Proposisi

Proposisi adalah istilah yang digunakan untuk kalimat pernyataan yang memiliki arti penuh dan utuh.

Proposisi adalah istilah yang digunakan untuk kalimat pernyataan yang memiliki arti penuh dan utuh.[1] Hal ini berarti suatu kalimat harus dapat dipercaya, disangsikan, disangkal, atau dibuktikan benar tidaknya.[2] Singkatnya, proposisi adalah pernyataan mengenai hal-hal yang dapat dinilai benar atau salah.[3]

Dalam ilmu logika, proposisi mempunyai tiga unsur yakni:[1]

  1. Subjek, perkara yang disebutkan terdiri dari orang, benda, tempat, atau perkara.[4]
  2. Predikat adalah perkara yang dinyatakan dalam subjek.[4]
  3. Kopula adalah kata yang menghubungkan subjek dan predikat.[1]

Contohnya kalimat Semua manusia adalah fana.[1] Kata semua dalam kalimat tersebut dinamakan dengan pembilang.[1] Kemudian kata manusia berkedudukan sebagai subjek, sedang adalah merupakan kopula. Adapun predikat di sini diwakili oleh kata fana.[1]

Banyak pemikir modern berpikir bahwa "pernyataan" dan "proposisi" adalah sinonim, atau paling tidak seharusnya sama.[5][6][7]

Kategori

 
Pengkelompokkan Proposisi dalam Ilmu Logika

Adapun penjelasan skema di atas adalah sebagai berikut:

Berdasarkan Bentuk

Berdasarkan bentuknya, proposisi diklasifikasikan menjadi dua kategori: tunggal dan majemuk.[3] Proposisi Tunggal hanya mengungkap satu pernyataan saja dimana hanya didukung satu subjek dan satu predikat (kalimat tunggal).[3]. Sebagai contoh kalimat "Setiap manusia akan mati",dalam kalimat tersebut hanya terdapat satu subjek, yakni "manusia", sedang predikatnya berupa "mati".[3] Kemudian Proposisi Majemuk, proposisi ini dibentuk dari gabungan dua proposisi tunggal atau lebih dimana kalimat pernyataan ini sekurang-kurangnya didukung dua pola kalimat.[3] Misalnya seperti kalimat "Setiap warga negara harus menyadari hak dan tanggung jawabnya".[3]

Berdasarkan Sifat Pembenaran atau Pengingkaran

Berdasarkan sifat pembenaran dan pengingkaran, terdapat dua kategori proposisi: kategorial dan kondisional.[3] Proposisi kategorial menunjuk pada sebuah pembenaran atau pengingkaran yang bersifat mutlak; pasti benar atau pasti salah.[3] Artinya, kebenaran terjadi tanpa syarat.[3] Contoh: Semua orang akan mati.[3] Selanjutnya adalah proposisi kondisional, yakni proposisi yang menunjuk pada pembenaran atau pengingkaran yang bersyarat atau berupa pilihan.[3]

Kategori proposisi kondisional sendiri dapat dibedakan menjadi dua kategori, yakni hipotesis dan disjungtif.[3] Proposisi Kondisional Hipotesis adalah proposisi yang menunjuk pada pembenaran yang bersyarat.[3] Artinya bila proposisi terpenuhi, maka kebenaran terjadi.[3] Hal ini bisa kita lihat dalam kalimat Jika hujan terjadi, tanah becek, jadi tanah akan becek jika terjadi hujan.[3] Lain halnya dengan proposisi kondisional hipotesis, Proposisi Kondisional Disjungtif disebut juga alternatif.[3] Hal ini didasarkan pada pembenaran yang berupa pilihan.[3] Proposisi ini kerap kali menggunakan kata atau seperti dalam kalimat: Amir harus membantu orang tuanya atau membersihkan halaman rumah.[3]

