Penyakit mulut dan kuku di Indonesia

Revisi sejak 28 Desember 2022 02.43 oleh RianHS (bicara | kontrib)

Penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan telah beberapa kali menyebar dan mewabah di Indonesia. Periode pertama persebaran penyakit ini terjadi pada tahun 1887 hingga 1983. Indonesia mendeklarasikan diri bebas dari PMK sejak 1986 yang kemudian diakui secara internasional pada 1990. Namun, pada bulan Mei 2022, kasus PMK kembali dilaporkan dan kemudian menyebar kembali ke sejumlah wilayah di Indonesia.

Persebaran pertama

Penyakit mulut dan kuku pertama kali dilaporkan di Malang pada tahun 1887 akibat impor sapi dari Belanda. Penyakit ini kemudian menyebar ke berbagai wilayah Indonesia, seperti Jakarta (dilaporkan pada 1889), Aceh (1892), Medan dan Kalimantan (1906), serta Sulawesi (1907). Pada tahun 1952, Balai Penyelidikan Penyakit Mulut dan Kuku (kini bernama Pusat Veteriner Farma) didirikan di Surabaya. Lembaga ini ditugaskan untuk memproduksi vaksin PMK dan dijadikan sebagai laboratorium referensi untuk pengujian PMK.[1] Pemerintah kemudian melaksanakan vaksinasi massal sejak tahun 1974. Program vaksinasi—yang menggunakan serotipe O1/BFS—diutamakan di daerah sumber ternak, yaitu Jawa, Bali, dan Sulawesi Selatan.[2][3]

Kasus PMK tidak lagi dilaporkan pada tahun 1980 dan Pulau Jawa direncanakan untuk bebas dari penyakit ini pada tahun 1984. Namun, wabah PMK kembali timbul pada 1983 di Kabupaten Blora dan menyebar hingga ke Banten dan beberapa daerah di Jawa Timur yang berbatasan dengan Jawa Tengah. Sebanyak 13.987 sapi dan kerbau dilaporkan terinfeksi dengan angka kematian 1%. Selain itu, domba dan babi juga dilaporkan terserang penyakit ini. Isolat virus pada wabah ini adalah O ISA 3/83 atau O java 83. Pada periode 1983 sampai 1985, diselenggarakan vaksinasi dengan isolat ini. Kasus PMK dapat dikendalikan dan tidak lagi dilaporkan sejak tiga bulan setelah vaksinasi terakhir.[3]

Masa bebas

Indonesia mendeklarasikan diri bebas dari PMK pada 1986 melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor 260/Kpts/TN.510/5/1986. Status bebas ini diakui secara internasional melalui Resolusi Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (WOAH) Nomor XI Tahun 1990. Sejak saat itu, Indonesia dinyatakan sebagai negara bebas PMK tanpa menerapkan vaksinasi.[4] Untuk memastikan status bebas PMK ini, Pusat Veteriner Farma, sebuah unit kerja di bawah Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian melaksanakan surveilans secara rutin dalam rangka membuktikan status bebas PMK dan mendeteksi secara dini keberadaan PMK di Indonesia.[5][6][7]

Pada dasawarsa 2010-an, rencana pemerintah untuk mengimpor hewan rentan PMK (sapi dan kerbau) serta produk hewan (seperti daging dan jeroan) dari negara yang belum berstatus bebas PMK memunculkan kekhawatiran dari beberapa pihak, seperti perhimpunan peternak dan pengamat.[8] Sebelumnya, Indonesia hanya mengimpor hewan dan produk hewan dari negara berstatus bebas PMK, seperti Australia. Pemerintah menyatakan bahwa kebijakan impor berbasis negara memberi keterbatasan dan menimbulkan ketergantungan kepada negara tertentu.[9] Perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 menjadi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan memungkinkan Indonesia melakukan impor dari zona bebas penyakit hewan. Ketentuan impor yang sebelumnya berbasis negara berubah menjadi berbasis zona dalam suatu negara. Pemerintah kemudian mengimpor daging kerbau beku dari India yang belum berstatus bebas PMK, tetapi memiliki zona bebas PMK dan program pengendalian resmi yang diakui WOAH. Selain itu, daging kerbau beku yang diimpor tergolong komoditas aman untuk PMK karena telah memenuhi persyaratan teknis berupa daging tanpa tulang dan tanpa kelenjar limfa, telah dimaturasi dalam suhu 2 oC selama minimum 24 jam, dan memiliki nilai pH kurang dari 6,0 pada saat diuji di tengah kedua otot longissimus dorsi.[10][11]

