Motivasi

fitur psikologis atau alasan mendasar untuk tindakan, kemauan dan tujuan orang
Revisi sejak 22 Oktober 2022 05.05 oleh Ayumq (bicara | kontrib) (Tugas suntingan 20 artikel)

Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu dalam mencapai tujuannya.[1] Tiga elemen utama dalam definisi ini diantaranya adalah intensitas, arah, dan ketekunan.[2]

Berdasarkan teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow, teori X dan teori Y Douglas McGregor maupun teori motivasi kontemporer, arti motivasi adalah 'alasan' yang mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan oleh seorang individu. Seseorang dikatakan memiliki motivasi tinggi bila orang tersebut memiliki alasan yang sangat kuat untuk mencapai apa yang diinginkannya dengan mengerjakan pekerjaan yang sedang dilakukannya saat ini. Berbeda dengan arti motivasi yang berkembang di masyarakat yang sering disamakan dengan 'semangat', seperti contoh dalam percakapan "saya ingin anak saya memiliki motivasi yang tinggi". Pernyataan ini bisa diartikan bahwa orang tua tersebut menginginkan anaknya memiliki semangat belajar yang tinggi. Maka, perlu dipahami bahwa terdapat perbedaan dalam penggunaan istilah motivasi di masyarakat. Ada yang mengartikan motivasi sebagai sebuah alasan, dorongan, dan ada juga yang mengartikannya sama dengan semangat.

Dalam hubungan antara motivasi dan intensitas, intensitas terkait dengan seberapa giat seseorang berusaha, tetapi intensitas tinggi tidak menghasilkan prestasi kerja yang memuaskan kecuali jika upaya tersebut dikaitkan dengan arah yang menguntungkan organisasi.[2] Sebaliknya, elemen yang terakhir yaitu ketekunan, merupakan ukuran mengenai berapa lama seseorang dapat mempertahankan usahanya.[2]

Pengertian Motivasi

Motivasi berasal dari bahasa Latin "movere", yang berarti menggerakkan. Menurut Weiner (1990) motivasi adalah kondisi internal yang membangkitkan seseorang untuk bertindak, mendorong seseorag untuk mencapai tujuan tertentu, dan membuat indivdiu tersebut untuk tetap tertarik dalam kegiatan tertentu. Menurut Uno (2007), motivasi dapat diartikan sebagai dorongan internal dan eksternal dalam diri seseorang yang diindikasikan dengan adanya hasrat dan minat, dorongan dan kebutuhan, harapan dan cita-cita, penghargaan, dan penghormatan. Sedangkan Imron (1966) menjelaskan bahwa motivasi berasal dari bahasa Inggris "motivation" yang berarti dorongan atau pengalasan untuk melakukan suatu aktivitas hingga mencapai tujuan.

Dari serangkain pengertian para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah sesuatu alasan yang mendorong seseorang untuk melakukan; menyelesaikan; menghentikan; dsb, suatu aktivitas guna mencapai tujuan tertentu yang diinginkan dari motivasi tersebut.

Sejarah Teori Motivasi

Tahun 1950-an merupakan periode perkembangan konsep-konsep motivasi.[2] Teori-teori yang berkembang pada masa ini adalah hierarki Teori Kebutuhan, Teori X dan Y, dan Teori Dua Faktor.[2] Teori-teori kuno tersebut dikenal karena merupakan dasar berkembangnya teori yang ada hingga saat ini yang digunakan oleh manajer pelaksana di organisasi-organisasi di dunia dalam menjelaskan motivasi karyawan.[2]

 
Hierarki Teori Kebutuhan Maslow

Teori hierarki kebutuhan

Teori motivasi yang paling terkenal adalah Teori Hierarki Kebutuhan milik Abraham Maslow.[3] Ia membuat hipotesis bahwa dalam setiap diri manusia terdapat hierarki dari lima kebutuhan, yaitu fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), rasa aman (rasa ingin dilindungi dari bahaya fisik dan emosional), sosial (rasa kasih sayang, kepemilikan, penerimaan, dan persahabatan), penghargaan (faktor penghargaan internal dan eksternal), dan aktualisasi diri (pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri sendiri).[3]

