Keresidenan Surakarta
Karesidenan Surakarta ( bahasa Jawa: ꦏꦫꦺꦱꦶꦝꦺꦤꦤ꧀ꦱꦸꦫꦏꦂꦠ, translit. Karésidhènan Surakarta, EBI: Keresidenan Surakarta) adalah wilayah Karesidenan (bahasa Belanda: Residentie Soerakarta) di Jawa Tengah pada masa Kolonial Belanda dan beberapa tahun setelahnya. Wilayahnya mencakup daerah kekuasaan Kasunanan Surakarta dan Praja Mangkunegaran mencakup luas 5.677 Km2.
Residen Surakarta merupakan kepanjangan tangan administrasi Gubernur Jenderal yang berkedudukan di Batavia, khususnya pada masa kolonial. Pada tahun 1885 tercatat berpenduduk 1.053.985 jiwa.[1]
Sejarah
Provinsi Surakarta yang berumur pendek
Pada masa setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, wilayah keresidenan ini menjadi "Daerah Istimewa Surakarta", dengan Gubernur Sri Susuhunan Pakubuwono XII dan Wakil Gubernur Sri Mangkunegoro VIII (bersamaan dengan berdirinya DI Yogyakarta).
Status ini tidak berumur panjang karena terjadi revolusi sosial yang didalangi oleh Tan Malaka untuk menentang berkuasanya kekuatan aristokrasi dan feodalisme di wilayah ini, sehingga setelah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda, Surakarta kehilangan otonominya dan wilayah ini menjadi Karesidenan Surakarta.
Keresidenan Surakarta
Pada 16 Juni 1946, dibentuk Keresidenan Surakarta dan terdiri dari daerah-daerah berikut:
- Kota Praja Surakarta
- Kabupaten Karanganyar
- Kabupaten Sragen
- Kabupaten Wonogiri
- Kabupaten Sukoharjo
- Kabupaten Klaten
- Kabupaten Boyolali
Tanggal 16 Juni ini lalu diperingati setiap tahun sebagai tanggal lahir daerah Surakarta dan Kota Solo.
Daftar residen Surakarta
Bagian ini memerlukan pengembangan. Anda dapat membantu dengan mengembangkannya. |
Pembubaran
Bagian ini memerlukan pengembangan. Anda dapat membantu dengan mengembangkannya. |
Peninggalan
Meskipun Keresidenan Surakarta sudah tidak ada lagi, warga dari daerah ini masih dengan bangga menyebut dirinya orang 'Solo' (bentuk alternatif dari Surakarta) meskipun tidak berasal dari Kota Surakarta sendiri. Hal ini dilakukan sebagai identifikasi untuk membedakan diri mereka dari orangSemarang dan Yogya.
Terutama setelah runtuhnya Orde Baru dan terbentuk provinsi Banten serta dicanangkannya Otonomi Daerah, banyak terdengar suara-suara yang sebenarnya masih berbentuk wacana saja untuk pembentukan kembali "Provinsi Surakarta". Apakah ini harus berbentuk provinsi 'biasa' atau Daerah Istimewa seperti di Yogyakarta dengan seorang Raja sebagai Gubernur, tidaklah jelas.
Perkembangan dalam administrasi pemerintahan menghapuskan tingkat Karesidenan, dan kemudian Keresidenan Surakarta, sebagaimana Karesidenan lainnya di Indonesia, menjadi Daerah Pembantu Gubernur Jawa Tengah untuk Wilayah Surakarta, hingga sekarang.
Dalam usaha untuk mengintegrasikan pembangunan wilayah eks-Keresidenan Surakarta, ketujuh kabupaten/kota di wilayah ini membentuk suatu bounded zone yang disebut Subosukawonosraten (merupakan akronim dari nama-nama kabupaten/kota anggotanya).[2]
Catatan kaki
Didahului oleh: Daerah Istimewa Surakarta |
Keresidenan Surakarta 16 Juni 1946 - 4 Juli 1950 |
Diteruskan oleh: menjadi bagian dari Jawa Tengah |