Pada tahun 2015, pengujian yudisial dilakukan terhadap UU Nomor 41 Tahun 2014. Muatan yang diuji adalah ketentuan impor berbasis zona. Terhadap pengujian ini, Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa pemasukan produk hewan dari zona dalam suatu negara hanya dapat dilakukan dalam keadaan mendesak dan dengan menerapkan pengamanan maksimum.[12][13][14]

Sebuah penelitian yang diterbitkan pada tahun 2016 menyatakan bahwa risiko masuknya virus PMK melalui pemasukan daging ilegal di Entikong, perbatasan darat Indonesia–Malaysia, adalah sangat rendah.[15][16] Hingga tahun 2021, Indonesia masih dinyatakan sebagai negara bebas PMK berdasarkan Resolusi WOAH Nomor 88 Tahun 2021.[17]

Persebaran kedua

Pada akhir bulan April dan awal Mei 2022, wabah PMK dilaporkan di Jawa Timur. Sebanyak 1.247 ternak di Kabupaten Gresik, Lamongan, Sidoarjo, dan Mojokerto terserang penyakit ini.[18] Kejadian serupa dilaporkan di Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh, dengan 1.881 sapi terinfeksi.[19] Pada 9 Mei 2022, Menteri Pertanian menetapkan Kabupaten Aceh Tamiang dan beberapa kabupaten di Provinsi Jawa Timur sebagai daerah wabah PMK.[20][21] Penyakit ini kemudian menyebar ke berbagai daerah di Indonesia. Pada 25 Juni, Kementerian Pertanian menetapkan 19 provinsi sebagai daerah wabah PMK, yaitu Aceh, Kepulauan Bangka Belitung, Riau, Sumatra Barat, Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Jambi, Bengkulu, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan.[22]

Penyebab masuknya penyakit

Virus PMK diduga masuk ke Indonesia akibat penyelundupan hewan ternak, seperti kambing, dari Thailand, negara yang belum bebas PMK ke pelabuhan tikus di pesisir timur Pulau Sumatra.[23][24] Meskipun demikian, terdapat dugaan bahwa PMK telah terdeteksi di Indonesia sejak tahun 2015 setelah ditemukan hasil uji positif pada babi asal Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat dan Kota Tangerang, Provinsi Banten.[25]

