Distrik Bobonaro
Distrik Bobonaro (bahasa Portugis: Distrito Bobonaro) adalah salah satu dari 13 distrik administratif di lingkungan Republik Demokratis Timor-Leste yang biasa disebut sebagai Timor Timur. Ini adalah distrik paling barat kedua di paruhan timur pulau ini. Penduduknya berjumlah 82.385 orang (Sensus 2004) dan luas wilayahnya 1.368 km². Sub-distrinya adalah Atabae, Balibó, Bobonaro, Cailaco, Lolotoi (juga dieja Lolotoe) dan Maliana. Di masa Timor Portugis, distrik ini tetap sama. Namun ibu kotanya saat itu adalah Vila Armindo Monteiro, yang kini disebut Bobonaro.
Bobonaro | |
---|---|
Populasi (2004) | 82,385 |
Laut Sabu terletak di utara Bobonaro. Distrik ini berbatasan dengan distrik Liquiçá di timur lautnya, Ermera di sebelah timur, Ainaro di sebelah tenggara, dan Cova-Lima di selatannya. Di sebelah barat terdapat provinsi Nusa Tenggara Timur di bawah Indonesia.
Ibu kota Bobonaro adalah kota terbesar keempat di Timor Timur, Maliana. Sejak 2004 penduduknya berjumlah 13.200 orang. Kota ini terletak pada 9.00° Kutub Selatan dan 125.22° Bujur Timur, 149 km di tenggara ibu kota nasional Dili. Kedua kota terbesar berikutnya di distrik ini adalah Aubá, dengan penduduk 6.700 orang; dan Lolotoi dengan populasi sebanyak 3.800 orang.
Distrik ini merupakan tempat tujuan populer di Timor Timur, karena gunung-gunung dan sumber air panasnya, namun mengalami banyak sekali kekerasan dalam perang demi kemerdekaan. Balibó, yang terletak sekitar 16 kilometer dari perbatasan Indonesia, diperkirakan oleh Human Rights Watch telah hancur 70% karena kekerasan kaum milisi sebelum referendum untuk kemerdekaan Timor Timur. Juga di sini terjadi pembunuhan terhadap lima orang wartawan yang berbasis di Australia (Balibo Lima) oleh pasukan-pasukan Indonesia pada 16 Oktober 1975 ketika Indonesia menyerbut masuk ke wilayah yang saat itu dikenal sebagai Timor Portugis
Selain bahasa resmi Bahasa Tetum dan Bahasa Portugis sebagian besar penduduk Bobonaro bisa berbicara dalam bahasa Melayu-Polinesia, yaitu Bunak dan Kemak, yang ditetapkan sebagai "bahasa-bahasa nasional" oleh konstitusi.