Faradj Martak
Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan. (Juli 2020) |
Faradj bin Said bin Awadh Martak atau disingkat Faradj Martak (1962 - 1897) dikenal sebagai seorang saudagar Arab-Indonesia, yang mewakili NV.
Faradj Martak | |
---|---|
Lahir | Faradj bin Said bin Awadh Martak 1962 Hadhramaut, Yaman |
Meninggal | 1962 (umur 64–65) Aden, Yaman |
Makam | Aden, Yaman |
Kebangsaan | Indonesia |
Pekerjaan | Pengusaha |
Anak | Ali bin Faradj Martak Kamal bin Faradj Martak Jamila binti Faradj Martak Sakina binti Faradj Martak Helmi bin Faradj Martak Farida binti Faradj Martak Ghazie bin Faradj Martak |
Kerabat | Djuslam Martak (kakak) Muhammad Martak (kakak) Ahmad Martak (adik) |
Di rumah tersebut Fatimah kemudian menjahit sendiri Bendera Merah Putih pada malam hari. Keesokan harinya, 17 Agustus 1945, rumah tersebut dijadikan tempat dikumandangkannya naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, lengkap dengan pengibaran Sang Saka Merah Putih.
Biografi
Faradj Martak lahir di Hadramaut pada tahun 1897 sebagai putra ketiga dari empat bersaudara, Djuslam, Muhammad, dan Ahmad.[1] Setelah hijrah ke Indonesia, pada tahun 1940 keluarga Martak bersama keluarga Badjened merintis berdirinya N.V. Alegemeene Import-Export en Handel Martak Badjened (Marba), salah satu dari sedikit konglomerasi di Indonesia[1] dengan Faradj Martak sebagai Presiden Direkturnya.[2] Faradj memiliki putra bernama Ali bin Faradj Martak, yang dikenal dekat dengan Bung Karno dan menjadi penerus usaha ayahnya.[2]
Peranan
Rumah proklamasi
Faradj Martak memiliki jasa dalam proses terciptanya kemerdekaan Indonesia seperti yang akhir akhir ini dilupakan oleh sejarah Indonesia. Rumah yang berlokasi di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat (sekarang bernama Jalan Proklamasi) adalah miliknya, rumah tersebut kemudian dijadikan tempat tinggal Soekarno sekaligus tempat pembacaan naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Faradj Martak juga menghibahkan rumah tersebut kepada negara, dan membelikan sejumlah gedung di Jakarta untuk pemerintah.
Madu Arab
Sebelum proklamasi kemerdekaan dikumandangkan, Bung Karno mengalami sakit beri-beri dan malaria. Dua penyakit tersebut menyebabkan tubuh Bung Karno terus lemas. Melihat Bung Karno yang cukup mengkhawatirkan, Faradj Martak akhirnya menjual kepada Bung Karno sebuah madu yang sangat berkhasiat bernama Sidr Bahiyah dari Hadhramaut. Madu Sidr memiliki kemampuan membunuh aneka bakteri tanpa efek samping. Madu ini bersifat antibiotik, antiseptik, dan antijamur. Soekarno rutin membeli pasokan satu dus madu Sidr satu atau dua bulan sekali. Satu karton madu itu terdiri dari 20 botol masing-masing seberat satu kilogram.[1]
Referensi
Catatan kaki
- ^ a b c Assegaf, Faisal (2017-01-18). "Faradj Martak, sahabat Arab Soekarno terlupakan". albalad.co. Albalad. Diakses tanggal 2017-08-17.
- ^ a b Batarfi, Abdullah; Alkatiri, Mansyur (2015-08-17). "Faradj Martak dan Rumah Proklamasi". arabindonesia.com (dalam bahasa Inggris). Arab Indonesia. Diakses tanggal 2017-08-17.