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ "Sejarah Pusvetma". Pusat Veteriner Farma. Diakses tanggal 27 Desember 2022. 
  2. ^ "Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)". Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Diarsipkan dari versi asli tanggal 21 Oktober 2007. 
  3. ^ a b Adjid, R.M.A. (2020). "Penyakit Mulut dan Kuku: Penyakit Hewan Eksotik yang Harus Diwaspadai Masuknya ke Indonesia". Wartazoa. 30 (2): 61. doi:10.14334/wartazoa.v30i2.2490. ISSN 2354-6832. 
  4. ^ Dirkeswan 2022, hlm. 1.
  5. ^ Pusat Veteriner Farma (2020). Prosedur Standar Baku Surveilans Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Surabaya: Pusat Veteriner Farma. 
  6. ^ "Laporan Surveilans PMK". Pusat Veteriner Farma. Diakses tanggal 27 Desember 2022. 
  7. ^ Budi, S.R.; Kurnia, D.; Hanifah, S.; Lingga, F.; Daulay, R.S.D.; Suganda, A. (2019). "Surveilans Penyakit Mulut dan Kuku Pusat Veteriner Farma (Pusvetma) Tahun 2018". Prosiding Penyidikan Penyakit Hewan Rapat Teknis dan Pertemuan Ilmiah dan Surveilans Kesehatan Hewan Tahun 2019: 118–123. 
  8. ^ "Impor Daging Terus Terjadi". Kompas. 3 Januari 2011. Diakses tanggal 27 Desember 2022. 
  9. ^ "Kebijakan Impor Sapi Segera Diubah Jadi Zone Based". Bisnis. 9 Oktober 2013. Diakses tanggal 27 Desember 2022. 
  10. ^ "Impor Daging India Memenuhi Persyaratan Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE)". Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 6 Juli 2017. Diakses tanggal 27 Desember 2022. 
  11. ^ Komisi Ahli Kesehatan Hewan, Kesehatan Masyarakat Veteriner, dan Karantina Hewan (Januari 2016). Rencana Pemasukan Daging Kerbau Beku dari India ke Wilayah Negara Republik Indonesia: Analisa Risiko Impor Kualitatif. Jakarta: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 
  12. ^ Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (2015), Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 129/PUU-XIII/2015 (PDF) 
  13. ^ "MK Tegaskan Impor Hewan Ternak Harus Keadaan Mendesak". Hukum Online. 7 Februari 2017. Diakses tanggal 27 Desember 2022. 
  14. ^ Nurhayati, I.; Aminoto (2022). "Kebijakan Impor Indonesia Atas Produk Hewan Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 129/PUU-XIII/2015". Jurnal Konstitusi. 19 (1): 149–179. doi:10.31078/jk1917. 
  15. ^ Silitonga, R.J.; Soejoedono, R.D.; Latif, H.; Sudarnika, E. (2016). "Ancaman terhadap Masuknya Virus Penyakit Mulut dan Kuku melalui Daging Ilegal di Perbatasan Darat Indonesia-Malaysia". Jurnal Sain Veteriner. 34 (2). doi:10.22146/jsv.11422. ISSN 2407-3733. 
  16. ^ Silitonga, Risma Juniarti Paulina (2016). "Analisa Risiko Kualitatif Pemasukan Virus Penyakit Mulut Dan Kuku Melalui Daging Ilegal Di Perbatasan Darat Indonesia-Malaysia". Disertasi. Institut Pertanian Bogor. 
  17. ^ Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (2021), Resolutions Adopted by the World Assembly of OIE Delegates during their 88th General Session 24–28 May 2021 (PDF) 
  18. ^ "Kronologi Penyebaran Wabah PMK di Jawa Timur, 1.247 Ternak Sapi Terinfeksi". Kumparan. 6 Mei 2022. Diakses tanggal 6 Mei 2022. 
  19. ^ "Sebanyak 1.881 Ekor Sapi di Aceh Tamiang Terjangkit PMK". Antara News. 10 Mei 2022. Diakses tanggal 28 Desember 2022. 
  20. ^ Kementerian Pertanian RI (2022), Keputusan Menteri Pertanian Nomor 403/Kpts/PK.300/M/05/2022 tentang Penetapan Daerah Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (Foot and Mouth Disease) pada Beberapa Kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Jakarta: Kementerian Pertanian Republik Indonesia 
  21. ^ Kementerian Pertanian RI (2022), Keputusan Menteri Pertanian Nomor 404/Kpts/PK.300/M/05/2022 tentang Penetapan Daerah Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (Foot and Mouth Disease) di Kabupaten Aceh Tamiang di Provinsi Aceh, Jakarta: Kementerian Pertanian Republik Indonesia 
  22. ^ Kementerian Pertanian RI (2022), Keputusan Menteri Pertanian Nomor 500.1/Kpts/PK.300/M/06/2022 tentang Penetapan Daerah Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (Foot and Mouth Disease), Jakarta: Kementerian Pertanian Republik Indonesia 
  23. ^ David, D.; Hidayat, A.R.; Alfajri, I.; Sarwindaningrum, I. (14 Juli 2022). "Ternak Impor Ilegal Lewat Jalur Tikus". Kompas. Diakses tanggal 29 Juli 2022. 
  24. ^ Sarwindaningrum, I.; Aritonang, D.D.; Hidayat, A.R.; Alfajri, I. (14 Juli 2022). "Ternak Selundupan Persulit Pemberantasan PMK". Kompas. Diakses tanggal 29 Juli 2022. 
  25. ^ Hidayat, A.R.; Alfajri, I.; Aritonang, D.D.; Sarwindaningrum, I. (15 Juli 2022). "Penyakit Mulut dan Kuku Terdeteksi Sejak 2015". Kompas. Diakses tanggal 29 Juli 2022. 

Daftar pustaka