Maslow memisahkan lima kebutuhan ke dalam urutan-urutan.[3] Kebutuhan fisiologis dan rasa aman dideskripsikan sebagai kebutuhan tingkat bawah sedangkan kebutuhan sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri sebagai kebutuhan tingkat atas.[3] Perbedaan antara kedua tingkat tersebut adalah dasar pemikiran bahwa kebutuhan tingkat atas dipenuhi secara internal sementara kebutuhan tingkat rendah secara dominan dipenuhi secara eksternal.[3]

Teori kebutuhan Maslow telah menerima pengakuan luas di antara manajer pelaksana karena teori ini logis secara intuitif.[3] Namun, penelitian tidak memperkuat teori ini dan Maslow tidak memberikan bukti empiris dan beberapa penelitian yang berusaha mengesahkan teori ini tidak menemukan pendukung yang kuat.[3]

Teori X dan teori Y

Douglas McGregor menemukan teori X dan teori Y setelah mengkaji cara para manajer berhubungan dengan para karyawan.[2] Kesimpulan yang didapatkan adalah pandangan manajer mengenai sifat manusia didasarkan atas beberapa kelompok asumsi tertentu dan bahwa mereka cenderung membentuk perilaku mereka terhadap karyawan berdasarkan asumsi-asumsi tersebut.[2]

Ada empat asumsi yang dimiliki manajer dalam teori X.[2]

  • Karyawan pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan dan sebisa mungkin berusaha untuk menghindarinya.
  • Karena karyawan tidak menyukai pekerjaan, mereka harus dipakai, dikendalikan, atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan.
  • Karyawan akan mengindari tanggung jawab dan mencari perintah formal, di mana ini adalah asumsi ketiga.
  • Sebagian karyawan menempatkan keamanan di atas semua faktor lain terkait pekerjaan dan menunjukkan sedikit ambisi.

Bertentangan dengan pandangan-pandangan negatif mengenai sifat manusia dalam teori X, maka juga terdapat empat asumsi positif yang disebutkan dalam teori Y.[2]

  • Karyawan menganggap kerja sebagai hal yang menyenangkan, seperti halnya istirahat atau bermain.
  • Karyawan akan berlatih mengendalikan diri dan emosi untuk mencapai berbagai tujuan.
  • Karyawan bersedia belajar untuk menerima, mencari, dan bertanggungjawab.
  • Karyawan mampu membuat berbagai keputusan inovatif yang diedarkan ke seluruh populasi, dan bukan hanya bagi mereka yang menduduki posisi manajemen.

Teori motivasi kontemporer

 
David McClelland, pencetus Teori Kebutuhan.

Teori motivasi kontemporer bukan teori yang dikembangkan baru-baru ini, melainkan teori yang menggambarkan kondisi pemikiran saat ini dalam menjelaskan motivasi karyawan.[4] Teori motivasi kontemporer mencakup teori-teori berikut:[4]

Teori kebutuhan McClelland

Teori kebutuhan McClelland dikembangkan oleh David McClelland dan teman-temannya.[5] Teori kebutuhan McClelland berfokus pada tiga kebutuhan yang didefinisikan sebagai berikut:[5]

  • Kebutuhan berprestasi: dorongan untuk melebihi, mencapai standar-standar, berusaha keras untuk berhasil.
  • Kebutuhan berkuasa: kebutuhan untuk membuat individu lain berperilaku sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan berperilaku sebaliknya.
  • Kebutuhan berafiliasi: keinginan untuk menjalin suatu hubungan interpersonal yang ramah dan akrab.

