Jaran kepang atau jathilan adalah salah satu dari berbagai jenis tarian kuda lumping di Indonesia. Tari jaran kepang jathilan berasal dari Ponorogo. Tarian ini merupakan bagian dari satu kesatuan kelompok utuh Reog.

Penari Jaran Kepang menggunakan Eblek Ponoragan anyaman berbentuk kuda

Jaran kepang atau jathilan digambarkan sebagai pasukan gagah berani yang menunggangi kuda.[1]

Kata jathil berasal dari bahasa Jawa yaitu jarane jan thil-thilan yang berarti kuda yang menari tidak beraturan. Di beberapa kesempatan memang penari jathilan ini kerasukan, tetapi untuk penari pada masa sekarang para penari jaran kepang atau jathilan pada pertunjukan Reog tidak kerasukan sehingga tidak melakukan berbagai atraksi berbahaya seperti halnya dengan tarian kuda lumping dari daerah lain.

Di masa lalu, jaran kepang atau jathilan ditarikan oleh laki-laki. Namun pada perkembangannya pada masa sekarang, tari jaran kepang atau jathilan justru ditarikan oleh wanita. Tarian ini menggambarkan kekuatan prajurit berkuda namun ditarikan indah dalam gemulai gerakan penarinya. Di masa lalu, tarian ini sering kali terpisah dengan pertunjukan Reog. Tarian ini banyak dilakukan di pedesaan sebagai kesenian hiburan bagi rakyat. Namun di Ponorogo khususnya, tarian jaran kepang atau jathilan menjadi kesatuan yang tidak terpisahkan dari pertunjukan Reog.

Sebagai Media Dakwah Wali Songo

Sunan Kali Jaga yang merupakan satu-satunya anggota wali Songo asli Jawa keturunan bangsawan Wengker (Ponorogo), menggunakan Eblek Ponoragan sebagai media dakwah agama Islam di Pulau Jawa terutama Pantai Utara untuk tari Jaran Kepang, Karena banyak tertarik danmemeluk agama Islam setelah melihat Jaran Kepang yang diperlihatkan Sunan Kali Jaga, Maka Bathoro Katong turut melakukan hal serupa dengan menggunakan Eblek sebagai kesenian tandingan Reog yang dibawakan Ki Ageng Surya Alam penguasa Wengker dari desa Kutu.

Catatan kaki

  1. ^ Fauzanafi, Muhammad Zamzam (2005). Reog Ponorogo: menari di antara dominasi dan keragaman. Kepel Press. ISBN 9789793075037.