Kesultanan Gunung Tabur
Kesultanan Gunung Tabur adalah salah satu kesultanan yang terbentuk akibat pecahnya Kesultanan Berau pada awal abad ke-19 dan terletak di Kecamatan Gunung Tabur, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.[1]
Selama Perang Dunia II tahun 1945, Istana Gunung Tabur dibom oleh sekutu dan tidak ada bagian dari istana yang tersisa. Pada tahun 1990, Istana Gunung Tabur dibangun kembali dan dijadikan sebagai museum yang diberi nama Museum Batiwakkal yang diresmikan pada tahun 1992.
Sejarah
Kesultanan Gunung Tabur didirikan karena pemisahan Kesultanan Berau. Perpecahan Kerajaan Berau melahirkan dua Kesultanan baru yaitu Kesultanan Sambaliung dan Kesultanan Gunung Tabur.
Raja Berau ke-9 Aji Dilayas memiliki dua permaisuri, masing-masing dikaruniai seorang putra. Sepeninggal Aji Dilayas, kedua putranya, Pangeran Tua dan Pangeran Dipati, merasa berhak atas takhta kerajaan. Untuk menghindari konflik, keputusan bersama dibuat bahwa mereka harus memerintah secara bergantian.[2]
Sebagai putra sulung, pangeran tua itu berkesempatan memerintah kerajaan dari tahun 1673 hingga 1700. Adiknya Pangeran Dipati memerintah dari tahun 1700 hingga 1731. Situasi ini berlangsung hingga akhirnya perseteruan antara kedua dinasti tersebut tidak dapat diselesaikan. Pada tahun 1810, kerajaan Berau terbelah menjadi dua generasi.[2]
Keturunan Aji Pangeran Dipati, dengan pewaris tahta Sultan Gazi Mahyudi, memperoleh wilayah di sebelah utara Sungai Berau, serta wilaya kiri dan kanan Sungai Segah. Sultan Gazi Mahyudi kemudian mendirikan Kesultanan Gunung Tabur
Sementara, keturunan Aji Pangeran Tua, dengan pewaris tahta Raja Alam bergelar Sultan Alimuddin, mendapat wilayah di sebelah selatan Sungai Berau, serta di wilayah kiri dan kanan Sungai Kelay. Kemudian Raja Alam mendirikan Kesultanan Sambaliung[2]
Batas Wilayah
Utara | Kesultanan Bulungan |
Timur | Laut Sulawesi |
Selatan | Kesultanan Sambaliung |
Barat | Kesultanan Sambaliung |
Sultan Gunung Tabur
Sultan-sultan Gunung Tabur di antaranya adalah sebagai berikut:[3][4]
- 1800 - 1834 - Sultan Zainul Abidin II bin Badruddin
- 1834 - 1850 - Sultan Aji Kuning II bin Zainul Abidin
- 1850 - 1876 - Sultan Amiruddin (Maharaja Dendah I)[5]
- 1876 - 1882 - Sultan Hasanuddin II (Hasanuddin I Gunung Tabur) (Maharaja Dendah II bin Amiruddin)
- 1882 - 1903 - Sultan Siranuddin
- .1903 - 1921 - Sultan Achmad Maulana
- 1921 - 1953 - sultan Muhammad Khalifatullah Jalaluddin / H. Aji Raden Ayoeb
Referensi
Sumber
- ^ BPCB Samarinda (2015). Profil Cagar Budaya Kalimantan. Samarinda: Balai Pelestarian Cagar Budaya Samarinda. hlm. 41.
- ^ a b c BPCB Kaltim (2 Februari 2021). "Istana Gunung Tabur". Indosiana Platform Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan. Diakses tanggal 27 Oktober 2022.
- ^ Indonesia traditional polities
- ^ (Belanda) Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, Lembaga Kebudajaan Indonesia (1855). Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde. Lange & Co. hlm. 88. Teks "Bagian 4" akan diabaikan (bantuan)
- ^ (Belanda) Verhandelingen en Berigten Betrekkelijk het Zeewegen, Zeevaartkunde, de Hydrographie, de Koloniën, Volume 13, 1853