Teori evaluasi kognitif

Teori evaluasi kognitif adalah teori yang menyatakan bahwa pemberian penghargaan-penghargaan ekstrinsik untuk perilaku yang sebelumnya memuaskan secara intrinsik cenderung mengurangi tingkat motivasi secara keseluruhan.[6] Teori evaluasi kognitif telah diteliti secara eksensif dan ada banyak studi yang mendukung.[6]

Teori penentuan tujuan

Teori penentuan tujuan adalah teori yang mengemukakan bahwa niat untuk mencapai tujuan merupakan sumber motivasi kerja yang utama.[7] Artinya, tujuan memberitahu seorang karyawan apa yang harus dilakukan dan berapa banyak usaha yang harus dikeluarkan.[8]

Teori penguatan

Teori penguatan adalah teori di mana perilaku merupakan sebuah fungsi dari konsekuensi-konsekuensinya jadi teori tersebut mengabaikan keadaan batin individu dan hanya terpusat pada apa yang terjadi pada seseorang ketika ia melakukan tindakan.[9]

Teori Keadilan

Teori keadilan adalah teori bahwa individu membandingkan masukan-masukan dan hasil pekerjaan mereka dengan masukan-masukan dan hasil pekerjaan orang lain, dan kemudian merespons untuk menghilangkan ketidakadilan.[9]

Teori harapan

Teori harapan adalah kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dalam cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti dengan hasil yang ada dan pada daya tarik dari hasil itu terhadap individu tersebut.[9]

Area motivasi manusia

Empat area utama motivasi manusia adalah makanan, cinta, seks, dan pencapaian.[10] Tujuan-tujuan yang mendasari motivasi ditentukan sendiri oleh individu yang melakukannya, individu dianggap tergerak untuk mencapai tujuan karena motivasi intrinsik (keinginan beraktivitas atau meraih pencapaian tertentu semata-mata demi kesenangan atau kepuasan dari melakukan aktivitas tersebut), atau karena motivasi ekstrinsik, yakni keinginan untuk mengejar suatu tujuan yang diakibatkan oleh imbalan-imbalan eksternal. disamping itu terdapat pula faktor yang lain yang mendukung diantaranya ialah faktor internal yang datang dari dalam diri orang itu sendiri.

Variabel-Variabel Motivasi

Kerlinger, N. Fred dan Elazar J. Pedhazur (1987) menyatakan bahwa variabel motivasi terdiri dari: (1) Motif atas kebutuhan dari pekerjaan (motif); (2) Pengharapan atas lingkungan kerja (ekspektasi); (3) Kebutuhan atas imbalan (insentif). Hal ini juga sesuai dengan yang di kemukakan Atkinson (William G Scott, 1962: 83), memandang bahwa motivasi adalah merupakan hasil penjumlahan dari fungsi-fungsi motive, harapan dan insentif (Atkinson views motivation strengh in the form of an equattion-motivation = f (motive + expectancy + incentive).

Jadi, mengacu pada pendapat-pendapat para ahli di atas, Cut Zurnali (2004) mengemukakan bahwa motivasi karyawan dipengaruhi oleh motif, harapan dan insentif yang diinginkan. Dalam banyak penelitian di bidang manajemen, administrasi, dan psikologi, variabel-variabel motivasi ini sering digunakan. Berikut akan dijelaskan masing-masing variabel motivasi tersebut.

Motif

Menurut Cut Zurnali (2004), motif adalah faktor-faktor yang menyebabkan individu bertingkah laku atau bersikap tertentu. Jadi dicoba untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti kebutuhan apa yang dicoba dipuaskan oleh seseorang? Apa yang menyebabkan mereka melakukan sesuatu pekerjaan atau aktivitas. Ini berarti bahwa setiap individu mempunyai kebutuhan yang ada di dalam dirinya (inner needs) yang menyebabkan mereka didorong, ditekan atau dimotivasi untuk memenuhinya. Kebutuhan tertentu yang mereka rasakan akan menentukan tindakan yang mereka lakukan.

Lebih lanjut Cut Zurnali mengutip pendapat Fremout E. kast dan james E. Rosenzweig (1970) yang mendefinisikan motive sebagai: a motive what prompts a person to act in a certain way or at least develop appropensity for speccific behavior. The urge to action can tauched off by an external stimulus, or it can be internally generated in individual thought processes. Jadi motive adalah suatu dorongan yang datang dari dalam diri seseorang untuk melakukan atau sedikitnya adalah suatu kecenderungan menyumbangkan perbuatan atau tingkah laku tertentu.

