Blangkon
Blangkon fak lu semua kesini kan yg ulangan (Jawa: ꦧ꧀ꦭꦁꦏꦺꦴꦤ꧀) adalah penutup atau ikat kepala lelaki dalam tradisi busana adat Jawa. Umumnya, terbuat dari jalinan kain polos atau bermotif hias (batik). Kain tersebut dilipat, dililit, dan dijahit sehingga berbentuk mirip topi yang dapat dikenakan langsung.
Di balik blangkon ada makna filosofis yang mendalam, berupa pengharapan dalam nilai-nilai hidup. Masyarakat Jawa kuno meyakini bahwa kepala seorang lelaki memiliki arti serius dan khusus sehingga penggunaan blangkon sudah menjadi pakaian keseharian atau pakaian wajib.
Dahulu, pembuatan blangkon tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Hal ini karena terdapat penetapan pakem atau aturan tersendiri. Jadi, hanya seniman yang memahami dan memiliki keahlian terkait pakem tersebut yang boleh membuat blangkon.
Sebutan blangkon berasal dari kata blangko dari bahasa belanda Blanco, istilah yang dipakai masyarakat etnis Jawa untuk mengatakan sesuatu yang siap pakai. Dulunya blangkon tidak berbentuk bulat dan siap pakai, melainkan sama seperti ikat kepala lainnya yakni melalui proses pengikatan yang cukup rumit. Seiring berjalannya waktu, maka tercipta inovasi untuk membuat ikat kepala siap pakai yang selanjutnya dijuluki sebagai blangkon.[1]
Blangkon sebenarnya bentuk praktis dari iket yang merupakan tutup kepala yang dibuat dari batik dan digunakan oleh kaum pria sebagai bagian dari pakaian tradisional Jawa. Untuk beberapa tipe blangkon ada yang menggunakan tonjolan pada bagian belakang blangkon yang disebut mondholan. Mondholan ini menandakan model rambut pria masa itu yang sering mengikat rambut panjang mereka di bagian belakang kepala, sehingga bagian tersebut tersembul di bagian belakang blangkon. Lilitan rambut itu harus kencang supaya tidak mudah lepas.
Sekarang lilitan rambut panjang yang menjadi mondholan sudah dimodifikasi karena orang sekarang kebanyakan berambut pendek dengan membuat mondholan yang dijahit langsung pada bagian belakang blangkon. Blangkon Surakarta mondholannya trèpès atau gepeng sedang mondholan gaya Yogyakarta berbentuk bulat seperti onde-onde.
Bentuk Jenis Blangkon
Adapun Blangkon memiliki berbagai jenis bentuk berdasarkan daerahnya sebagai berikut,
Blangkon Yogyakarta
- Blangkon Kedu atau Jogjakartaan
- Blangkon Senopaten
Blangkon Jawa Tengah
- Blangkon Perbawan Surakartaan
- Blangkon Banyumasan
Blangkon Jawa Timur
- Blangkon Warok Ponoragan
- Blangkon Jathil Ponoragan
- Blangkon Gemblak Ponoragan
- Blangkon Jawa Timuran (Bentuk dasar dari Blangkon Gemblak, digunakan di Surabaya, Malang, Lumajang dan Madura)
- Blangkon Brongkos wagon Tuban
- Blangkon Ublank Jember
- Blangkon Isyana Pasuruan
- Blangkon Odheng Okra Probolinggo
- Blangkon Odheng Situbondo
- Blangkon Ki Togo Bondowoso
- Blangkon Banyuwangian
- Blangkon Odheng Madura
- Blangkon Tongkosan Madura
- Blangkon Togo Madura
Blangkon Jawa Barat
- Blangkon Makuta Wangsa Pasundan
- Blangkon Keraton Cirebonan
Blangkon Jakarta
- Blangkon Abang Jakarta
Blangkon Banten
- Blangkon Makuta Wangsa Baduy
Blangkon Bali
- Blangkon Udeng Bali
Blangkon Nusa Tenggara Barat
- Blangkon Sapuk Sasak (Bentuk dasar dari Udeng Bali)
Blangkon Kalimantan Selatan
- Blangkon Laung Tukup Banjar
Blangkon Kalimantan Tengah
- Blangkon Lawung Dayak
Galeri
-
Pakaian tradisional Jawa untuk pria selalu dikenakan dengan blangkon dan disertai dengan sebuah keris.
-
Presiden Indonesia ke-5 Megawati dan keluarganya.
-
Raden Saleh, seorang pelukis Jawa yang terkenal pada era kolonial.
-
Blangkon Ngayogyakarta dari depan.
-
Seorang pemuda di Hindia Belanda yang mengenakan blangkon.
Referensi
Pranala luar
- Media tentang Blangkon di Wikimedia Commons