Kabupaten Kerinci
Keakuratan artikel ini diragukan dan artikel ini perlu diperiksa ulang dengan mencantumkan referensi yang dapat dipertanggungjawabkan. |
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Kabupaten Kerinci adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jambi, Indonesia. Luas wilayahnya 4.200 km²; dengan populasi 300.000 jiwa. Ibu kotanya ialah Sungai Penuh.
Kabupaten Kerinci | |
---|---|
Daerah tingkat II | |
Koordinat: 2°05′02″S 101°28′48″E / 2.0839°S 101.48°E | |
Negara | Indonesia |
Provinsi | Jambi |
Jumlah satuan pemerintahan | Daftar |
Pemerintahan | |
• Bupati | H. Fauzi SIIN |
Luas | |
• Total | 4,200km² km2 (Formatting error: invalid input when rounding sq mi) |
Populasi | |
• Total | 300,000 |
Demografi | |
Zona waktu | UTC+07:00 (WIB) |
Kode BPS | |
Kode area telepon | 0748 |
Kode Kemendagri | 15.01 |
Situs web | www.kerincikab.go.id |
Nama Kerinci
Nama ‘Kerinci’ berasal dari bahasa Tamil “Kurinci”. Tanah Tamil dapat dibagi menjadi empat kawasan yang dinamakan menurut bunga yang khas untuk masing-masing daerah. Bunga yang khas untuk daerah pegunungan ialah bunga Kurinci (Latin Strobilanthus. Dengan demikian Kurinci juga berarti 'kawasan pegunungan'.
Di zaman dahulu Sumatra dikenal dengan istilah Swarnadwipa atau Swarnabhumi (tanah atau pulau emas). Kala itu Kerinci, Lebong dan Minangkabau menjadi wilayah penghasil emas utama di Indonesia (walaupun kebanyakan sumber emas terdapat di luar Kabupaten Kerinci di daerah Pangkalan Jambu, Kabupaten Merangin). Di daerah Kerinci banyak ditemukan batu-batuan Megalitik dari zaman Perunggu (Bronze Age) dengan pengaruh Budha termasuk keramik Tiongkok. Hal ini menunjukkan wilayah ini telah banyak berhubungan dengan dunia luar.
Awalnya ‘Kerinci’ adalah nama sebuah gunung dan danau (tasik), tetapi kemudian wilayah yang berada di sekitarnya disebut dengan nama yang sama. Dengan begitu daerahnya disebut sebagai Kerinci (Kinci atau Kince atau “Kincai” dalam bahasa setempat), dan penduduknya pun disebut sebagai orang Kerinci.
Sejarah Kerinci
Menurut Tambo Alam Minangkabau, Daerah Rantau Pesisir Barat (Pasisie Barek) pada masa Kerajaan Alam Minangkabau meliputi wilayah-wilayah sepanjang pesisir barat Sumatra bahagian tengah mulai dari Sikilang Air Bangis, Tiku Pariaman, Padang, Bandar Sepuluh, Air Haji, Inderapura, Muko-muko (Bengkulu) dan Kerinci. Dengan demikian Kerinci merupakan daerah Minangkabau.
Pada waktu Indonesia merdeka, Sumatera bagian tengah mulai dipecah menjadi 3 provinsi:
- Sumatera Barat (meliputi daerah Minangkabau)
- Riau (meliputi wilayah kesultanan Siak, Pelalawan,Rokan,Indragiri, Riau-Lingga ditambah Rantau Minangkabau Kampar dan Kuantan)
- Jambi (meliputi bekas wilayah kesultanan Jambi ditambah Rantau Minangkabau Kerinci)
Kerinci pernah berada dibawah Kerajaan Inderapura bersama wilayah Kabupaten Pesisir Selatan dan sebagian wilayah Provinsi Bengkulu diantaranya Muko-Muko.
