Suku Komering

kelompok etnik yang berasal dari wilayah-wilayah di dekat sungai Komering di Sumatra Selatan
Revisi sejak 7 Oktober 2022 20.37 oleh Advthv (bicara | kontrib) (Selesai)

Suku Kumoring atau Komering (Surat Ulu: ꤼꥈꤰꥈ ꤰꥋꤸꥉꤽꥇꥏ, Jawi: سوكو كومريڠ) adalah salah satu suku bangsa yang berasal dari Kepaksian Sekala Brak kuno yang telah lama bermigrasi ke dataran Sumatra Selatan pada sekitar sebelum abad ke-7 dan telah menjadi beberapa kebuayan atau marga.

Orang Komering
Jolma Kumoring
Jelma Komering
Berkas:Midang Bebuke Komering Kayuagung.jpg
Para muda-mudi melakukan pawai memakai baju adat Komering
Jumlah populasi
± 470.000
Daerah dengan populasi signifikan
Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur
Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan
Kabupaten Ogan Komering Ilir
Kabupaten Ogan Komering Ulu
Bahasa
Bahasa Komering • Bahasa Indonesia
Agama
Mayoritas Islam
Kelompok etnik terkait
Melayu • Lampung

Etimologi

Nama Komering diambil dari nama way/sungai di dataran Sumatra Selatan yang menandai daerah kekuasaan/tanah ulayat dan tempat tinggal masyarakat suku Komering di sepanjang sungai Komering. Sebagaimana juga tertulis di buku Zawawi Kamil (Menggali Babad & Sedjarah Lampung) disebutkan dalam sajak bahasa Komering:

Terjemahan: "Adat lembaga yang digunakan ini berasal dari belasa kepampang (nangka bercabang), Sezaman dengan ranah Pagaruyung pemerintahan Bundo Kanduang (pada abad ke-12), Naik di gunung Pesagi turun di Sekala Brak, Memang sudah turun temurun dari nenek moyang dahulu, Sirih pinang dibawa dalam adat pusaka (bermakna: Kalau tidak pandai tata tertib tanda tidak berbangsa)".[1]

Sungai Komering adalah salah satu sungai besar yang sekarang bermuara di sungai Musi. Nama Komering sendiri sebenarnya berasal dari nama seorang pedagang rempah-rempah (pinang) asal India. Pada masa Sriwijaya, daerah tersebut sedang ramai-ramainya mengadakan perdagangan pinang dengan India di sepanjang wilayah sungai yang saat ini disebut sungai Komering. Untuk mengumpulkan pinang didaerah itu, oleh pembeli dari India ditunjuklah seorang saudagar yang bertindak sebagai perwakilan perdagangan yaitu Komring Singh. Makam Komring Singh masih ada di dekat pertemuan 2 sungai, yakni sungai Selabung dan sungai Saka di hulu Muaradua tepatnya di sekitar pegunungan bukit barisan dan danau Ranau. Dari tempat makam tersebut dinamailah sungai yang mengalir hingga ke muara (sungai Musi) dengan nama “sungai Komering” yang akhirnya membuat penduduk yang bermukim di pinggir/di sepanjang sungai tersebut disebut “orang Komering/suku Komering".

Pengunaan kata Komering untuk menyebut sungai dan penduduk yang mendiami wilayah tersebut belum diketahui pasti kapan mulai digunakan. Dari masa kerajaan Sriwijaya abad 7 Masehi sampai pada masa kesultanan Palembang abad 17 sungai dan daerah sekitarnya belum disebut Komering, daerah ini disebut dengan “Minanga”. Dalam bahasa Komering (proto Melayu purba) Minanga berarti muara sungai.

Pada masa kedatangan I-Tsing seorang Pendeta Buddha dari Cina/Tiongkok ke kerajaan Sriwijaya pada tahun 671 Masehi, sungai Komering masih bermuara ke laut dengan Minanga sebagai pusat kota yang terletak di muara sungai. Sedangkan pada masa kesultanan palembang (abad ke-17) sungai Komering sudah bermuara ke sungai Musi seperti sekarang ini.

