Kasuami

variasi makanan khas Indonesia
Revisi sejak 26 September 2022 17.51 oleh AABot (bicara | kontrib) (~ref)

Kasuami/Soami merupakan makanan khas daerah Sulawesi Tenggara, khususnya daerah Buton, Muna dan Wakatobi. Kasoami memiliki arti makanan dari ubi kayu yang diolah dengan uap panas (soa).[1] Kasuami penyebutan untuk orang Buton dan Muna sementara orang Wakatobi menyebutnya Soami namun umumnya berbentuk sama yaitu menyerupai tumpeng atau gunungan dan berwarna putih kekuning-kuningan. Namun ada juga warga yang menyebutnya dengan Sangkola, atau

Kasuami(Buton dan Muna) Soami (Wakatobi)
Nama lainKaopi
SajianUtama
Tempat asalIndonesia
DaerahSulawesi Tenggara
Dibuat olehSuku Buton, Muna dan Wakatobi
Suhu penyajianPanas atau suhu ruangan
Bahan utamaSingkong, Ubi kayu atau ketela pohon
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Di pulau Buton, Kasuami biasanya dihidangkan saat acara besar seperti hajatan maupun penyambutan sanak saudara yang pulang ke kampung halaman karena memiliki arti yang melambangkan persaudaraan dan keakraban. Kasuami tetap menjadi makanan pokok sama seperti nasi dan disajikan bersama ikan parende atau sop ikan khas buton.[2]

Pada Kendari Food Festival 2018 yang diprakarsai Komunitas Kuliner Kendari (Tripelka) mengangkat kasuami dan memecahkan rekor muri sebagai Kasuami tertinggi dengan tinggi 250 cm dan diameter 180 cm yang menghabiskan 1,2 ton tepung tapioka dan dimasak oleh 40 juru masak dibantu 20 asisten dalam waktu 12 jam lebih.[3][4]

Sejarah

Kasuami dikenal di Sulawesi Tenggara sebagai hidangan nenek moyang suku Wakatobi dan menyebar ke pulau Buton.[5] Kasuami diperkirakan menjadi konsumsi sehari-hari oleh warga nelayan dan petani yang desanya tidak bisa ditumbuhi tanaman padi. DI dua wilayah tersebut, tanaman ubi kayu yang menjadi bahan dasar kasuami, tumbuh subur dan menjadi makanan pokok sehari-hari.[6]

Kasuami menjadi makanan khas para pelaut karena daya tahannya yang tidak mudah basi. Kasuami dapat bertahan lama antara 14 - 20 hari. Bahkan bisa sampai 30 hari, jika ubi kayunya yang sudah diparut belum dikukus. Bahkan pelaut-pelaut Buton membawa makanan ini sampai ke Singapura, Pesisir Malaysia dan Filipina. Kasuami ini menjadi bekal makanan selama mengarungi lautan.

Pembuatan

Kasuami/Soami berbahan utama singkong (Ketela pohon atau ubi kayu) dan diolah dengan cara mengukus parutan singkong yang sudah dikeringkan, orang Wakatobi menghilangkan kandungan air dengan cara digepe yaitu menggunakan kain warna putih yang bahannya cukup tipis. Parutan ubi ditaruh dalam kain tipis itu, lalu dibentuk bundar, menyerupai ban vespa. Orang Wakatobi biasa menyebutnya ka’opi.[5] Bisa juga dengan memakai saringan terbuat dari anyaman bambu yang meyerupai ayakan beras agar parutan ubi yang kasar terpisah dengan parutan halus.

Setelah itu parutan ubi yang telah terpisah dimasukkan kedalam cetakan berbentuk kerucut/tumpeng yang terbuat dari anyaman daun kelapa dan dikukus selama kurang lebih 15 menit.

Apabila adonan kasuami kering belum akan mau dimasak, bisa disimpan dengan cara dibungkus dengan daun pisang agar tidak lembab dan terhindar dari debu atau serangan bakteri perusak. Tujuan lainnya, supaya aroma khas ubi  kayu tidak hilang.[5]

Varian

Dari segi bentuk dan warna, kasoami terdiri tiga jenis. Ada yang seperti kerucut atau tumpeng yang warnanya putih kekuning-kuningan. Ada juga yang berwarna hitam disebut Huguhugu. Pembuatan hugu-hugu diawali dengan memilih singkong yang baik, merendamnya dengan air laut tiga hari, kemudian menjemurnya beberapa hari sampai kering dan berwarna kehitam-hitaman. Sedangkan Kasoami yang berwarna putih kekuning-kuningan, diolah dari singkong segar dan langsung dijadikan kasoami.[7]

Di Baubau juga terdapat Kasuami Pepe yang biasanya di jual di pasar-pasar tradisional. Kasuami dijual dalam bentuk seperti bolu gulung dan proses pembuatannya agak berbeda dengan Kasuami yang biasanya. Sebelum dikukus, tepung parutan ubi akan dicampur dengan minyak kelapa dan sedikit garam. Setelah selesai, adonan ini akan dipipihkan seperti lembaran kertas dan disebut dengan istilah pepe. Sebelum digulung, kasuami pepe akan ditambahkan bawang goreng untuk menambah rasa. Kasuami pepe akan disantap bersama abon atau ampas kelapa kering dan juga dengan teh atau kopi.[8]

Referensi

  1. ^ Ramadhan, Bagus. "Mengenal Kasoami, Pangan Masyarakat Buton, Sudah Mencoba?". www.goodnewsfromindonesia.id. Diakses tanggal 2022-08-15. 
  2. ^ "Sangkola atau Kasuami Makanan Khas Buton". Suarakendari.com. 2022-03-19. Diakses tanggal 2022-08-15. 
  3. ^ SemiColonWeb. "Sajian Kasuami Tertinggi". https://www.muri.org/Website/Rekor_detailsajiankasuamitertinggi (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-08-15.  Hapus pranala luar di parameter |website= (bantuan)
  4. ^ "Even Kendari Food Festival (KFF) Kuliner Kasuami Masuk Museum Rekor Indonesia". www.teropongsultra.com. Diakses tanggal 2022-08-15. 
  5. ^ a b c "Kasuami, Makanan Khas Pelaut Buton yang Terus Bertahan". Diakses tanggal 2022-08-15. 
  6. ^ Liputan6.com (2018-12-06). "Sarapan Pagi dengan Kasuami Khas Wakatobi". liputan6.com. Diakses tanggal 2022-08-15. 
  7. ^ R, Rahmadi (2022-06-27). "Kasoami, Makanan Legendaris Buton Berbahan Singkong". Mongabay.co.id. Diakses tanggal 2022-08-15. 
  8. ^ Malliuri, Al Amin (8 Februari 2021). "Kasuami Pepe Kuliner Khas Leluhur Bau-Bau yang Masih Eksis". KabarMakassar.Com - Rujuken Berita Makassar dan Sulawesi Selatan. Diakses tanggal 2022-08-15.