Berikut sejarah Kabupaten KERINCI
A. Pemerintahan.
Satu kelompok masyarakat di dalam satu kesatuan dusun dipimpin oleh kepala dusun, yang juga berfungsi sebagai Kepala Adat atau Tetua Adat. Adat istiadat masyarakat dusun dibina oleh para pemimpin yang jabatannya yaitu Depati dan Ninik Mamak. Dibawah Depati ada Permenti (Rio, Datuk dan Pemangku) merupakan gelar adat yang mempunyai kekuatan dalam segala masalah kehidupan masyarakat adat.Wilayah Depati Ninik Mamak disebut ‘ajun arah’. Struktur pemerintahan Kedepatian: 1.Depati Mudo Terawang Lidah berpusat di Desa PENAWAR 2. Depati Empat Pemangku Lima Delapan Helai Kain Alam Kerinci, berpusat di Rawang; 3. Depati Empat Tiga Helai Kain, berpusat di Pulau Sangkar; 4. Pegawe Rajo Pegawe Jenang Suluh Bindang Alam Kerinci, berpusat di Sungai Penuh; 5. Siliring Panjang atau Kelambu Rajo, berpusat di Lolo; 6. Tigo Luhah Tanah Sekudung, Siulak; 7. Lekuk Limo Puluh Tumbi, bepusat di Lempur;
Kekuatan Depati menurut adat dikisahkan memenggal putus, memakan habis, membunuh mati. Depati mempunyai hak yang tertinggi untuk memutuskan suatu perkara. Dalam dusun ada 4 pilar yang disebut golongan 4 jenis, yaitu golongan adat, ulama, cendekiawan dan pemuda. Keempat pilar ini merupakan pemimpin formal sebelum belanda masuk Kerinci 1903. Sesudah tahun 1903, golongan 4 jenis berubah menjadi informal leader. Pemerintahan dusun(pemerintahan Depati) tidak bersifat otokrasi. Segala maslah dusun, anak kemenakan selalu diselesaikan dengan musyawarah mufakat.
Ninik Mamak mempunyai kekuatan menyelesaikan masalah di dalam kalbunya masing-masing. Dusun terdiri dari beberapa luhah. Luhah terdiri dari beberapa perut dan perut terdiri dari beberapa pintu, didalam pintu ada lagi sikat-sikat. Bentuk pemerintahan Kerinci sebelum kedatangan Belanda dengan system demokrasi asli, merupakan system otonomi murni. Eksekutif adalah Depati dan Ninik Mamak. Legislatif adalah Orang tuo Cerdik Pandai sebagai penasihat pemerintahan. Depati juga mempunyai kekuasaan menghukum dan mendenda diatur dengan adat yang berlaku dengan demikian dwi fungsi Depati ini adalah sebagai Yudikatif dusun. Ini pun berlaku sampai sekarang untuk pemerintah desa, juga pada Zaman penjajahan Belanda dan Jepang dipergunakan untuk kepentingan memperkuat penjajahannya di Kerinci.
B. Hubungan Kekerabatan
Masyarakat Kerinci menarik garis keturunan secara matrilineal, artinya seorang yang dilahirkan menurut garis ibu menurut suku ibu. Suami harus tunduk dan taat pada tenganai rumah, yaitu saudara laki-laki dari istrinya. Dalam masyarakat Kerinci perkawinan dilaksanakan menurut adat istiadat yang disesuaikan dengan ajaran agama Islam.
Hubungan kekerabatan di Kerinci mempunyai rasa kekeluargaan yang mendalam. Rasa social, tolong-menolong, kegotongroyongan tetap tertanam dalam jiwa masyarakat Kerinci. Antara satu keluarga dengan keluarga lainnya ada rasa kebersamaan dan keakraban. Ini ditandai dengan adanya panggilan-panggilan pasa saudara-saudara dengan nama panggilan yang khas. Karenanya keluarga atau antar keluarga sangat peka terhadap lingkungan atau keluarga lain. Antara orang tua dengan anak, saudara-saudara perempuan seibu, begitupun saudara-saudara laki-laki merupakan hubungan yang potensial dalam menggerakkan suatu kegiatan tertentu.