Kata “Komering” mulai dipopulerkan oleh bangsa Belanda dengan sebutan “khemering” dari kata Kembiring yang diartikan juga sebagai makhluk sakti semacam harimau jadi-jadian. Sampai sekarang belum ditemukan literatur yang menghubungkan penyebutan Khemering oleh bangsa Belanda dengan makam Komring Singh. Masyarakat Komering terbagi menjadi beberapa sub-kelompok yang berbeda-beda yang tercakup dalam satu kelompok (Seminung/Semendawai), dimana asal kata Seminung berasal dari nama gunung (gunung Seminung) yang merupakan tempat leluhur/nenek moyang awal masyarakat Komering, sedangkan Semendawai berasal dari kata Samanda Di Way. Masyarakat Komering sub-suku Betung atau yang biasa disebut "Jolma Botung" dinamakan Betung karena puyang/leluhur yang bermigrasi dari Sakala Bhra kuno/purba yang kemudian menjadi sebuah kepaksian di gunung Seminung bermigrasi ke daratan Sumatra Selatan dan tiba di suatu tempat yang kini dinamakan desa Betung, di kecamatan Semendawai suku 3, kabupaten Ogan Komering Ulu Timur. Lalu keturunannya menyebar luas ke wilayah lainnya di wilayah Ogan Komering Ulu Timur sehingga masyarakat Komering keturunan puyang/leluhur tadi kemudian menjadi masyarakat Komering Betung. Meskipun nama Komering sudah terlanjur melekat dan dipakai hingga sekarang, tapi sebagian orang berpendapat suku yang mendiami sepanjang sungai Komering lebih tepat disebut suku Semendawai/Seminung[2][3].

Asal usul & sejarah

Pada sebelum tahun 600 Masehi terdapat suku di pedalaman Sumatra Selatan yang di kenal dengan nama suku Sakala Bhra (purba). Suku ini mendiami daerah pegunungan dan lembah bagian utara di sekitar gunung Seminung daerah perbatasan Sumatra Selatan dengan Lampung. Suku ini terpecah menjadi 2 kelompok masyarakat. Yang pertama yang mendiami kawasan sekitar gunung Seminung dan Pesagi turun ke danau Ranau lalu menyebar sampai ke seluruh wilayah Lampung, kemudian sebagian lagi turun ke daerah bawah dengan mengikuti aliran sungai di daerah huluan Sumatra Selatan yang kemudian di kenal dengan suku Samanda Di Way yang berarti orang yang mengikuti aliran sungai dan berakhir di Minanga (purba). Suku ini (Sakala Bhra purba) yang kelak menjadi kepaksian dan kemudian menjadi asal mula/moyang dari suku Komering dan suku Lampung. (Van Royen -1927)

Kelompok Samanda Di Way sesuai dengan pengucapan setempat menjadi Semendawai. Selanjutnya disebut Komering yang berasal dari sungai yang namanya berasal dari nama seorang saudagar dari India (pedagang pinang) bernama "Komring Singh". Suku Komering adalah kelompok masyarakat yang mendiami wilayah mulai dari hulu Muaradua hingga di hilir/muara (Minanga). Pada awalnya adalah kelompok masyarakat kecil yang bermigrasi dari pegunungan turun mengikuti aliran sungai kemudian mereka berpencar mencari tempat-tempat strategis untuk menetap dan mendirikan kepuyangan dan berbaur dengan penduduk asli setempat yang sudah dulu mendiami tempat tersebut kemudian menjadi leluhur/nenek moyang dari masyakarat Komering saat ini.

Sekitar abad ke-13 pernah terjadi perang Abung yaitu perang antara suku Semendawai/Komering dengan suku Abung (Lampung) dari Lampung. Perang Abung juga menjadi cikal bakal terbentuknya masyarakat suku Komering Kayuagung yang mendiami wilayah baru di hilir sungai Komering. Saat ini sebagian besar wilayah suku Semendawai atau suku Komering masuk dalam kabupaten Ogan Komering Ulu Timur/OKU Timur (OKUT).

