Arswendo Atmowiloto
Arswendo Atmowiloto (26 November 1948 – 19 Juli 2019)[2] adalah penulis dan wartawan Indonesia yang aktif di berbagai majalah dan surat kabar seperti Hai dan KOMPAS. Ia menulis cerpen, novel, naskah drama, dan skenario film.[3]
Arswendo Atmowiloto | |
---|---|
Lahir | Sarwendo 26 November 1948 Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia |
Meninggal | 19 Juli 2019 Jakarta, Indonesia | (umur 70)
Nama lain | Paulus[1] |
Pekerjaan | Penulis, wartawan |
Suami/istri | Agnes Sri Hartini |
Anak | 3 |
Kehidupan awal
Arswendo lahir dengan nama Sarwendo di Surakarta, Jawa Tengah, pada tanggal 26 November 1948.[1] Ia mengganti nama depannya menjadi Arswendo dan menambahkan nama bapaknya, Atmowiloto, di belakang.[1] Setelah lulus SMA, Arswendo kuliah di fakultas bahasa dan sastra IKIP Solo, tetapi tidak tamat. Tahun 1979, ia mengikuti International Writing Program di Universitas Iowa.[4][5]
Ia pernah memimpin Bengkel Sastra Pusat Kesenian Jawa Tengah di Solo (1972), wartawan Kompas dan pemimpin redaksi Hai, Monitor, dan Senang. Kakaknya, Satmowi Atmowiloto, adalah seorang kartunis.[1]
Karier
Setelah berhenti kuliah, Arswendo bekerja serabutan, sempat bekerja di pabrik bihun dan pabrik susu. Ia juga pernah menjadi penjaga sepeda dan menjadi pemungut bola. Tahun 1971, ia menerbitkan cerita pendek pertamanya yang berjudul Sleko di majalah Bahari. Sejak 1972, ia menjadi pemimpin bengkel sastra Pusat Kesenian Jawa Tengah di Solo. Tahun 1974, ia menjadi konsultan rumah penerbit Subentra Citra Media.[5] Pada tahun 1970-an, Arswendo menulis Keluarga Cemara, cerita populer tentang keluarga kecil yang hidup jauh dari ibu kota. Cerita ini kelak diadaptasi menjadi sinetron dan film.[5][6][7]
Pada tahun 1980-an, Arswendo menulis novel yang diadaptasi dari film Serangan Fajar dan Pengkhianatan G30S/PKI.[8] Tahun 1986, Arswendo menjadi pemimpin redaksi majalah Monitor. Tahun 1988, ia bergabung dengan dewan redaksi majalah Senang.[5] Monitor awalnya merupakan surat kabar, kemudian diubah oleh Arswendo menjadi tabloid yang mengulas film, televisi, dan hiburan.[9] Dalam satu edisi tahun 1990, Tempo menyebut Arswendo sebagai "penulis Indonesia yang paling produktif".[8]
Kontroversi
Pada tanggal 15 Oktober 1990,[10] Monitor merilis tabel nama berjudul "Ini Dia: 50 Tokoh yang Dikagumi Pembaca". Dari 50 tokoh yang ada dalam daftar itu, Arswendo menempati peringkat ke-10, di atas Muhammad (ke-11). Peringkat ini menuai kritik dari para tokoh Muslim (kecuali Abdurrahman Wahid yang berpendapat bahwa Monitor punya hak terbit[11]). Massa yang marah berdatangan ke kantor Monitor pada 17 Oktober, dua hari setelah daftarnya dirilis.[10]
Arswendo meminta maaf secara terbuka melalui siaran televisi pada tanggal 19 Oktober. Ia meminta maaf karena menerbitkan hasil jajak pendapat "tanpa penyuntingan". Tabloid Monitor juga merilis permohonan maaf di berbagai surat kabar di seluruh Indonesia.[10][12] Keesokan harinya, unjuk rasa pecah di Jakarta dan Bandung. Staf Monitor mulai menyelamatkan arsip dan dokumen tabloid pada malam tanggal 21 Oktober. Monitor edisi 22 Oktober memuat pernyataan maaf.[10] Pada 22 Oktober, sejumlah kelompok pemuda Muslim berunjuk rasa di jalanan dan merusak kantor Monitor.[10] Monitor, tabloid yang peredarannya mencapai 470.000–720.000 eksemplar saat itu,[13] berhenti terbit setelah izinnya dicabut pada 23 Oktober oleh Menteri Penerangan Harmoko (pemegang saham Monitor)[10] dan Arswendo diberhentikan oleh Gramedia.[8] Pers menjuluki Arswendo sebagai "Salman Rushdie-nya Indonesia".[13][14]
