Sinar matahari

sinar yang berasal dari Matahari
Revisi sejak 1 Januari 2023 02.03 oleh FianM (bicara | kontrib) (merapikan tulisan)

Sinar matahari atau radiasi matahari adalah sinar yang berasal dari Matahari. Produk yang dihasilkan oleh sinar matahari adalah beberpa jenis sinar ultraungu. Tumbuhan menggunakan sinar matahari untuk mengadakan fotosintesis dan membuat makanan bagi dirinya sendiri. Sinar matahari bisa berakibat baik maupun buruk kepada kesehatan manusia. Sinar matahari membantu tubuh manusia untuk memproduksi vitamin D. Namun, sinar matahari juga dapat menyebabkan degradasi stirofoam dan memicu kanker pada tubuh manusia. Sinar matahari juga dapat dimanfaatkan sebagai energi surya untuk menghasilkan energi listrik.

Sinar matahari

Produksi

Sinar matahari dengan intensitas cahaya yang tinggi terjadi di kawasan khatulistiwa yang masuk bagian dari kawasan tropis. Paparannya dalam bentuk sinar ultraungu.[1] Bentuk sinar ultraungu yang dihasilkan oleh sinar matahari terbagi 3, yaitu sinar ultraungu A, sinar ultraungu B, dan sinar ultraungu C.[2]

Manfaat

Mendukung proses fotosintesis

Sinar matahari merupakan salah satu kebutuhan dalam proses fotosintesis bersama dengan air dan karbon dioksida.[3] Tanaman memerlukan sinar matahari agar tumbuh hijau. Keberadaan air tanpa sinar matahari akan mampu membuat tumbuhan tumbuh tinggi dengan cepat, tetapi akan terlihat kuning dan kekurangan air. Daun tumbuhan yang tidak terkena sinar matahari akan terasa basah saat disentuh.

Konversi energi listrik

Sinar matahari mengandung foton yang dapat diubah menjadi energi listrik. Caranya dengan menyerap foton ke dalam hamparan semikonduktor yang merupakan rancangan umum bagi sel surya.[4]

Sumber vitamin D

Sinar matahari yang terpapar pada tubuh di pagi hari memberikan manfaat dalam penyediaan vitamin D bagi kesehatan tulang. Pada pagi hari, sinar matahari yang terpapar ke kulit akan diubah menjadi vitamin D oleh kolesterol yang ada di bawah permukaan kulit.[5]

Dampak

Degradasi stirofoam

Stirofoam umumnya digunakan sebagai bahan pembuat kemasan makanan dan minuman. Di dalam stirofoam pada dasarnya terkandung polimer yang mudah terdegradasi. Sinar matahari mampu mendegradasi polimer pada stirofoam menjadi monopolimer yang disebut stirena. Reaksi antara stirena dengan oksiden menghasilkan stirena oksida yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Stirena oksida diketahui sebagai pemicu sel kanker di dalam tubuh manusia.[6]

Memicu kanker

Sinar ultraungu B yang dihasilkan oleh sinar matahari memberikan bantuan bagi kulit dalam produksi vitamin D3. Vitamin D3 ini bermanfaat bagi penguatan kekebalan tubuh.[7] Namun, terdapat efek samping pada kulit yang terpapar sinar ultraungu B dalam jangka waktu yang lama. Beberapa di antaranya adalah kanker kulit dan pigmentasi eritema.[8]

Referensi

  1. ^ Edlia Fadilah Mumtazah; et al. (2020). "Pengetahuan Mengenai Sunscreen dan Bahaya Paparan Sinar Matahari Serta Perilaku Mahasiswa Teknik Sipil Terhadap Penggunaan Sunscreen". Jurnal Farmasi Komunitas. 7 (2): 64. 
  2. ^ Abdiana, R., dan Anggraini, D. I. (November 2017). "Rambut Jagung (Zea mays L.) sebagai Alternatif Tabir Surya" (PDF). Majority. 7 (1): 31. 
  3. ^ LingkarKata (2019). Wibowo, Joko, ed. Buku Pintar Tumbuhan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. hlm. 4. ISBN 978-623-00-0134-5. 
  4. ^ Sucipta, M., Ahmad, F., dan Astawa, K. (Oktober 2015). "Analisis Performa Modul Solar Cell Dengan Penambahan Reflector Cermin Datar" (PDF). Prosiding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV: 1. ISBN 978-602-73732-0-4. 
  5. ^ Fitria, C. N., dan Prabowo, A. (September 2016). "Efektivfitas Paparan Ultra Violet Sinar Matahari Terhadap Kepadatan Massa Tulang dan Kadar Kolesterol pada Lansia". Profesi. 14 (1): 2. 
  6. ^ Sumari, dkk. (2019). "Efek Radiasi Sinar Matahari dan Sinar Ultra Violet pada Plastik Styrofoam Kemasan Makanan dan Minuman". Journal Cis-Trans. 3 (1): 24. 
  7. ^ Ristanto, S., Huda, C., dan Kurniawan, A. F. (2021). "Pengukuran Indeks Ultraviolet Matahari dan Atenuasinya oleh Beberapa Bahan untuk Rekomendasi Waktu Aman Berjemur". Indonesian Journal of Applied Physics. 11 (2): 249. 
  8. ^ Muliani (Juni 2021). "Waktu Berjemur Terbaik Guna Meningkatkan Vitamin D dalam Pencegahan Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)". JMK: Jurnal Media Kesehatan. 14 (1): 67.