C. Hubungan Kemasyarakatan
Struktur kesatuan masyarakat Kerinci dari besar sampai yang kecil, yaitu kemendapoan, dusun, kalbu, perut, pintu dan sikat. Dalam musyawarah adat mempunyai tingkatan musyawarah adat, pertimbangan dan hokum adat, berjenjang naik, bertangga turun, menurut sko yang tiga takah, yaitu sko Tengganai, sko Ninik Mamak dan sko Depati.
Perbedaan kelas dalam masyarakat Kerinci tidak begitu menyolok. Stratifihasi social masyarakat Kerinci hanya berlaku dalam kesatuan dusun atau antara dusun pecahan dusun induk. Kesatuan ulayat negeri atau dusun disebut parit bersudut empat. Segala masalah yang terjadi baik masalah warisan, kriminal, tanah dan sebagainya selalu disesuaikan menurut hukum adat yang berlaku.
D. Hubungan Kerinci Dengan Dunia Luar
Sejak zaman prasejarah Kerinci telah terbuka dan mempunyai hubungan dengan daerah luar, dibuktikan dengan penemuan bejana perungu yang berbentuk seperti periuk langseng dan gepeng. Bentuk dan ukiran bejana tersebut sama dengan yang diketemukan di pulau Madura. Ukiran kedua bejana tersebut sangat indah, hiasan ukiran berupa gambar-gambar geometris dan berpilin mirip huruf “J”.
Persumpahan di Bukit Setinjau Laut Lunang antara Kerinci, Jambi dan Indrapura (Minangkabau) merupakan jalinan persahabatan yang akrab antara tiga kerajaan tersebut. Persumpahan itu membicarakan masalah saling bantu membantu antara satu daerah dengan daerah lain, baik sosial ekonomi maupun bidang pertahanan.
Pesisir Andalas diduduki Belanda pada tahun 1666 M, kemudian pada tanggal 19 Agustus 1781 Pesisir Barat Sumatra diduduki oleh Inggris, kemudian pada 1819 Inggris mengebalikan lagi kepada Belanda. Pada waktu itu penduduk Kerinci telah banyak yang berdagang ke luar daerah seperti Muko-muko, Tapan, Indrapura, Bangko dan Jambi dengan membawa hasil pertanian seperti Kopi, beras dan lain-lain. Banyak pula yang merantau ke Tanah Seberang atau Semenanjaung Malaya dan seterusnya mereka menunaikan ibadah haji dari Malaya.
E. Perang Kerinci Tahun 1901 – 1903
Belanda berupaya mencari jalan ke Kerinci. Mula-mula pada tahun 1900 dari Muko-muko dikirim sepasukan Belanda mengadakan patroli di Bukit Setinjau Laut. Di puncak Gunung Raya Belanda mendirikan sebuah pesangrahan dan memasang satu tanda sebagai peringatan kedatangan mereka. Setelah diketahui adanya Belanda yang akan menyerang Kerinci, maka rakyat Kerinci menjadi gempar dan marah, karena orang Belanda yang datang itu di anggap kafir, Penduduk Kerinci 100% penganut Islam, tentu kedatangan Belanda tidak disukai.
Pertempuran pertama di Renah Manjuto berkecamuk antara hulubalang Kerinci dengan pasukan Belanda di bawah pimpinan Depati Parbo. Korban dipihak Belanda banyak sekali hingga mereka gagal memasuki kerinci. Ketika itu pada tahun 1901 Perang Kerinci melawan penjajahan Belanda dimulai. Pada bulan Oktober 1901, 120 orang pasukan belanda berada di Indrapura bersiap menyerang Kerinci. Pada bulan Maret 1902, 500 orang pasukan Belanda di bawah Komandan Bolmar mendarat di Muaro Sakai, Tuanku Regen sebagai penunjuk jalan masuk Kerinci. Belanda menyerang dari tiga jurusan:
1. dari Renah Manjuto; 2. dari Koto Limau Sering; 3. dari Temiai. Perang hebat terjadi di tiga tempat tersebut. Setelah koto Limau Sering dikuasai, pasukan Belanda turun memasuki ke lembah Kerinci. Dalam perang di Pulau Tengah yang di pimpin oleh seorang ulama terkenal masa itu yakni Haji Ismail dan wakilnya Haji Husin, telah bergabung pula para hulubalang dari dusun-dusun lainnya di Kerinci. Itulah sebabnya dalam sejarah perang Kerinci, pertempuran didusun ini merupakan pertempuran yang tersengit dan terlama (lebih kurang 3 bulan). Pulau Tengah diserang oleh Belanda sejak tanggal 27 Maret 1902 dari 3 jurusan, yaitu:
1. dari jurusan Timur; Sanggaran Agung – Jujun; 2. dari jurusan Utara; Batang Merao – Danau Kerinci; 3. dari jurusan Barat; Semerap –Lempur Danau.