Arswendo secara resmi ditahan polisi pada tanggal 26 Oktober 1990. Namun, ia mengatakan dalam satu wawancara bahwa ia masih bebas sebelum vonis hakim dan "dijebloskan ke sel cuma sehari saat wartawan mau wawancara".[10] Pada April 1991, Arswendo dituduh melakukan subversi dan dihukum lima tahun penjara.[13] Pengadilan menyatakan Arswendo seharusnya menyunting hasil kuis untuk mencegah provokasi terhadap pembaca yang masih muda.[12] Persidangan Arswendo menjadi salah satu persidangan yang paling ketat pengamanannya dalam sejarah Indonesia. Tempo menulis sekitar 1.000 personel dikerahkan untuk mengamankan jalannya sidang.[10]
Di penjara, Arswendo menulis sejumlah karya sastra, cerita bernada absurd, dan anekdot humor.[5] Salah satu tulisan yang dibuatnya di penjara, Menghitung Hari, bercerita tentang kehidupan di penjara dan diterbitkan tahun 1993. Pada tahun 1995, Menghitung Hari diangkat menjadi sinetron di SCTV yang kelak memenangi penghargaan film terbaik di Festival Sinetron Indonesia 1995. Atas keberhasilan sinetron ini, kegiatan syukuran diadakan di dalam penjara.[9] Arswendo menulis kurang lebih 20 buku di tahanan, rata-rata memakai nama samaran.[15] Arswendo dibebaskan pada bulan Agustus 1993.[13]
Pasca-penjara
Arswendo kembali menggeluti sastra dan jurnalisme setelah bebas dari penjara. Ia menjadi pemimpin redaksi tabloid Bintang Indonesia selama tiga tahun, kemudian mendirikan perusahaan medianya sendiri, PT Atmo Bismo Sangotrah, pada tahun 1998. Perusahaan ini memayungi beberapa media cetak, termasuk tabloid anak Bianglala, Ina (lalu berganti nama menjadi Ino), dan Pro-TV. Dua tabloid ditutup karena Arswendo tidak sejalan dengan mitranya; hanya Ino yang bertahan.[10]
Kematian
Pada bulan Juni 2019, keluarga mengungkapkan bahwa Arswendo telah mengidap kanker prostat sejak dua bulan yang lalu.[16] Ia meninggal dunia pada sore hari tanggal 19 Juli di rumahnya di Jakarta Selatan.[17] Jenazahnya dimakamkan keesokan harinya di tempat pemakaman San Diego Hills, Karawang.[7]
Kehidupan pribadi
Arswendo awalnya beragama Islam, namun kemudian berpindah menganut Katolik dengan nama baptis Paulus.[1][18] Ia menikahi Agnes Sri Hartini tahun 1971 dan memiliki tiga anak.[5]
Karya-karya
Dalam penulisan, tidak jarang dia menggunakan nama samaran. Untuk cerita bersambungnya, Sudesi (Sukses dengan Satu Istri), di harian Kompas, ia menggunakan nama Sukmo Sasmito. Untuk Auk yang dimuat di Suara Pembaruan ia memakai nama Lani Biki, kependekan dari Laki Bini Bini Laki, nama iseng yang ia pungut sekenanya. Nama-nama lain pernah dipakainya adalah Said Saat dan B.M.D. Harahap.[19]
- Bayiku yang Pertama (Sandiwara Komedi dalam 3 Babak) (1974)
- Sang Pangeran (1975)
- Sang Pemahat (1976)
- The Circus (1977)
- Saat-saat Kau Berbaring di Dadaku (1980)
- Dua Ibu (1981)
- Serangan Fajar (diangkat dari film yang memenangkan 6 Piala Citra pada Festival Film Indonesia) (1982)
- Pacar Ketinggalan Kereta (skenario dari novel "Kawinnya Juminten") (1985)
- Anak Ratapan Insan (1985)
- Airlangga (1985)
- Senopati Pamungkas (1986/2003) - dianggap sebagai bestseller oleh Gramedia
