Surah An-Nisa’

surah ke-4 dalam Al-Qur'an

Surah An-Nisa' (bahasa Arab: سورة النسآء, translit. sūrah an-nisā’, har. 'Wanita')[2][3] terdiri atas 176 ayat.[4] Dinamakan An- Nisa (wanita) karena dalam surah ini banyak dibicarakan hal-hal yang berhubungan dengan wanita[5] serta merupakan surah yang paling membicarakan hal itu dibanding dengan surah-surah yang lain. Surah ini digolongkan Madaniyyah sebagaimana ditetapkan oleh Muhammad Husain Thabathaba'i yang mengatakan bahwa berdasarkan isinya, surah ini diwahyukan setelah hijrahnya Nabi Muhammad.[6]

Surah ke-4
النسآء
An-Nisā’
Wanita
KlasifikasiMadaniyah
Nama lainan-Nisa'ul Kubra
(an-Nisa yang Besar)[1]
Juz4–6
Jumlah ruku24
Jumlah ayat176

Surah yang lain banyak juga yang membicarakan tentang hal wanita ialah surah At-Talaq. Dalam hubungan ini biasa disebut surah An-Nisa dengan sebutan "Surah An-Nisa al-Kubra" (surah An-Nisa yang besar), sedang surah At-Talaq disebut dengan sebutan "Surah An-Nisa Ash-Shughra" (surah An-Nisa yang kecil).[7]

Meski surah ini muncul sebagai surah ke-4 dalam mushaf, menurut klasifikasi Nöldeke, berdasarkan tradisi Islam, An-Nisa' diturunkan sebagai surah ke-100.[8] Amir-Ali menempatkannya sebagai surah ke-94, sedangkan Utsman dan Ibnu Abbas meyakini sebagai surah ke-92 yang diturunkan.[9] Ja'far ash-Shadiq menempatkannya sebagai surah ke-91 yang diturunkan.[9] Berdasarkan hukum anak yatim, surah ini kemungkinan besar diturunkan setelah banyak umat Islam terbunuh dalam Perang Uhud, meninggalkan banyak tanggungan di masyarakat Muslim baru.[10] Dengan demikian, pewahyuannya dimulai sekitar tahun ketiga Hijriah, tetapi baru selesai pada tahun kedelapan Hijriah.[11] Akibatnya, bagian dari surah ini, yang terpanjang kedua dalam al-Qur'an, diwahyukan bersamaan dengan sebagian dari Surah Al-Mumtahanah 60.[11] Akan tetapi, surah tersebut menunjukkan beberapa koherensi tematik, meskipun pewahyuannya terputus-putus.[12]

Lebih lanjut, sehubungan dengan penempatan surah ini di dalam Al-Qur'an secara keseluruhan, Neal Robinson mencatat apa yang dia sebut sebagai "berkesinambungannya" surah-surah.[13] Berdasarkan gagasan struktur ini, satu surah diakhiri dengan bahasan yang dilanjutkan pada surah berikutnya.[13] Surah Ali Imran, membahas laki-laki dan perempuan menjelang akhir surah (3:195).[13] Tema ini dilanjutkan dalam surah ini:[13] "Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)nya; dan dari keduanya Allah mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan."[14] Kecocokan ini mungkin menunjukkan proses editorial yang kompleks dalam penyusunan mushaf.[15]

Isi

Hukum keluarga
  • Kewajiban para washi terhadap asuhannya dan kewajiban para wali terhadap orang yang di bawah perwaliannya (1–6)
  • Pokok-pokok hukum waris (7–14)
  • Dasar untuk menetapkan perbuatan keji dan hukumnya (15–18)
  • Cara bergaul dengan istri (19–21)
  • Hukum perkawinan (22–28)
  • