia yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo dan x.Jo. Film ini berkisah tentang Sultan Agung Hanyakrakusuma (1593-1646), raja ketiga Kerajaan Mataram yang memerintah pada 1613-1646.[1]

Sultan Agung: Tahta, Perjuangan, Cinta
SutradaraHanung Bramantyo
x.Jo
ProduserDr. Bra. Mooryati Soedibyo
Haryo Tedjo Baskoro, MBA
Yuli Warastuti
Ditulis olehIfan Ismail
Mooryati Soedibyo
Bagas Pudjilaksono
Jeremias Nyangoen
PemeranArio Bayu
Marthino Lio
Adinia Wirasti
Putri Marino
Teuku Rifnu Wikana
Hans de Kraker
Penata musikTya Subiakto
SinematograferFaozan Rizal
PenyuntingWawan I. Wibowo
Perusahaan
produksi
Mooryati Soedibyo Cinema
Tanggal rilis
  • 23 Agustus 2018 (2018-08-23)
Durasi149 menit
NegaraIndonesia
BahasaBahasa Indonesia
Bahasa Jawa
Bahasa Belanda

Produksi

Eksekutif Produser Film Sultan Agung, DR. BRA. Mooryati Soedibyo telah mengadakan riset bersama ahli sejarah Ir. Bagas Pujilaksono, M.Sc., Lic.Eng., Ph. D untuk membuat bahan naskah film yang pengerjaan skenarionya akan di tulis oleh Ifan Adriansyah Ismail yang juga membuat skenario film Habibie & Ainun.

Sinopsis

Setelah ayahnya, Panembahan Hanyokrowati, meninggal, Raden Mas Rangsang yang masih remaja menggantikannya dan diberi gelar Sultan Agung Hanyakrakusuma. Sultan Agung harus menyatukan adipati-adipati di tanah Jawa yang tercerai-berai oleh politik VOC yang dipimpin Jan Pieterszoon Coen (Hans de Kraker). Di sisi lain, ia harus mengorbankan cinta sejatinya kepada Lembayung dengan menikahi perempuan ningrat yang bukan pilihannya. Kemarahan Sultan Agung kepada VOC memuncak ketika ia mengetahui bahwa VOC tidak memenuhi perjanjian dagang dengan Mataram dengan membangun kantor dagang di Batavia. Ia mengibarkan Perang Batavia sampai meninggalnya JP Coen dan runtuhnya benteng VOC. Selama perjuangan ini, Sultan Agung juga harus menghadapi berbagai pengkhianatan. Di akhir hidupnya, Sultan Agung menghidupkan kembali padepokan tempatnya belajar, dan melestarikan tradisi dan karya-karya budaya Mataram.

Referensi

  1. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-11-29. Diakses tanggal 2016-11-28.