William G Scott (1962: 82) menerangkan tentang motive adalah kebutuhan yang belum terpuaskan yang mendorong individu untuk mencapai tujuan tertentu. Secara lengkap menurut Scott, motives are unsatiesfied need which prompt an individual toward the accomplishment of aplicable goals. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan, motive adalah dorongan yang ada di dalam diri seseorang untuk melakukan perbuatan guna memenuhi kepuasannya yang belum terpuaskan. Selain itu, Maslow sebagaimana diungkap pada halaman sebelumnya membagi kebutuhan manusia ke dalam beberapa hierarki, yakni kebutuhan-kebutuhan fisik, keselamatan dan keamanan, sosial, penghargaan atau prestise dan kebutuhan aktualisasi diri.

Harapan

Mengacu pada pendapat Victor Vroom, Cut Zurnali (2004) mengemukakan bahwa ekspektasi adalah adanya kekuatan dari kecenderungan untuk bekerja secara benar tergantung pada kekuatan dari pengharapan bahwa kerja akan diikuti dengan pemberian jaminan, fasilitas dan lingkungan atau outcome yang menarik. RL. Kahn dan NC Morce (1951: 264) secara singkat mengemukakan pendapatan mereka tentang expectation, yakni Expectation which is the probability that the act will obtain the goal. Jadi harapan adalah merupakan kemungkinan bahwa dengan perbuatan akan mencapai tujuan. Arthur levingson dalam buku Vilfredo Pareto (1953: 178) menyatakan: The individual is influenced in his action by two major sources of role expectation the formal demands made by the company as spalled out in the job, and the informal expectation forces make behavioral demans on the individual attemps to structure the social situation and the devine his place in it.

Dengan merumuskan beberapa pendapat para ahli, Cut Zurnali (2004) menyatakan bahwa terdapat dua sumber besar yang dapat mempengaruhi kelakuan individu, yaitu: sumber-sumber harapan yang berkenaan dengan peranannya antara lain, tuntutan formal dari pihak pekerjaan yang terperinci dalam tugas yang seharusnya dilakukan. Dan tuntutan informal yang dituntut oleh kelompok-kelompok yang ditemui individu dalam lingkungan kerja. Di samping itu, menurut Wiliam G Scott (1962: 105), addtionally, as could be anticipated, the groups themselves can be axpected to interact, effecting the others expectations. Ternyata kelompok karyawan sendiri dapat juga mempengaruhi harapan-harapan yang akan dicapainya. Dan dengan adanya keyakinan atau pengharapan untuk sukses dapat memotivasi seseorang untuk mewujudkan atau menggerakkan usahanya (Gary Dessler, 1983: 66). Selanjutnya Vroom yang secara khusus memformulasikan teori expectancy mengajukan 3 (tiga) konsep konsep dasar, yaitu: (1) Valence atau kadar keinginan seseorang; (2) Instrumentality atau alat perantara; (3) Expectacy atau keyakinan untuk mewujudkan keinginan itu sendiri (Gary Dessler, 1983: 66).

Insentif

Dalam kaitannya dengan insentif (incentive), Cut Zurnali mengacu pada pendapat Robert Dubin (1988) yang menyatakan bahwa pada dasarnya incentive itu adalah peransang, tepatnya pendapat Dubin adalah incentive are the inducement placed the course of an going activities, keeping activities toward directed one goal rather than another. Arti pendapat itu kurang lebih, insentif adalah perangsang yang menjadikan sebab berlangsungnya kegiatan, memelihara kegiatan agar mengarah langsung kepada satu tujuan yang lebih baik dari yang lain. Morris S. Viteles (1973: 76) merumuskan insentif sebagai keadaan yang membangkitkan kekuatan dinamis individu, atau persiapan-persiapan daripada keadaan yang mengantarkan dengan harapan dapat mempengaruhi atau mengubah sikap atau tingkah laku orang-orang. Secara lebih lengkap Viteles menyatakan: incentive are situasions which function in arousing dynamis forces in the individual, or managements of conditions introduced with the expectation of influencing or altering the behavior of people.

