Operasi Alpha

artikel daftar Wikimedia
Revisi sejak 3 September 2022 08.05 oleh Pratama26 (bicara | kontrib)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Operasi Alpha adalah sebuah operasi rahasia yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI-AU) untuk membeli 32 unit pesawat tempur Douglas A-4 Skyhawk dari militer Israel, melatih pilot Indonesia di Israel, dan menyamarkan pesawat tempur itu agar bisa dibawa pulang pada 1980. Hal ini diceritakan oleh mantan Panglima Komando Pertahanan Udara Nasional (Pangkohanudnas) Marsda Djoko Poerwoko[1] lewat biografinya berjudul Menari di Angkasa.[2] Menurut Poerwoko, peristiwa tersebut adalah "operasi clandestine (rahasia) terbesar yang dilakukan oleh ABRI".[3] Meskipun demikian, TNI tidak pernah mengakuinya hingga saat ini.[1]

Douglas A-4 Skyhawk yang dibeli oleh Angkatan Udara Republik Indonesia.

Latar belakang

Operasi ini dilatarbelakangi oleh kekurangan pesawat tempur di TNI-AU. Pesawat seperti F-86 dan T-33 sudah tua dan tidak bisa beroperasi maksimal. Amerika Serikat bisa memberikan 16 pesawat F-5 E/F Tiger II, tetapi hal itu dianggap belum cukup. Ditambah lagi, Indonesia harus menghadapi operasi militer lanjutan di Timor Timur.[1]

Pihak intelijen mendapat informasi, bahwa Israel akan menjual 32 pesawat A-4 Skyhawk. Masalahnya, selain tidak ada hubungan diplomatik, pembelian pesawat tempur ke Israel juga akan menuai protes keras dari masyarakat. Tapi pihak ABRI memutuskan operasi terus berlanjut.[1]

Eksekusi

Perjalanan

Setelah mengirimkan teknisi, 10 Pilot TNI AU diberangkatkan ke Israel. Bahkan 10 pilot itu tidak tahu mereka akan diberangkatkan ke mana. 10 Pilot tersebut berangkat dengan pesawat Garuda Indonesia dari Bandar Udara Halim Perdanakusuma ke Bandar Udara Paya Lebar, Singapura.[3] Setelah mendarat, di Singapura mereka dijemput oleh beberapa petugas intel ABRI. Saat makan malam, salah seorang perwira Badan Intelijen Strategis (BAIS) ABRI meminta paspor mereka dan menggantinya dengan Surat Perintah Laksana Paspor (SPLP).[3]

Saat itulah Kepala BAIS ABRI Mayor Jenderal Benny Moerdani, memberikan perintah. Mayjen Benny Moerdani menyatakan bahwa operasi tersebut adalah misi rahasia. Jika misi gagal, pemerintah Indonesia tidak akan mengakui kewarganegaraan mereka. Benny juga memberikan pilihan jika ada yang ragu silakan kembali. Operasi ini dianggap berhasil jika pesawat tempur A-4 Skyhawk yang diberi kode 'merpati' sudah masuk ke Indonesia. Mereka mulai sadar akan diterbangkan ke Israel.[1]

Malam itu juga sepuluh penerbang diganti identitasnya. Bukan dengan nama Indonesia dan bukan sebagai tentara warga negara Indonesia. Kemudian mereka diterbangkan ke Bandara Frankfurt, Jerman. Sampai di situ mereka juga tidak mengetahui perjalanan selanjutnya. Sampai akhirnya menerima boarding pass untuk penerbangan berikutnya, menuju Bandara Ben Gurion di Tel Aviv, Israel.

Israel

Setibanya di Israel, mereka ditangkap dan digiring oleh petugas keamanan bandara Ben Gurion. Para petugas itu ternyata agen rahasia Mossad dan membawa mereka ke ruang bawah tanah. Di ruangan itu sudah ada para perwira BAIS ABRI.

Mereka langsung menerima brifing singkat mengenai berbagai hal yang harus diperhatikan selama berada di Israel. Segala sesuatu yang terkait dengan Indonesia di-sweeping. Para pilot ini juga diajari menghafal sedikit kalimat bahasa Ibrani seperti "Ani tayas mis Singapore" yang artinya "aku penerbang dari Singapura" dalam artian mereka diperintahkan mengaku pilot dari Singapura. Adapula sapaan "boken tof" yang berarti selamat pagi. Selanjutnya, mereka melakukan perjalanan darat menuju selatan menyusuri Laut Mati selama dua hari menuju Kota Eilat.[3]

Atas kesepakatan, selama latihan Pangkalan Udara itu dinamai Arizona. Karena resminya memang para penerbang itu akan dikirim ke Arizona. Di sana mereka berlatih dengan pesawat A-4 Skyhawk. Melakukan berbagai manuver, mengoperasikan pesawat tempur sebagai mesin perang, hingga menembus perbatasan Suriah.

Setelah sekitar 4 bulan, Latihan terbang berakhir tanggal 20 Mei 1980. Para perwira lulus dan berhak mendapatkan ijazah dan brevet penerbang tempur. Namun para perwira intelijen ABRI yang hadir justru membakarnya di depan para pilot itu. Tentu saja untuk menghilangkan bukti bahwa pernah ada kerjasama militer antara RI dan Israel.

Para penerbang itu kemudian dibawa ke Amerika Serikat. Sekedar untuk berfoto-foto. Dimanapun ada tulisan AS mereka disuruh berfoto. Ini untuk mengecoh, seolah-olah bahwa mereka memang dikirim ke AS, bukan ke Israel. Kepada para komandan di kesatuan pun, para pilot ini harus mengaku telah dilatih di AS, bukan Israel.

Kemudian Tanggal 4 Mei 1980, paket A-4 Skyhawk gelombang pertama, terdiri dari dua pesawat single seater dan dua pesawat double seater tiba di Tanjung Priok. Pesawat-pesawat tersebut diangkut dengan kapal laut langsung dari Israel, dibalut memakai plastik pembungkus, berlabel F-5. Saat itu Indonesia juga memang memesan pesawat F-5 Tiger dari AS. Jadi seolah-olah pesawat yang diangkut kapal laut itu adalah pesawat F-5. Secara bergelombang, pesawat-pesawat A-4 Skyhawk terus berdatangan.[4]

Lihat pula

Referensi

Bacaan tambahan