Berdasarkan Luas Pengertian

Berdasarkan luas pengertian, proposisi dibedakan menjadi tiga kategori: universal, partikular, dan singular.[3] Proposisi Universal ialah sebuah proposisi yang mencakup seluruh aspek atau bagian.[3] Hal ini ditandai dengan adanya kata: semua, seluruh, setiap, setiap kali, masing-masing.[3] Sebagai contoh pada kalimat Tidak seorangpun dinegeri ini yang atheis.[3]

Kemudian yang kedua adalah Proposisi Partikular, yakni yang mengungkapkan sebagian dari seluruh aspek.[3] Kata tugas yang menandai proposisi partikular adalah beberapa, sebagaian, tidak semua, kebanyakan, banyak.[3] Contoh: Tidak semua siswa tekun belajar. [3] Kata "tidak semua" dalam kalimat di atas merupakan proposisi partikular, yakni hanya mencakup sebagian aspek saja.[3]

Dan yang terakhir adalah Proposisi Singular, proposisi ini hanya mengungkap satu aspek saja, di antara penandanya adalah kata ini dan itu.[3] Misal penggunaannya dalam kalimat:Rumah ini akan dijual, kata rumah di sini hanya menunjukkan satu unsur.[3] Jika terdapat dua unsur di dalamnya, maka suatu kalimat tidak bisa disebut dengan proposisi singular.[3]

Berdasarkan Kualitas dan Kuantitas

Berdasarkan kualitas juga kuantitasnya, proposisi dapat terbagi menjadi dua, yaitu proposisi A, I, E, dan proposisi O.[3] Yang dimaksud dengan Proposisi A di sini adalah proposisi universal atau singular positif; proposisi yang mengungkap keseluruhan dan pembenaran, pengakuan, atau positif.[3] Contohnya kalimat Meja ini dibuat dari kayu jati".[8]

Lain halnya dengan A, Proposisi E adalah proposisi universal atau singular negatif.[3] Proposisi ini mengungkap keseluruhan pengingkaran, penolakan, atau negatif.[3] Misalnya seperti kalimat "Meja ini tidak dibuat dari kayu jati", kata tidak dalam kalimat tersebut menunjukkan kenegatifan yang berupa pengingkaran.[8]

Selain proposisi A juga E, berdasarkan kualitas dan kuantitasnya, proposisi juga terbagi lagi menjadi Proposisi I dan Proposisi O.[3] Proposisi I ialah proposisi partikular aktif; mengungkap sebagian dari keseluruhan pengakuan, pembenaran, atau positif.[3] Sebagaimana contoh dalam kalimat berikut "Beberapa siswa SMU Kebangsaan tekun belajar".[3]

Proposisi O sendiri adalah proposisi partikular negatif; mengungkap sebagian dari keseluruhan pengingkaran, penolakan, atau negatif.[3] Contoh: "Beberapa siwa SMU Kebangsaan tidak tekun belejar.[3]

Referensi

  1. ^ a b c d e f Rapar, Jan Hendrik (1996).Pengantar Logika, Asas-Asas Penalaran.Yogyakarta:Kanisius .Hal 32
  2. ^ Departemen Pendidikan Nasional(2008);Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Hal 1106. Cet Pertama Edisi IV
  3. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac ad ae af ag ah ai aj ak al Kamdhi, JS.(2003).Terampil Berargumentasi.Jakarta:PT Grasindo. Hal 67-69
  4. ^ a b Hassan, Abdullah, dkk (2006).Sintaksis.Kuala Lumpur:PTS Professional Publishing. Hal 15-19
  5. ^ Ayer A.J. 1936, 2nd ed 1946. Language, truth and logic.
  6. ^ Lemmon E.J. Sentences, statements and propositions. In Williams & Montefiore (eds) British analytical philosophy. 1966.
  7. ^ Stroll A. 1967. Statements. In Stroll A. Epistemology.
  8. ^ a b Sudarminta, J. (2009).Epistemologi Dasar.Kanisius:Yogyakarta .Hal 98 Cet. 9