Serangan terakhir untuk Pulau Tengah dilakukan Belanda pada tanggal 9-10 Agustus 1903 dengan membakar Dusun Baru, perlawanan rakyat dapat mereka selesaikan. Setelah Pulau Tengah jatuh ketangan belanda tanggal 10 Agustus 1903, yang mana pada hakekatnya perang Kerinci telah selesai, namun perlawanan kecil masih terjadi di sana-sini. Terakhir pasukan Belanda menjatuhkan serangan ke Lolo, markas panglima Perang Kerinci Depati Parbo. Pertempuran selama 5 hari di sini, dan akhirnya Belanda dapat membujuk Depati Parbo mengadakan perundingan damai. Dalam perundingan inilah Depati Parbo di tangkap dan di buang ke Ternate, Setelah Kerinci aman pada tahun 1927,atas permohonan kepala-kepala Mendapo di Kerinci kepada Pemerintah Belanda, Depati Parbo dibebaskan dan kembali ke Kerinci.
F. Kerinci Setelah Perang Depati Parbo
Setelah perang Kerinci selesai, terbentuklah system pemerintahan Kolonial Belanda. Tahun 1916 Onder Afdelling Kerinci dibagi 3 Onder Distrik yaitu:
1. Onder Distrik Kerinci Hulu dengan ibu kota berkedudukan di Semurup. 2. Onder Distrik Kerinci Tengah dengan ibu kota berkedudukan di Sungai Penuh. 3. Ondre Distrik Kerinci Hilir berkedudukan di Sanggaran Agung.
Pada tahun1922 Kerinci menjadi Afdelling Kerinci Painan dalam Kepresidenan Sumatra Barat, Belanda menyadari bahwa kekuasaan tokoh-tokoh adat di dusun-dusun dibutuhkan. Tokoh adat ini digunakan oleh Belanda untuk memperkuat penjajahan di Kerinci. Belanda membentuk pemerintahan kemendapoan. Kemendapoan langsung di bawah Onder Distrik yang tiga tadi. Dibawah Kemendapoan terdapat pemerintahan dusun-dusun atau Kepala Dusun dan dibawahnya ada Ninik Mamak. Pemerintahan Kemendapoan tetap berjalan sampai dikeluarkannya UU Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, dengan keluarnya UU ini berakhirlah pemerintahan Kemendapoan di Kerinci.
G. Organisasi Yang Ada di Kabupaten Kerinci
Di Kerinci sejak penjajahan Belanda dan Jepang, ada dua organisasi besar yang banyak pengikutnya, yaitu:
1) Organisasi Muhammadiyah / Aisyiah dan organisasi kepanduannya Hizbulwatan. 2) Organisasi Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI). Organisasi Muhammadiyah Aisyiah masuk ke Kerinci tahun1938 dibawa oleh Buya Zainal Abidin Syuib yang berasal dari daerah Sumatera Barat. Sebagian besar penduduk Kerinci adalah menjadi anggota Muhammadiyah / Asyiah dan yang lainnya adalah menjadi anggota Organisasi Tarbiyatul Islamiyah (PERTI). Kedua organisasi ini sejak penjajahan Belanda, terlebih-lebih pada zaman Kemerdekaan RI menjadi pelopor kemajuan Umat Islam di Kerinci. Setelah berjalannya Pemerintahan RI (sesudah pemulihan kedaulatan) banyak sekali para ulama dan pemimpin-pemimpin rakyat menjadi anggota pemerintahan dan anggota DPRD Kabupaten Kerinci.