Sungai Saka, Selabung, dan juga Lengkayap adalah 3 sungai yang merupakan anak dari sungai Komering yang berada di bagian hulu sungai Komering. Sebelum dinamakan sungai Komering, sebenarnya sungai tersebut masing-masing dinamakan sesuai dengan nama sungai tersebut yang bermuara ke sungai Musi. Sungai Saka, Selabung, dan Lengkayap adalah anak sungai/sungai kecil (cabang dari sungai Komering) yang berhulu di bukit barisan dan danau Ranau lalu mengalir ke satu aliran sungai yang dikenal sebagai sungai Komering kemudian berhilir/bermuara di sungai Musi.

Ada juga yang menyatakan suku Komering (tidak termasuk Kayuagung) berasal dari masyarakat Lampung Peminggir/Pesisir beradat Saibatin yang kemudian bermigrasi ke daratan Sumatra Selatan lalu berasimilasi dengan penduduk asli setempat yang sudah lebih dulu menempati wilayah tersebut. Setelah itu terjadilah akulturasi budaya, adat-istiadat, bahasa yang kemudian mempengaruhi suku Komering lalu terbentuklah identitas baru yang mandiri, tetapi seperti yang sudah dinyatakan sebelumnya ada pula yang menyatakan suku Lampung dan Komering berasal dari Sakala Bhra kuno/purba yang kemudian menjadi kepaksian (Kepaksian Sekala Brak) lalu terpecah menjadi 2 kelompok masyarakat yang berbeda (Komering & Lampung). Namun, kedua suku tersebut masih serumpun/satu rumpun dikarenakan memiliki banyak kemiripan dan persamaan dari segi adat-istiadat, kebudayaan, bahasa, dan lain-lain. Mereka pun masih satu keturunan/berasal dari keturunan yang sama dikarenakan nenek moyang/leluhur mereka pun sama-sama berasal dari Sakala Bhra purba/kuno yang kemudian menjadi kepaksian lalu terbagi menjadi 2 golongan berbeda. Kedua suku tersebut termasuk dalam "rumpun Seminung-Pesagi"[4][5].

Adat-istiadat dan kebudayaan

Adat Jajuluk (adok)

Jajuluk merupakan salah satu pemberian gelar adat pada masyarakat Komering. Jajuluk (adok) atau pemberian adok/gelar dalam masyarakat Komering yang berlaku pada semua sub-kelompok/sub-suku Komering seperti pada masyarakat: Betung, Daya, Aji, dan Kayuagung. Setiap sub-kelompok masing-masing mempunyai adat-istiadat dan budaya yang hampir sama, namun tetap memiliki beberapa perbedaan yang menjadikannya ciri khas masing-masing setiap kelompok suku.

Tradisi budaya Midang

Midang adalah tradisi khas masyarakat Komering Ilir di Kayuagung, OKI. Midang terbagi menjadi 2 macam, yakni: Midang Begorok atau biasa disebut Midang saja dan juga Midang Bebuke/Midang Morge Siwe. Midang Begorok/Midang adalah arak-arakan pengantin yang diiringi musik tanjidor pada acara adat pernikahan. Tak hanya dalam pernikahan, Midang Begorok juga bisa diadakan dalam acara-acara adat lainnya seperti acara khitanan/sunatan, acara persedekahan, acara-acara besar, dan acara lainnya. Sedangkan Midang Bebuke/Midang Morge Siwe adalah tradisi budaya untuk menyambut dan memeriahkan hari raya Idul Fitri tepatnya pada hari ketiga dan keempat. Midang Bebuke dilakukan oleh para muda-mudi, biasanya juga disebut Midang Morge Siwe karena diikuti oleh perwakilan dari 9 marga di Kayuagung. Kini, tradisi Midang maupun Jejuluk/Jajuluk (adok) telah ditetapkan sebagai warisan budaya Indonesia dan sudah terdaftar resmi milik masyarakat Komering sebagai warisan budaya takbenda.

