Aus Hidayat Nur
Aus Hidayat Nur (lahir 20 Juli 1961) adalah seorang politikus Indonesia. Menjadi anggota DPR RI yang terhormat bukan lantas pergi kemana-mana membawa mobil. Para pejabat di mata masyarakat dipandang sebagai kelas masyarakat yang glamor dan suka menghambur-hamburkan uang. Namun bagi sosok yang aktif di Fraksi Partai Keadilan Sejahtera ini, pejabat juga harusnya merakyat. Aus Hidayat Nur terbiasa bangun pagi dan pergi ke kantor menggunakan jasa transportasi umum. Dari rumahnya yang terletak di Jalan Kelapa Dua Raya di Cimanggis, ia diantar anaknya menggunakan sepeda motor pagi-pagi pukul setengah enam menuju stasiun kereta api terdekat. Jarak dari rumahnya menuju stasiun menggunakan sepeda motor ditempuh kurang lebih dalam waktu 30 menit. Setibanya di stasiun, Aus memesan tiket KRL Eksekutif tujuan Stasiun Tanah Abang seharga Rp 5.500 saja. Sebelum jam 7 ia sudah tiba di stasiun tujuan dan dari situ ia menggunakan jasa tukang ojek yang mengantarnya ke kantor di mana ia bekerja.
Aus dikenal sebagai anggota Fraksi PKS yang tergabung dalam komisi II yang mengurusi masalah terkait Pemerintahan Dalam Negeri, Aparatur Negara, Otonomi Daerah, dan Agraria. Ia juga tak segan membeberkan gajinya sebagai pejabat Senayan. Dari pekerjaannya itu, ia mendapat gaji setiap bulannya 64,8 juta rupiah, dipotong sepertiganya untuk masuk ke keuangan partai. Ia tak banyak mengeluh soal potongan tersebut, karena menurutnya partai dan dukungan dari kader-kader bawah lah yang mengantarnya sampai ke posisinya yang sekarang.
Aus sebelum menjabat sebagai anggota DPR sudah memiliki sumber penghasilan dari usahanya di bidang multi-level marketing (MLM). Dulu, pemasukan dari bisnis MLM nya tersebut bisa mencapai 20 juta rupiah perbulan. Namun sekarang penghasilannya dari bisnis tersebut menurun seiring waktunya yang banyak tersita untuk sidang dan rapat di Senayan.
Sosok Aus yang sederhana dan low profile ini seharusnya dapat dimiliki oleh semua pejabat negara yang saat ini kurang ramah lingkungan dan kerap menggunakan kendaraan pribadi untuk pergi ke kantor maupun acara lain diluar kepentingan negara.[1]
Referensi