- Akar Asap Neraka (1986)
- Dukun Tanpa Kemenyan (1986)
- Indonesia from the Air (1986)
- Garem Koki (1986)
- Canting (roman keluarga) (1986) - menjadi bestseller di Gramedia
- Pengkhianatan G30S/PKI (1986)
- Lukisan Setangkai Mawar (17 cerita pendek pengarang Aksara) (1986)
- Telaah tentang Televisi (1986)
- Tembang Tanah Air (1989)
- Menghitung Hari (1993)
- Sebutir Mangga di Halaman Gereja: Paduan Puisi (1994)
- Projo & Brojo (1994)
- Oskep (1994)
- Abal-abal (1994)
- Khotbah di Penjara (1994)
- Auk (1994)
- Berserah itu Indah (kesaksian pribadi) (1994)
- Sudesi: Sukses dengan Satu Istri (1994)
- Sukma Sejati (1994)
- Surkumur, Mudukur, dan Plekenyun (1995)
- Kisah Para Ratib (1996)
- Senja yang Paling Tidak Menarik (2001)
- Pesta Jangkrik (2001)
- Keluarga Cemara 1
- Keluarga Cemara 2 (2001)
- Keluarga Cemara 3 (2001)
- Kadir (2001)
- Keluarga Bahagia (2001)
- Darah Nelayan (2001)
- Dewa Mabuk (2001)
- Mencari Ayah Ibu (2002)
- Mengapa Bibi Tak ke Dokter? (2002)
- Dusun Tantangan (2002)
- Fotobiografi Djoenaedi Joesoef: Senyum, Sederhana, Sukses (2005)
- Kau Memanggilku Malaikat (2007)
- Imung
- Kiki
- Mengarang itu Gampang
Filmografi
Film
Tahun | Judul | Dikreditkan sebagai | Peran | Keterangan | ||
---|---|---|---|---|---|---|
Aktor | Penulis | Sutradara | ||||
1984 | Saat-Saat Kau Berbaring di Dadaku | Tidak | Cerita dan skenario | Tidak | — | |
1985 | Arie Hanggara | Tidak | Skenario | Tidak | ||
1986 | Ibunda | Ya | Tidak | Tidak | Debut sebagai aktor | |
Telaga Air Mata | Tidak | Skenario | Tidak | — | ||
1989 | Pacar Ketinggalan Kereta | Tidak | Cerita dan skenario | Tidak | ||
1997 | Reinkarnasi | Tidak | Cerita | Tidak | ||
2007 | Anak-Anak Borobudur | Tidak | Cerita dan skenario | Ya | Debut penyutradaraan | |
2008 | Mereka Bilang, Saya Monyet! | Ya | Tidak | Tidak | Redaktur |
- Keterangan
- N/A : Not Available
Sinetron
- Deru Debu (SCTV, 1994–1996)
- Jalan Makin Membara II (SCTV, 1995–1996)
- 1 Kakak 7 Ponakan (RCTI, 1996)
- Keluarga Cemara (RCTI, 1996–2002)
- Jalan Makin Membara III (SCTV, 1996–1997)
- Imung (SCTV, 1997)
- Ali Topan Anak Jalanan (SCTV, 1997–1998)
- Prameswari (FTV Nicky Astria) (SCTV, 2001)
Prestasi dan pengakuan
Tahun 1972 ia memenangkan Hadiah Zakse atas esainya "Buyung -Hok dalam Kreativitas Kompromi". Dramanya, Penantang Tuhan dan Bayiku yang Pertama, memperoleh hadiah harapan dan hadiah perangsang dalam Sayembara Penulisan Naskah Sandiwara DKJ 1972 dan 1973. Pada tahun 1975 dalam sayembara yang sama dia mendapatkan hadiah harapan atas drama Sang Pangeran. Dramanya yang lain, Sang Pemahat, memperoleh Hadiah Harapan I Sayembara Penulisan Naskah Sandiwara Anak-Anak DKJ 1976. Selain itu, karyanya Dua Ibu (1981), Keluarga Bahagia (1985), dan Mendoblang (1987) mendapatkan hadiah Yayasan Buku Utama Departemen P & K tahun 1981, 1985, dan 1987. Tahun 1987 Arswendo memperoleh Hadiah Sastra Asean.[4]
Penghargaan dan nominasi
Penghargaan | Tahun | Kategori | Karya yang dinominasikan | Hasil |
---|---|---|---|---|
Festival Film Indonesia | 1986 | Penulis Skenario Terbaik | Arie Hanggara | Nominasi |
1989 | Pacar Ketinggalan Kereta | Nominasi | ||
2007 | Anak-Anak Borobudur | Nominasi |
Referensi
- ^ a b c d e Bintang, Ilham (20 Juli 2019). "Mengenang Mas Wendo". Kumparan. Diakses tanggal 2020-04-10.
