Distrik Liquiçá
Distrik Liquiçá (bahasa Portugis: Município Liquiçá; bahasa Tetun: Munisípiu Likisá) adalah sebuah distrik di Timor Leste. Distrik Liquiçá terletak di pantai utara Timor Leste dan berbatasan dengan distrik Dili, di sebelah timur distrik Aileu di tenggara, Ermera di selatan, dan Bobonaro di barat daya. Di barat lautnya terletak Laut Sabu. Distrik ini berpenduduk 55.058 orang (sensus 2004) dengan wilayah seluas 543 km². Distrik ini identik dengan distrik yang bernama sama di Timor Portugis. Sub-distriknya adalah Bazartete, Liquiçá dan Maubara.
Distrik Liquiçá | |
---|---|
Koordinat: 9°19′S 125°15′E / 9.317°S 125.250°E | |
Negara | Timor Leste |
Ibu kota | Liquiçá |
Luas | |
• Total | 543 km2 (210 sq mi) |
Populasi (2004) | |
• Total | 54.834 |
Zona waktu | UTC+9 |
Kode ISO 3166 | TL-LI |
HDI (2017) | 0.618[1] |
Situs web | Website resmi |
Referensi
- ^ "Sub-national HDI - Area Database - Global Data Lab". hdi.globaldatalab.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-09-13.
Pranala luar
Sejarah
Banyak cerita yang masih tertinggal tentang seorang kolonel tentara Jepang yang ditembak dan terbunuh dari kejauhan oleh seorang penembak jitu SAS Australia pada Perang Dunia II, di hadapan ratusan saksi mata orang Timor Leste. Tidak seorangpun yang tahu pasti tanggalnya. Orang pun tidak sepenuhnya yakin bahwa itu adalah cerita rakyat, legenda, ataukah benar-benar terjadi. Namun kisah itu adalah ciri khas pengalaman di Liquiçá.
Liquiçá mempunyai sejarah yang indah, tetapi dibayang-bayangi oleh kesedihan dan penderitaan.
Pada awal pendudukan Portugis, sub-distrik Maubara, bagian dari wilayah Liquiçá, direbut oleh Belanda. Benteng Belanda di Maubara di dekat pantai masih dilestarikan dengan baik dan masih memiliki meriam asli yang moncongnya dulu diarahkan ke teluk. Belakangan Portugal berunding dengan Belanda dan menukarnya dengan Pulau Flores, yang saat itu diduduki oleh Portugis. Maubara juga merupakan tempat terbentuknya pertama kali kelompok milisi yang ditakuti, Besi Merah Putih.
Pada masa pendudukan Indonesia, pemerintah Indonesia membangun banyak bangunan di Liquiçá, tetapi setelah referendum 1999 dan selama kampanye milisi hampir semuanya dihancurkan. Yang paling menonjol pula, banyak orang Timor Leste yang dibunuh selama Pembantaian di Gereja Liquiçá pada April 1999. Pada September 1999 seorang perwira polisi Amerika yang bertugas di bawah Polisi Internasional ditembak (meskipun tidak fatal) oleh pasukan-pasukan pro-Indonesia sementara PBB mengevakuasi Liquiçá.
Dari September hingga November 1999, kehidupan kembali normal di Liquiçá, ketika Pasukan Penjaga Perdamaian PBB dari Portugal membangun sebuah basis di Maubara, dan Polisi Internasional membangun markasnya di pusat kota Liquiçá. Mulanya ada 14 orang Polisi Internasional yang ditugasi di Liquiçá. Mereka mewakili Swedia, Kanada, Britania Raya, Ghana, Malaysia, dan Amerika Serikat. Di Liquiçá pulalah perwira Polisi Internasional yang bertugas di Timor Leste tewas akibat demam berdarah denggi; ia berasal dari Ghana. Pada masa ini, Polisi Internasional menduduki kompleks gereja yang sama, di tempat terjadinya Pembantaian di Gereja Liquiçá. Unsur militer Penjaga Perdamaian untuk Liquiçá adalah marinir Portugis.