H. Kedatangan Jepang
Pada awal bulan Maret 1942 Jepang menyerbu ke Indonesia. Setelah Jepang memasuki daerah Sumatra Barat, maka pemuda A. Thalib pulang ke daerah kelahirannya yaitu Kerinci sewaktu Jepang membentuk “Pemuda Nippon Raya” yang berada dibawah pimpinan Khatib Sulaiman untuk daerah Sumatra barat, maka A.Thalib juga berusaha untuk membentuk ”Pemuda Nippon raya” untuk daerah Kerinci.
I. Sikap Rakyat Terhadap Jepang
Setelah Jepang menduduki Kerinci, Pemerintahan Militer Angkatan Darat dilaksanakan di Kerinci. Pemerintahan di Kerinci dikepalai oleh seorang Kepala Pemerintan yang disebut Busutzo. Pusat Pemerintahan pada masa itu dirumah bekas Konteler Belanda, sedangkan pasukan Jepang bermarkas dilokasi Kodim 0417 Kerinci sekarang. Keadaan sosial ekonomi rakyat Kerinci mulai dikuasai, termasuk pembatasan hak terhadap menjalankan syariat Islam serta penindasan terhadap ekonomi rakyat. Rasa takut yang sangat terhadap Kempetai Jepang, terkenal dengan sebutan MP Jepang melumpuhkan semangat dan mentalitas rakyat Kerinci.
Dibawah pemerintahan Miliater Jepang keadaan pendidikan di Kerinci hanya bertujuan untuk mendidik pemuda kader Jepang.dibawah pemerintahan Militer yang keras rakyat Kerinci dibawa Jepang kepada satu tujuan, yaitu untuk memenangkan perangnya melawan pasukan sekutu. Dibawah penindasan Pemerintahan Militer Jepang, rakyat Kerinci sangat menderita dan perekonomiannya hancur luluh. Padi rakyat diambil Jepang ditengah sawah atau dipaksa dikeluarkan dari lumbung untuk makanan serdadu Jepang. Dengan adanya perampasan itu maka rakyat Kerinci kekurangan beras.
Penjelasan dan berita bahwa Indonesia akan merdeka didapat dari pasukan Jepang yang pulang ke Kerinci. Mendengar hal itu pada pertengahan tahun 1945 golongan ulama, adat, cerdik pandai di Kerinci mulai giat melaksanakan persiapan mencari siasat untuk merebut kekuasaan dari tangan Jepang.
KERINCI MASA PROKALAMASI DAN PENYERAHAN KEDAULATAN
Proklamasi kemerdekaan RI di ketahui di kerinci tanggal 23 Agustus 1945, setelah utusan dari Padang menemui H. Muchtaruddin menyerahkan salinan teks Proklamasi. Tanggal 24 Agustus 1945 (jum’at pagi) rapat diadakan di kediaman A. Thalib Tyui (di rumah Nek Siin). Pada hari jum’at tanggal 24 Agustus 1945 bendera merah putih untuk pertama kalinya di kibarkan di puncak Masjid Raya Sungai Penuh oleh A. Thalib mantan Tyui (Letnan satu) Gyu-Gun. Sabtu tanggal 25 Agustus 1945 di adakan pengibaran bendera merah putih secara resmi dilapangan Sungai Bungkal (sekarang kantor DPRD Kerinci) dan di belakang asrama ex Jepang (sekarang kantor kodim 0417 Kerinci) Komite Nasional Indonesia (KNI) wilayah kerinci dibentuk pada pertengahan bulan September 1945 dengan ketuanya H. Adnan Thalib, berdasarkan keputusan Panitia Persiapan Kemerdekaan tanggal 22 Agustus 1945. Pada akhir bulan Desember 1945 A. Adnan Thalib diangkat oleh Presiden Sumatra Barat menjadi Demang (Wedana), maka ketua KNI di jabat oleh wakil ketua H. muchtaruddin.