- ^ tim. "Menyoal Kanker Prostat yang Diderita Arswendo Atmowiloto". CNN Indonesia. Diakses tanggal 19 Juli 2019.
- ^ "Kabar Duka, Sastrawan dan Wartawan Senior Arswendo Atmowiloto Meninggal Dunia". Tabloid Bintang. Diakses tanggal 19 Juli 2019.
- ^ a b Dewan Redaksi Ensiklopedi Sastra Indonesia. (2004). Ensiklopedi Sastra Indonesia. Bandung: Titian Ilmu. ISBN 979-9012-12-0 hlm. 84
- ^ a b c d e f "Arswendo Atmowiloto". badanbahasa.kemdikbud.go.id. Ministry of Education and Culture. Diakses tanggal 19 July 2019.
- ^ Haryanti, Rosiana (19 July 2019). Wedhaswary, Inggried Dwi, ed. "Arswendo Atmowiloto dan Perjalanan "Keluarga Cemara"". Kompas.com. Diakses tanggal 20 July 2019.
- ^ a b "Literary figure and senior journalist Arswendo Atmowiloto dies at 70". The Jakarta Post (dalam bahasa Inggris). 19 July 2019. Diakses tanggal 20 July 2019.
- ^ a b c Shiraishi, Saya (1997). Young Heroes: The Indonesian Family in Politics (dalam bahasa Inggris). SEAP Publications. hlm. 149–150. ISBN 9780877277217.
- ^ a b Matanasi, Petrik (20 July 2019). "Bagi Arswendo Atmowiloto, Mengarang Itu Memang Gampang". Tirto.id. Diakses tanggal 20 July 2019.
- ^ a b c d e f g h i Sopian, Agus. "Wendo dan Tujuh Samurai". Yayasan Pantau. Diarsipkan dari versi asli tanggal 15 January 2019.
- ^ Ramage, Douglas E. (2002). Politics in Indonesia: Democracy, Islam and the Ideology of Tolerance (dalam bahasa Inggris). Routledge. ISBN 9781134711093.
- ^ a b Shiraishi 1997, hlm. 153–154.
- ^ a b c d Jones, Derek (2001). Censorship: A World Encyclopedia (dalam bahasa Inggris). Routledge. ISBN 9781136798634.
- ^ Asiaweek, Volume 16 (dalam bahasa Inggris). Asiaweek Limited. 1990. hlm. 129.
- ^ "Arswendo Atmowiloto Meninggal, Pernah Berpesan untuk Para Napi". Tempo.co. 19 July 2019. Diakses tanggal 20 July 2019.
- ^ "Arswendo Atmowiloto Kena Kanker Prostat, Kerabat Mohon Doa". CNN Indonesia. 25 June 2019. Diakses tanggal 20 July 2019.
- ^ "Arswendo Atmowiloto Meninggal Dunia Jumat, 19 Juli 2019". Tirto.id. 19 July 2019. Diakses tanggal 20 July 2019.
- ^ "Slamet Rahardjo: Arswendo adalah Pemberi Semangat". Republika. 19 July 2019. Diakses tanggal 20 July 2019.
- ^ "Arswendo Atmowiloto, Tetap Berkarya Meski Sempat Icip Penjara". CNN Indonesia. Diakses tanggal 2020-02-22.
Pranala luar
- (Indonesia) Wendo dan Tujuh Samurai
- (Indonesia) Mereka yang Dikenal Produktif Menulis