Desmond Junaidi Mahesa

politisi Indonesia

H. Desmond Junaidi Mahesa, S.H., M.H. (lahir 12 Desember 1965) adalah seorang aktivis yang kemudian menjadi politisi dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Ia menjabat wakil ketua komisi III DPR dan menjadi wakil dari daerah pemilihan (dapil) Banten II dengan mengantongi 61.275 suara suara suara suara dalam Pemilu Legislatif 2014. Sebelumnya, ia duduk di kursi DPR-RI Komisi III wakil dari daerah pemilihan (dapil) Kalimantan Timur dengan mengantongi 13.439 suara suara dalam Pemilu Legislatif 2009.

Desmond Junaidi Mahesa
Berkas:Desmond-Junaidi-Mahesa.jpg
LahirDesmond
12 Desember 1965 (umur 58)
Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Indonesia
KebangsaanIndonesia
AlmamaterUniversitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin
STIH IBLAM, Jakarta
PekerjaanAktivis, politisi
Dikenal atasAnggota DPR-RI

Namanya mulai dikenal publik sejak menjadi salah satu korban penculikan aktivis pro demokrasi pada tahun 1997/1998. Saat itu dirinya tercatat sebagai salah satu aktivis dan mahasiswa yang berjuang menegakkan keadilan dan demokrasi pada masa pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Soeharto.[1]

Saat ini ia juga menjabat Ketua DPP Partai Gerindra Bidang Kaderisasi.[2]

Riwayat

Ia lahir di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, 12 Desember 1965, dengan nama kecil Junaidi. Kedua orangtuanya dikenal bersahaja. Ayahnya, Muchtar (alias Tarlan) bin H. Sirin, adalah seorang petani dan buruh kasar. Sedangkan ibunya, Sa’diah binti Ubak, dikenal sebagai pedagang telur di pasar Batuah, Kota Banjarmasin.

Junaidi tumbuh besar di Sungai Tabuk dan Pasar Batuah, sebuah kawasan yang padat dan terbilang “kumuh”. Sejak kecil, untuk anak seusianya, ia bekerja keras sambil sekolah sehingga seorang keluarga jauh membiayainya sekolah. Namun, ketika kuliah di Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) Banjarmasin, 'Junaidi' muda mencoba mandiri. Banyak pekerjaan kasar dilakukannya untuk biaya hidup dan kuliah, termasuk kuli bangunan dan cleaning service di kantor, hingga menarik becak pada malam hari di sekitar Pasa Batuah dan Belauran.

Di kampus Junaidi aktif di Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT) Unlam, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Kelompok Studi Islam (KSI), Angkatan Muda Baitul Hikmah dan Lingkungan (KSHL). Ia juga aktif menulis artikel untuk Koran Banjarmasin Post dan Dinamika Berita. Garis nasib mulai berubah ketika ia dipercaya dalam Progran Lingkungan Hidup GTZ (kerjasama Indonesia-Jerman), 1989-2004 di Kalimantan Timur.

Setelah hijrah ke Pulau Jawa, Junaidi bekerja di Lembaga bantuan Hukum (LBH) Nusantara, Bandung (1996) dan Jakarta (1998) sebagai Direktur. Suatu hari ketika ia menghadiri siding di pengadilan, kedatangan Junaidi di permasalahkan oleh hakim dan Jaksa karena yang datang bukan Junidi sebagaimana yang tercantum dalam surat kuasa, tetapi Desmond. Padahal antara Juanidi dan Desmond itu orangnya sama. Oleh karena peristiwa tersebut, Junaidi kemudian mengusulkan perubahan nama di pengadilan Negriegeri Jakarta Selatan menjadi Desmond Junaidi Mahesa samapai sekarang. Selain aktif di LBHN, Desmond Junaidi Mahesa juga aktif di Presidium Nasional Walhi (1995-1996), Konsorsium Pembaharuan Agraris (KPA, mulai 1994), Forum Demokrasi (Fordem) dan SPIDE (Solidaritas Pemuda dan Mahasiswa Untuk Perjuangan Demokrasi). Setelah bebas dari penculikan, bersama aktivis kampusnya ia mendirikan yayasan Dalas Hangit (Yadah) di Banjarmasin, Mesi 1998. Ia juga tercatat sebagai Ketua Yayasan LBH Banjarmasin.

Setelah penculikan dan kembali ke Jakarta, Desmond membuka Kantor Hukum Des & Des di Jakarta pada 1998. Pada tahun 2000 kantor Hukum ini berganti anma menjadi “TREAD’S & Associate”. Di antarakasus yang pernah ditangani adalah kasus Planet Bali, Kartini di Uni Emirat Arab, Bank CIC dan kasus Bank Kesawan. Dan yang mengagetkan, di antara kliennya ada yang bernama Tomy Winata, salah satu pemilik Group Artha Graha. Desmond mendampingi TW dalam rapat dengar pendapat umum Komisi I DPR pada 27 Maret 2003. Dalam pada itu ia menyelesaikan studi S2 di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Islam, Jakarta, 2004, dengan tesis mengenai reklamasi dan perlindungan lingkungan hidup.

Tanggal 1 Oktober 2009 Desmond Junaidi Mahesa dilantik menjadi anggota DPR RI mewakili rakyat Kalimantan Timur. Ia duduk di komisi III dan Badan Anggaran DRP RI. Diurus Desmond, fraksi langsung tancap gas. Fraksi partai Gerindra menjadi satu-satunya fraksi yang menolak Rancangan APBN 2010. Gerindra pula yang secara resmi dalam jumpa pers Fraksi menyatakan tak tertutup kemungkinan DPR menempuh jalan konstitusional pemakzulan sebagai konsekuensi pengguna Hak Angket DPR untuk pengusutan kasus Bank Century. Sikap kritis demikian ternyata mengagetkan sejumlah kolega dari Sekretaris Fraksi.

Tapi, sikap kritis tak lantas mati. Ia orang pertama di Senayan yang mempertanyakan legalitas jaksa Agung Hendarman Supandji dalam rapat resmi Komisi III DPR, Mesi 2010. Jau sebelum Prof. Yusril Ihza Mahendra mendaftarkan permohonan judicial review-nya yang fenomenal ke Mahkamah Konstitusi soal legalitas Jaksa Agung. Ia juga menandatangani lembar Hak Menyatakan Pendapat untuk tindak lanjut kasus bank Century. Selama di Senayan, 3 buku telah diterbitkan, yakni: Presiden Offside, Kita Diam atau Memakzulkan (Mei 2012), Menggugat Logika APBN: Politik Anggaran Partai Gerindra (ditulis bersama Fary Djemy Francis, Juli 2012), dan DPR Offside: Otokritik Parlemen Indonesia (2013).

Awal Oktober 2012, Desmond mendapat kesempatan untuk menunaikan ibadah haji. Akhir Oktober 2012, H. Desmond dipercaya menjadi Wakil Ketua Fraksi Partai Gerindra DPR RI. Dan untuk Pemilu 2014, H. Desmond mendapat amanah partai untuk maju sebagai calon Anggota Legislatif (Caleg) DPR RI dari Daerah Pemilihan Banten II (Kabupaten Serang, Kota Serang dan Kota Cilegon).

Perjalanan karier

Jabatan

  • Direktur Lembaga Bantuan Hukum Nusantara (LBHN) Jakarta (1998)
  • Ketua DPP Partai Gerindra (2008-2013)
  • Anggota DPR-RI Fraksi Gerindra Komisi III (2009-2014)
  • Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR-RI
  • Anggota Badan Musyarawah (Bamus) DPR-RI

Referensi

Pranala luar