Setelah keluarnya maklumat Wakil Presiden RI No. X tanggal 16-10-1945, realisasi maklumat Pemerintah tanggal 3-11-1945, berdirilah partai politik di Kerinci. Pada penghujung tahun1945, terbentuklah Laskar Rakyat di daerah Kerinci. Sementara itu dengan makin gawatnya situasi akibat tindakan Belanda yang bertentangan dengan persetujuan Lingkarjati, maka pemerintah Indonesia mengambil kebijakan antara lain mempersatukan semua pejuang bersenjata dibawah ini satu komando. Dengan penetapan Presiden RI tanggal 3 Juni 1947 seluruh pejuang bersenjata harus berada dalam satu wadah dan TRI di rubah menjadi TNI ( Tentara Nasional Indonesia), semua kelaskaran di bubarkan bergabung dengan TNI.
Pada tanggal 21 Agustus 1945 bala tentara Jepang Batalion Akiama Syose yang pada mulanya berkedudukan di Bukit Putus Tapan secara mendadak pindah ke Kerinci ( Sungai Penuh) dan sebagian pasukan ini di tetapkan di daerah Kayu Aro. Pada tanggal 23 Agustus 1945 A. Thalib menemui Akiyama Syose, kKomandan Pasukan Jepang itu, untuk berunding mengenai penyerahan persenjataan Jepang pada pemerintan RI. Tetapi amat di saying kan perundingan itu tidak berhasil dan permintaan A. Thalib di tolak oleh Nakano Tyui.
September 1945 terjadi duel senjata antara pejuang dengan tentara Jepang, pertempuran ini terjadi selama dua jam 30 menit dari pukul 14.30 sampai 16.00 WSU yang mengakiabatkan 2 orang gugur dan 2 orang luka parah. Lusanya pada bulan September 1945 tersebut, dilakukanlah penyerbuan ke markas Jepang di Komandoi oleh A. Thalib tepat pada jam 22.00 malam. Mayat-mayat tentara Jepang yang tewas ± 20 orang , kemudian mayat-mayat tersebut di kremasi (di bakar) di daerah Sako Duo (Kyu Aro) di daerah Muara Labu. Pada kwartal pertama tahun 1946 keluar surat keputusan presiden Sumatra Barat tentang pengangkatan H. Adnan Thalib menjadi Demang Kerinci oleh karena itu untuk mengisi jabatan ketua komite Nasional Indonesia (KNI) di daerah kerinci yang lowong telah di pilih H. A. Rahman Dayah sebagai ketua KNI di daerah Kerinci.
Pada tanggal 1 Juni 1946 Komandan Batalion III Kerinci Mayor A. Thalib di promosikan menjadi Komandan Resimen II divisi IX di Sawah Lunto dengan pangkat Letnan Kolonel. Pada tanggal 28 Agustus 1946 Resimen II dijabat oleh Letnan Kolonel A. Thalib menggantikan Letnan Kolonel Dahlan Ibrahim.
Diakhir tahun 1946, Kpolisian Kerinci berubah menjadi Polisi Kabupaten Kerinci – Painan dengan pimpinannya Komisaris Klas II M. Nazir sedangkan para perwiranya antara lain adalah Inspektur II Memed dan Inspektur II Mawin . 18 desember 1947 sesuai dengan petunjuk dari Residen Sumatra Barat, maka di Kewedanan Kerinci dibentuklah Markas Pertahanan Rakyat Kewedanan Kerinci atau di singkat (MPRK), dengan komandannya langsung Kapten Marjisan Yunus, setelah tahun 1948 baru diserah terimakan dengan Letda Muradi.
Saat menjelang penyerahan kedaulatan oleh Belanda di Kerinci, para bekas Angkatan Perang dan Gerilya yang tersebar seluruh pelosok Kerinci, membentuk satu organisasi yang bernama Persatuan Ex Angkatan Perang RI (PAPRI). Peristiwa penyerahan Belanda di Sungai Penuh ialah dalam rangka melaksanakan perintah Panglima Divisi IX Brigade Banteng TNI Sumatra Tengah, yang menginstruksikan kepada Letkol A. Thalib berangkat keibukota Kabupaten PSK. Untuk menerima penyerahan wilayah Kerinci dari tangan Belanda ketangan Kerinci.
