Kerja romusa adalah jenis corvée yang dipekerjakan oleh junta militer kerajaan Jepang pada masa pendudukan Jepang di Indonesia (yang dulunya Hindia Belanda) pada saat itu. Pengerahan tenaga kerja ini disebut romusha yang awalnya didukung rakyat Indonesia. Kerja romusha dengan tujuan agar rakyat Indonesia mau bekerja paksa yang diperlakukan dengan tindakan kejam oleh militer Jepang yang bertujuan demi kepentingan pembekalan serta membangun pangkalan militer Jepang selama perang dunia II serta perang Asia Timur Raya kepada propaganda kerajaan Jepang itu sendiri. Propaganda yang dilakukan Jepang untuk membentuk barisan romusha yang bertugas membela negara dan membangun kemakmuran.[1] Istilah ini diserap dari kata rōmusha (労務者, buruh, pekerja, kuli), yang secara bahasa memiliki definisi orang yang memiliki kontrak kerja tertentu dan sebagian besar terlibat dalam pekerjaan manual.[2] Akan tetapi, dalam bahasa Jepang saat ini, kata rōmusha sudah tidak digunakan dan diganti dengan kata rōdōsha (労働者, karyawan, pekerja). Pada masa penjajahan selama Perang Pasifik, kerja romusa diperlakukan secara paksa dan kasar oleh Jepang. Kebanyakan romusa adalah petani, dan sejak Oktober 1943, pihak Jepang mewajibkan para petani untuk menjadi romusa.[3] Mereka dikirim untuk bekerja di berbagai tempat di Indonesia serta Asia Tenggara. Jumlah romusa tidak diketahui secara pasti—dengan perkiraan berkisar antara 4 hingga 10 juta orang.[4]

Film propaganda Barisan Pekerdja yang diproduksi oleh Jepang selama menjajah Indonesia.

Dalam budaya populer

  • Rōmusha adalah nama untuk sebuah film tahun 1973 arahan Sjumandjaya tentang masa penjajahan Jepang, tetapi tidak jadi diputar karena dilarang pemerintah Indonesia.[5]

Lihat pula

Referensi