Seni budaya & sastra lisan

Kesenian

Kesenian suku Komering bermacam ragam, salah satunya adalah kesenian gitar tunggal. Gitar tunggal merupakan seni musik yang hanya memakai gitar dengan irama khas Komering lalu diiringi dengan nyanyian-nyanyian yang berisi syair dan petatah petitih dengan ciri khas dialek Komeringnya. Seni gitar tunggal biasa dimainkan pada saat acara-acara adat (terutama pada masyarakat Komering Ulu: Betung, Daya, Aji). Untuk masyarakat Komering Hilir (Kayuagung), seni musik gitar tunggal tidak begitu terkenal dan jarang dimainkan. Seni musik masyarakat Komering Kayuagung cukup berbeda dengan masyarakat Komering Ulu (Daya, Betung, Aji). Musik khas Kayuagung cenderung mengikuti ciri musik modern zaman sekarang terbukti dengan lagu-lagu Komering Kayuagung bergenre pop. Seni musik Kayuagung juga cukup kuat terpengaruh seni musik Melayu karena berada di wilayah Iliran atau berada di sekitar masyarakat Iliran/orang Iliran (Melayu Pesisir) sehingga pengaruh Melayu cukup kuat mempengaruhi masyarakat Kayuagung termasuk dalam seni musik. Hal ini membedakan seni musik masyarakat Komering Ilir di Kabupaten OKI terutama di sekitar Kayuagung dengan masyarakat Komering di Hulu (Daya, Betung, Aji) di kabupaten OKU Timur, OKU Selatan, dan OKU yang kental pengaruh dari masyarakat di hulu (orang Uluan) dan Lampung dengan ciri khas penggunaan gitar tunggal, syair-syair, petatah petitih, berpantun seperti kebudayaan khas masyarakat Melayu Tengah/Melayu Hulu maupun masyarakat Lampung.

Sastra lisan/tutur Komering

Sastra lisan Komering salah satunya ialah hiring-hiring. Hiring-hiring adalah pantun bersahut yang dilakukan oleh muda-mudi Komering (khususnya pada masyarakat Komering di OKU Timur/Komering Betung). Hiring-hiring biasa dimainkan pada saat menyambut bulan bara atau bulan purnama dan juga pada saat acara adat.

Tarian tradisional

Terdapat beberapa seni tari suku Komering diantaranya adalah:

  • Tari Minur/milur
  • Tari Pengantin Komering
  • Tari Penguton
  • Tari Sada Sabai
  • Tari Gopung
  • Dll

Rumah adat

Rumah adat Komering bermacam ragam. Rumah adat pada masyarakat Komering Ulu (Betung, Daya, Aji) berbeda dengan masyarakat Komering Ilir (Bengkulah/marga Bengkulah & Kayuagung). Setidaknya ada 3 macam/jenis rumah adat suku Komering.

Rumah Ulu Komering

Berkas:Rumah Ulu Komering.jpg
Rumah Ulu Komering

Pada masyarakat Komering Ulu rumah adat mereka dikenal dengan sebutan "Lamban Ulu Komering atau dalam bahasa Indonesia berarti "rumah Ulu Komering". Rumah Ulu Komering ialah rumah panggung yang bentuknya hampir sama dengan jenis rumah Ulu lainnya. Rumah Ulu Komering dapat ditemukan di wilayah huluan Komering seperti di: OKU Selatan, OKU Timur, OKU, dan sebagian OKI bagian Hulu/perbatasan dengan OKU Timur.

Rumah adat Bengkulah

Berkas:Rumah adat marga Bengkulah.jpg
Rumah adat Komering Bengkulah/marga Bengkulah di kecamatan Tanjung Lubuk, Ogan Komering Ilir

Rumah adat Komering Bengkulah atau rumah adat Komering marga Bengkulah adalah rumah adat masyarakat Komering Hilir marga Bengkulah di Tanjung Lubuk, OKI.

Rumah adat Kayuagung

Berkas:Rumah panggung Kayuagung.jpg
Rumah adat Kayuagung berbentuk panggung dengan ciri atap limas

Rumah adat Kayuagung atau rumah panggung Kayuagung ialah rumah adat masyakarat Komering Hilir di sekitar Kayuagung, OKI. Rumah panggung Kayuagung seperti rumah panggung pada umumnya hanya saja pada bagian atapnya memiliki keunikan yakni berbentuk limas layaknya rumah limas yang merupakan rumah adat masyarakat Melayu Palembang.