Perjuangan rakyat Kerinci mempertahankan kemerdekaan RI, telah menjelmakan Bumi Sakti Alam Kerinci menjadi sebuah kabupaten. Perjuangan yang dilakukan oleh rakyat Kerinci selama revolusi fisik, memiliki berbagai corak perjuangan yang heroik. Konfrensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag telah melenyapkan impian Belanda untuk menjajah kembali Indonesia, dan Bumi Alam Kerinci kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi sebagai daerah merdeka dibawah RI. Demikianlah sejarah perjuangan rakyat Kerinci mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.
Post By Dedinews.blogspot.com DEDI HENDRIADI
Letak Kerinci
Kerinci berada di ujung barat Provinsi Jambi, berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat (Minangkabau) di sebagian barat dan utara. Di selatan mereka berbatasan dengan Provinsi Bengkulu.
Daerah Kerinci ditetapkan sebagai sebuah Kabupaten sejak awal berdirinya Provinsi Jambi, dengan pusat pemerintahan di Sungai Penuh. Daerah Kerinci memiliki luas 4.200 km2 terdiri atas 11 kecamatan (yang merupakan rangkaian kampung atau pemukimam). Statistik tahun 1996 menunjukkan populasi suku Kerinci sekitar 300.000 jiwa.
Jauh sebelum Indonesia merdeka, Kerinci merupakan kawasan yang telah memiliki kekuasaan politik tersendiri. Sebelum Belanda masuk Kerinci mencatat tiga fase sejarahnya yaitu: Periode Kerajaan Manjuto atau Kerajaan Pamuncak Nan Tigo Kaum, Periode Depati, dan Periode Depati IV Alam Kerinci. Kerajaan Manjuto, sebuah kerajaan yang berada di antara Kerajaaan Minangkabau dan Kerajaan Jambi, beribukotakan di Pulau Sangkar. Berikutnya, pada dua periode Depati, Pulau Sangkar memainkan peran sentral sebagai salah satu dari empat pusat kekuasaan di Kerinci (Rasyid Yakin, hal. 4 -14).
Tetapi semenjak Belanda mulai menduduki Kerinci pada 1914, peran sentral Pulau Sangkar secara politik pemerintahan mulai mengalami penyusutan. Ketika Belanda menetapkan Kerinci sebagai sebuah afdelling dalam kekuasaaan Karesidenan Jambi (1904) maupun di bawah Karesidenan Sumatera Barat (1921), dan ketika Kerinci menjadi sebuah kabupaten sendiri dalam wilayah Propinsi Jambi (pada 1958), Pulau Sangkar hanyalah sebuah ibukota kemendapoan (sebuah unit pemerintahan setingkat di bawah kecamatan dan setingkat di atas desa).
Budaya Kerinci
Budaya Kerinci sangat khas. Tari-tariannya adat merupakan campuran Minang dan Kerinci serta Melayu. Misalnya, Tari Joged Sitinjau Laut. Lagu-lagu Kerinci juga terkenal unik. Pakaian adatnya juga sangat indah. Rumah suku Kerinci disebut "Larik" karena terdiri dari beberapa deretan rumah petak yang bersambung-sambung. Di Jambi, Kerinci adalah satu-satunya wilayah yang menganut adat matrilineal.
Bahasa Kerinci
Bahasa Kerinci termasuk salah satu anak cabang bahasa Austronesia yang dituturkan dengan dialek Kerinci. Bagi masyarakat Sumatera bagian tengah, Bahasa Kerinci tidak begitu asing, namun menjadi agak aneh bagi orang daerah lain di Jambi yang condong ke Melayu Palembang dan Melayu Riau karena pengucapannya yang cenderung cepat.
Ada lebih dari 30 dialek bahasa yang berbeda di tiap-tiap desa di daerah Kerinci. Seperti pengucapan 'Anda', di Desa Lempur (Kec. Gunung Raya) diucapakan dengan 'Kaya' sedangkan di Kec. Sungai Penuh diucapkan dengan 'Kayo'. Perbedaan dialek ini juga ditandai dengan dengan perbedaan budaya yang ada di masing-masing desa di Kerinci.