Multi-level marketing adalah sistem penjualan dengan memanfaatkan konsumen langsung sebagai tenaga penyalur. Harga barang yang ditawarkan di tingkat konsumsi adalah harga produksi ditambah komisi yang menjadi hak konsumen karena secara tidak langsung telah membantu kelancaran distribusi.

Keanggotaan di Dalam MLM

Upline biasanya merupakan anggota yang telah terlebih dahulu mendapatkan keanggotaan, sementara downline adalah anggota terbaru dari MLM yang masuk atas afiliasi dan anjuran seorang upline. Namun untuk beberapa sistem MLM tertentu, jenjang keanggotaan ini bisa berubah (tentunya dengan syarat pembayaran atau pembelian tertentu pula).

Komisi yang diberikan di dalam MLM (Multi Level Marketing) dihitung berdasarkan jasa distribusi yang otomatis terjadi jika konsumen dari tingkatan bawah (downline) melakukan pembelian barang atau menjual kepada pihak lain yang bukan anggota. Anggota MLM yang berada di tingkatan atas dari downline tersebut mendapatkan pula komisi tertentu sebagai imbalan jasanya memperkenalkan produk kepada downlink dan membantu perusahaan MLM mendapatkan konsumen dalam arti sebenarnya. Balas jasa kepada upline bisa pula diberikan setiap kali mendapatkan anggota baru.

Kritikan Terhadap MLM

Masalah di dalam MLM sering terjadi bila sistem komisi menjurus kepada money game, dimana uang keanggotaan downline secara virtual telah dibagikan menjadi komisi untuk upline. Sementara harga barang menjadi terlalu mahal untuk menutupi pembayaran komisi kepada upline. Dalam jangka panjang, hal ini membuat komisi menjadi tidak seimbang, di mana komisi telah melebihi harga barang dikurangi harga produksi.

Hal ini membuat membuat konsumen di tingkatan tertinggi mendapatkan harga termurah atau bahkan mendapatkan keuntungan bila mengetahui cara mengolah jaringannya, sedangkan konsumen yang baru bergabung mendapatkan kerugian secara tidak langsung karena mendapatkan harga termahal tanpa mendapatkan komisi atau komisi yang didapatkan tidak sesuai dengan usaha yang telah dilakukan. Sehingga akhirnya anggota baru tersebut terangsang untuk mencari konsumen baru agar mendapat komisi yang bisa menutupi kerugian virtual yang dialaminya.

Pelanggaran bisa pula terjadi bila perusahaan penyedia sistem MLM menjanjikan janji muluk yang tidak mungkin bisa dicapai konsumen. Misalnya jika konsumen bisa mendapatkan 10 jenjang jaringan yang setiap jenjangnya harus penuh berisi 10 anggota akan mendapatkan uang Rp 10 Miliar. Sepintas hal ini terlihat menggiurkan dan mudah, tetapi jika konsumen menggunakan akal sehatnya, ia sebenarnya harus merekrut 10 pangkat 10 = 100 juta anggota baru (hampir separuh penduduk Indonesia).


Pranala Luar

Asosiasi Penjual Langsung Indonesia