Militer Dinasti Qing

Revisi sejak 2 Januari 2023 10.38 oleh Arya-Bot (bicara | kontrib) (Referensi: clean up, removed stub tag)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Dinasti Qing (1636–1912) didirikan melalui penaklukan dan dipertahankan oleh angkatan bersenjata. Kaisar pendirinya secara pribadi mengatur dan memimpin pasukan serta melegitimasi budaya serta politik yang berkelanjutan dari dinasti, bergantung pada kemampuan untuk mempertahankan negara dari invasi dan memperluas wilayahnya. Oleh karena itu, institusi militer, kepemimpinan, dan keuangan sangat penting bagi kesuksesan awal dan kehancuran akhir dinasti Qing. Sistem militer awal berpusat pada Delapan Panji, sebuah institusi hibrida yang juga memainkan peran sosial, ekonomi dan politik.[1] Sistem Panji dikembangkan secara informal sekitar tahun 1601 dan secara resmi didirikan pada 1615 oleh suku Jurchen pimpinan Nurhaci (1559–1626), yang dianggap sebagai pendiri dinasti Qing secara retrospektif. Putranya Hong Taiji (1592–1643), yang mengganti nama Jurchen menjadi "Manchu," menciptakan Delapan Panji Mongol dan Delapan Panji Han Tiongkok (漢軍; Hànjūn), panji yang diawaki oleh orang-orang Tiongkok yang menyerah kepada Qing sebelum penaklukan Tiongkok Dalam dimulai tahun 1644. Setelah itu pasukan Tiongkok Ming yang telah menyerah kepada Qing diintegrasikan ke dalam Tentara Kamp Hijau, sebuah korps yang akhirnya lebih banyak tiga kali lipat ketimbang pasukan Panji.

Kaisar Qianlong dengan baju perang lengkap sedang menunggang kuda, karya Giuseppe Castiglione.

Penggunaan bubuk mesiu selama Era Kejayaan Qing dapat bersaing dengan tiga kerajaan bubuk mesiu di Asia barat.[2] Pangeran kekaisaran Manchu memimpin pasukan Panji untuk mengalahkan tentara Ming, tetapi setelah perdamaian abadi didirikan mulai tahun 1683, baik Panji maupun Tentara Kamp Hijau mulai kehilangan efisiensi mereka. Karena ditempatkan di kota-kota, para tentara sedikit sekali memiliki kesempatan untuk latihan. Qing tetap menggunakan persenjataan dan logistik yang unggul untuk memperluas daerahnya hingga jauh ke Asia Tengah, mengalahkan Dzungar Mongol pada tahun 1759 dan menaklukkan Xinjiang. Terlepas dari Sepuluh Kampanye Besar Militer selama era Kaisar Qianlong (memerintah 1735–1796) yang menjadi kebanggaan dinasti Qing, pasukan Qing malah menjadi tidak efektif pada akhir abad ke-18. Butuh waktu hampir sepuluh tahun dan pemborosan keuangan yang besar untuk dapat mengalahkan Pemberontakan Teratai Putih yang tidak memiliki perlengkapan yang baik (1795–1804), sebagian dengan melegitimasi milisi yang dipimpin oleh elit Han Tiongkok setempat. Pemberontakan Taiping (1850–1864), pemberontakan skala besar yang dimulai dari Tiongkok selatan, sanggup mendekati istana Qing di ibu kota Beijing, hingga hanya berjarak beberapa kilometer saja pada tahun 1853. Kekaisaran Qing terpaksa membiarkan Zeng Guofan seorang Han Tiongkok untuk pertama kalinya menjadi gubernur jenderal dan dia berhasil memajukan pasukan regional. Jenis tentara dan kepemimpinan baru ini mengalahkan para pemberontak, tetapi menandai berakhirnya dominasi Manchu dalam pembentukan militer.

Teknologi militer Eropa setelah Revolusi Industri membuat militer dan persenjataan Tiongkok menjadi barang usang. Pada tahun 1860, pasukan Britania Raya dan Prancis merebut Beijing dan menjarah Istana Musim Panas dalam Perang Candu Kedua. Kekaisaran Qing yang terguncang berusaha memodernisasi institusi militer dan industrinya dengan membeli teknologi Eropa. Gerakan Penguatan Diri ini diwujudkan dengan mendirikan galangan kapal (terutama Galangan Kapal Jiangnan dan Gudang Senjata Foochow) serta membeli berbagai jenis senjata dan kapal perang modern dari Eropa sehingga membuat Angkatan Laut Qing menjadi yang terbesar di Asia Timur. Akan tetapi organisasi dan logistiknya tidak memadai, pasukannya kurang mendapat pelatihan dan korupsi yang semakin meluas. Armada Beiyang hampir hancur total dan pasukan daratnya yang telah dimodernisasi ternyata dapat dikalahkan pada tahun 1895 dalam Perang Tiongkok-Jepang Pertama. Qing menciptakan korps Tentara Baru, tetapi tidak sanggup mencegah Aliansi Delapan Negara yang menyerang Tiongkok untuk menumpas Pemberontakan Boxer pada tahun 1900. Pemberontakan korps Tentara Baru pada tahun 1911 menyebabkan runtuhnya dinasti Qing.

Referensi

sunting
  1. ^ Elliott 2001, hlm. 40.
  2. ^ Millward 2007, p. 95.