Waduk Darma

salah satu danau di dunia
Revisi sejak 13 Desember 2022 12.03 oleh Ardfeb (bicara | kontrib) (→‎1920 - 1944: Typo fix)

Waduk Darma (aksara Sunda: ᮝᮓᮥᮊ᮪ ᮓᮁᮙ) adalah sebuah waduk yang dibangun di Darma, Kuningan untuk menampung air Sungai Cisanggarung. Sebelum dibangun jalan lingkar, Jalan Nasional Rute 14 juga melewati puncak bendungan dari waduk ini, sehingga sempat membuatnya miring ke arah utara.[1]

Waduk Darma
LokasiDarma, Kuningan, Jawa Barat
KegunaanIrigasi
StatusBeroperasi
Mulai dibangun1958
Mulai dioperasikan1962
PemilikKementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
KontraktorPemerintah Provinsi Jawa Barat[1]
Bendungan dan saluran pelimpah
Tipe bendunganUrugan
Tinggi37,5 m
Panjang445 m
Volume bendungan165.000 m³
Ketinggian di puncak715 m
MembendungSungai Cisanggarung
Jumlah pelimpah1
Tipe pelimpahAmbang lebar
Kapasitas pelimpah125 m³ / detik
Waduk
Kapasitas aktif33.900.000 m³
Kapasitas nonaktif4.000.000 m³
Luas genangan400 hektar

Waduk ini dikelilingi oleh bukit dan lembah, serta pemandangan yang indah dengan udara yang sejuk. Waduk ini berjarak sekitar 12 kilometer dari pusat kota Kuningan dan sekitar 37 kilometer dari pusat kota Cirebon.

Sejarah

1920 - 1944

Pada tahun 1920, Pabrik Gula Tersana Baru mengusulkan kepada Residen Cirebon agar membangun waduk untuk memenuhi kebutuhan air dari kebun tebu dan pabrik gula yang ada di Karesidenan Cirebon selama musim kemarau. Pada tahun 1924, Ir. G.A. de Jengh pun mulai melakukan studi kelayakan mengenai pembangunan waduk ini. Pada tahun 1929, atas desakan Departemen Pekerjaan Umum Hindia Belanda, dilakukan penelitian yang lebih rinci mengenai kelayakan pembangunan waduk ini. Pada tahun 1930, Dinas Pertanian Cirebon pun menyimpulkan bahwa pembangunan waduk ini membutuhkan biaya sebesar 1,5 juta gulden. Pabrik Gula Tersana Baru kemudian menyanggupi untuk menanggung separuh dari total biaya pembangunan waduk ini.[1]

Mulai tahun 1935 hingga 1936, dilakukan penelitian geologi oleh A. Harting dan penelitian sifat tanah oleh Prof. Springer di lokasi pembangunan waduk ini. Pada tahun 1939, Pemerintah Hindia Belanda memesan pintu untuk bendungan dari waduk ini di Swiss, dan dua tahun kemudian, pintu tersebut mulai dikirim ke Jakarta melalui Singapura. Pada tahun 1942, terowongan pengelak untuk mengalihkan aliran Sungai Cisanggarung selama proses pembangunan waduk ini pun telah selesai dibangun, tetapi proses pembangunan waduk ini kemudian terhenti, karena adanya peralihan pendudukan Indonesia dari Belanda ke Jepang. Pintu untuk bendungan dari waduk ini kemudian juga tidak jadi dikirim ke Jakarta, karena dialihkan ke Australia.[1]

Pemanfaatan

Waduk ini terutama dimanfaatkan untuk mengairi lahan pertanian seluas sekitar 22.600 hektar di Kuningan dan Cirebon. Selain itu, waduk ini juga dimanfaatkan untuk menyediakan air bersih bagi masyarakat Luragung, Ciawigebang, Garawangi, dan sebagian Kuningan.[1]

Waduk ini pun dimanfaatkan sebagai sarana perikanan darat oleh masyarakat sekitar dengan menggunakan jala terapung. Waduk ini juga dapat dijadikan sarana rekreasi dan olahraga, terutama di sore hari. Fasilitas yang tersedia di waduk ini antara lain kawasan perkemahan, perahu wisata, penginapan, panggung hiburan, wahana permainan anak, aula, spot foto, dsb.

Referensi

  1. ^ a b c d e Sinaro, Radhi (2007). Menyimak Bendungan di Indonesia (1910-2006) (dalam bahasa Indonesia). Tangerang Selatan: Bentara Adhi Cipta. ISBN 978-979-3945-23-1.