Gotilon adalah upaca panen sebagai bentuk syukuran panen di dalam suku Batak Toba, Sumatera Utara.[1] Pesta Gotilon termasuk salah satu upacara atau ritual adat yang dilindungi oleh hukum internasional dan hukum nasional di Indonesia, Perlindungan Adat Cultural Expressions (TCEs).[2] Masyarakat Batak Toba melaksanakan pesta gotilon untuk menyadarkan masyarakat bahwa berbagai pemberian yang baik dan anugerah yang sempurna bersumber dari Tuhan. Penyampaian acara pesta ini dilakukan dengan adat istiadat Batak Toba dengan berbagai ujaran Batak Toba yang diberikan oleh penatua huta atau penatua adat. Penatua hutadi dipercaya masyarakat mampu membawa jalannya pesta dengan iringan ucapan doa. [1] Pesta Gotilon dilaksankana satu kali enam bulan atau dua kali dalam setahun sesuai dengan kebiasaan musim panen yang biasa dilakukan. Persembahan atau silua yang dibawa adalah padi dan beras. Dalam perkembangan gotilon terjadi pergeseran dari kebiasaan yang dilakukan, silua tidak fokus pada hasil pertanian dan perkebunan berubah menjadi mempersembahkan benda, barang (parsel) atau uang. Tradisi pesta gotilon berkembang sudah bukan pesta tetapi bernuansa momen penggalangan dana operasional gereja. [3]

Referensi

  1. ^ a b Sihombing, Santa Maria; Rosmaini, Rosmaini (2021-06-06). "NILAI-NILAI BUDAYA DALAM FOLKLOR "PESTA GOTILON" DI SIBORONGBORONG". JURNAL SASINDO (Program Studi Sastra Indonesia FBS UNIMED) (dalam bahasa Inggris). 10 (1). ISSN 2301-590X. 
  2. ^ Theresssa, Barita Ayu (2021-04-15). "PERLINDUNGAN HUKUM EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL PESTA GOTILON MENURUT HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL". Cepalo. 5 (1): 65–72. doi:10.25041/cepalo.v5no1.2174. ISSN 2598-3105. 
  3. ^ Purba, Leonardo W. S.; Munthe, Pardomuan (2021-12-28). "TINJAUAN DOGMATIS TERHADAP PEMAHAMAN JEMAAT HKI BARINGIN TENTANG PESTA GOTILON DALAM MEMBERIKAN PERSEMBAHAN". JURNAL SABDA AKADEMIKA (dalam bahasa Inggris). 1 (2): 27–34.