Pakaian adat

Pakaian adat suku Komering hampir sama seperti pakaian adat suku-suku di sekitarnya. Pakaian adat Komering pada umumnya (pakaian adat pesta, acara, dan pernikahan) terlihat seperti pakaian adat Palembang dan Ogan. Pada masyarakat Komering Ulu, pakaian adatnya kental dengan ciri pakaian adat Ogan sedangkan pada masyarakat Komering Ilir (Bengkulah & Kayuagung) cukup kental dengan pengaruh pakaian adat Melayu Palembang. Khusus untuk pakaian adat masyarakat Komering Daya di OKU Selatan pakaian adat mereka memiliki kemiripan dengan pakaian adat Lampung dari motif-motifnya. Selain itu kain, baju, selendang, dan songket serta aksesoris lain memiliki kemiripan motif dengan tapis khas Lampung.

Berikut ini beberapa pakaian adat Komering yang memiliki ciri khas yang berbeda dengan pakaian adat Komering pada umumnya sehingga menjadikannya terdaftar sebagai warisan budaya takbenda:

  • Kain Kawai kanduk: Pakaian adat masyarakat Komering Daya di kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan.
  • Angkinan: Pakaian adat kebesaran wanita Komering Kayuagung, Ogan Komering Ilir.

Sisanya seperti pakaian adat biasa/pada umumnya seperti pakaian adat Ogan dan Palembang: untuk perempuan memakai baju kurung dan kebaya tojang untuk laki-laki memakai jas, celana hitam, kain sarung yang dipakaikan dipinggang, lalu tanjak dikepala atau memakai teluk belanga.

Bahasa

Bahasa yang digunakan suku Komering ialah bahasa Komering. Bahasa Komering memiliki beberapa dialek, diantaranya adalah: Komering Betung (dialek yang menjadi bentuk standar/bentuk baku dari bahasa Komering dengan penutur yang lebih banyak dari dialek lainnya). Dialek Komering Betung secara signifikan tersebar di OKU Timur, namun juga tersebar di OKU Selatan, sebagian OKU serta sebagian kecil OKI. Dialek-dialek lainnya ialah: dialek Komering Ilir (Kayuagung-Bengkulah), dan dialek Komering Ulu (dialek Daya-Aji).

Agama

Sebagian besar masyarakat suku Komering beragama Islam. Meski ada juga sebagian kecil beragama lain. Walaupun begitu, sebagian dari masyarakat Komering masih ada yang percaya dengan roh-roh halus atau arwah-arwah leluhur. Walaupun sudah beragama tetapi beberapa dari mereka masih meyakini keyakinan kepercayaan nenek moyang bahkan ada yang masih menjalankan praktik mistis.

Lihat pula

  1. ^ https://mencatatsejarah.blogspot.com/2018/07/kerjaan-skala-brak-leluhur-orang-lampung.html%3Fm%3D1&ved=2ahUKEwjfv4fMr876AhXiUXwKHWHWBpMQFnoECCUQAQ&usg=AOvVaw01B011ZNXCqqe1yktABoZL
  2. ^ https://prioritas.co.id/asal-mula-suku-komering/&ved=2ahUKEwi1naCcrs76AhVUUXwKHRzLDywQFnoECDAQAQ&usg=AOvVaw393aIZ2c557Q7hgzPUnZ6b
  3. ^ https://m.facebook.com/PesonaSriwijaya/posts/sejarah-komering-singh-di-muaradua-dan-asal-nama-komeringnama-komering-berasal-d/951681184942072/
  4. ^ https://egindo.com/mengenal-asal-usul-suku-komering/
  5. ^ https://www.okutimurkab.go.id/asal-mula-nama-komering.html&ved=2ahUKEwi1naCcrs76AhVUUXwKHRzLDywQFnoECAgQBQ&usg=AOvVaw1Q4KVVps9Cdnm4lC3uEKPa