Menurut Cut Zurnali, pendapat yang mengemukakan bahwa insentif adalah suatu perangsang atau daya tarik yang sengaja diberikan kepada karyawan dengan tujuan agar karyawan ikut membangun, memelihara dan mempertebal serta mengarahkan sikap atau tingkah laku mereka kepada satu tujuan yang akan dicapai perusahaan. Joseph Tiffin (1985: 267) mengatakan bahwa pemnberian insentif sangat diperlukan terutama apabila karyawan tidak banyak mengetahui tentang hal apa yang akan dilakukannya. Berikut secara lengkap diuraikan pendapat Tiffin: ordinary speaking, people will not learn very much about anything unless they are motivated to do so, that is, unless they are supplied with an adequate incentive. Maknanya bahwa seseorang tidak banyak mengetahui tentang sesuatu hal, apabila mereka tidak didorong untuk melakukan pekerjaan yang demikian itu, yaitu apabila mereka tidak dibekali dengan insentif secara cukup.

Teori motivasi Herzberg (Frederick Herzberg)

Ada dua faktor yang mendorong manusia mencapai kepuasan dan menjauhi ketidak puasan yaitu faktor ekstrinsik (higiene) dan intrinsik (motivator). Faktor ekstrinsik memotivasi orang untuk keluar dari ketidak puasan sedangkan faktor intrinsik (motivator) memotivasi orang untuk berusaha mencapai kepuasan. Dalam teori motivasi herzberg ada 3 hal penting dalam memotivasi bawahan, yaitu:

  1. Hal-hal yang mendorong karyawan sehingga menantang pegawai untuk berprestasi, bertanggung jawab dan pengakuan atas hasil kerja.
  2. Hal-hal yang mengecewakan karyawan bersifat tambahan atau gimik dalam pekerjaan, seperti jabatan, istirahat, hak, gaji, tunjangan,dan lain-lain yang jika tidak terpenuhi akan membuat kecewa.
  3. Pegawai / karyawan itu sendiri jika peluang untuk berprestasi terbatas. Karyawan akan sesitif pada lingkungan dan mencari kesalahan.

Lihat pula

Motivasi (Islam)

Pranala luar

Referensi

  1. ^ (Inggris)Mitchell, T. R. Research in Organizational Behavior. Greenwich, CT: JAI Press, 1997, hal. 60-62.
  2. ^ a b c d e f g h i j Robbins, Stephen P.; Judge, Timothy A. (2008). Perilaku Organisasi Buku 1, Jakarta: Salemba Empat. Hal.222-232
  3. ^ a b c d e f g Maslow. (Inggris)A. Motivation and Personality. New York: Harper & Row, 1954, hal. 57-67.
  4. ^ a b Robbins, Stephen P.; Judge, Timothy A. (2008). Perilaku Organisasi, Jakarta: Salemba Empat. Hal.229-239
  5. ^ a b McClelland, D. C.. The Achieving Society, New York: Van Nostrand Reinhold, 1961, hal. 63-73
  6. ^ a b Cameron, J.; Pierce,W. D. Reinforcement, Reward, and Intrinsic Motivation: A Meta-Analysis, Review of Educational Research, 1994. hal. 363-423.
  7. ^ Locke, E. A. Toward a Theory of Task Motivation and Incentive, Organizational Behavior and Human Performance, 1968, hal. 157-159
  8. ^ Early. "Task Planning and Energy Expended: Exploration of How Goals Influence Performance", Jurnal Psikologi, 1987. hal. 107-114
  9. ^ a b c Robbins, Stephen P.; Judge, Timothy A. (2008). Perilaku Organisasi, Jakarta: Salemba Empat. Hal.244-254
  10. ^ Wade, Carol; Tavris, Carol. Psikologi: Jilid 2, Jakarta: Erlangga, 2007, hal. 142-152

Daftar pustaka

  • Cut Zurnali, 2004, Pengaruh Pelatihan dan Motivasi Terhadap Perilaku Produktif Karyawan Divisi Long Distance PT Telkom Tbk, Tesis, Unpad, Bandung.