Ki. Akmal Gelar Dalom Raja Kapitan

Revisi sejak 22 Desember 2022 14.38 oleh 103.169.238.49 (bicara) (Berikan ringkasan pengembalian dong. Jangan ngaur.)

Ki. Akmal Gelar Dalom Raja Kapitan (lahir di Pagar Dewa, Warkuk Ranau Selatan, Ogan Komering Ulu Selatan, Sumatra Selatan – meninggal di Banding Agung, Ogan Komering Ulu Selatan, Zaman Pendudukan Jepang, 1945) adalah tokoh perjuangan laskar pejuang dari Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII)[1] sekaligus pendiri PSII pertama kali di Sumatra Selatan.[2][2][3][4]

Ki Akmal gelar Dalom Raja Kapitan
Berkas:Monumen pahlawan akmal 1.jpg
LahirPagar Dewa, Warkuk Ranau Selatan, Ogan Komering Ulu Selatan, Sumatra Selatan
Meninggal1945
Banding Agung, Ogan Komering Ulu Selatan, Zaman Pendudukan Jepang
KebangsaanIndonesia
Suami/istriSiti Aisyah
AnakZawawi
Iskandar
Rahmasyuri
Siti Lela Romziah
Husna Zumrati
Zammah Sari
Kamilah

Kepaksian Pernong sangat terkenal di setiap pallagan dalam medan perang kemerdekaan dan gerakan operasi militer untuk mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sebagai tanda jasad-jasat mulia para pahlawan dari Kepaksian Pernong Sakala Bkhak telah mengharumkan bumi Republik Indonesia sebagai kusuma bangsa, antara lain INF Ahmad Zawawi Akmal, keponakan Sultan Kepaksian Pernong yang ke-21 dimakamkan di makam pahlawan Jakarta, Ki Akmal Dalom Raja Kapitan, ayah kandung Letnan A, Zawawi Akmal yang juga saudara ipar Sultan Kepaksian Pernong ke-21sebagai kebanggaan masyarakat Ranau di makamkan di makam pahlawan Batu Raja-Ogan Komering Ulu, suatu hal yang sangat langka dalam trah kepahlawanan dimana Sultan Kepaksian Pernong ke-21, Pangeran Suhaimi Lela Muda sebagai pejuang kemerdekaan terbaring tenang bersama ketiga putra kandungnya yang juga pejuang kemerdekaan Republik Indonesia di taman makam pahlawan Kota Bandar Lampung Provinsi Lampung, semangat patriolik, kecintaan dan kesetiaan terhadap NKRI yang berdasarkan Pancasila menetes sebagai embiro dan DNA yang terus mengalir membawa karakter keberanian dan kesetiaan yang tidak pernah luntur terhadap bangsa dan negara Kesatuan Republik Indonesia[5].

Referensi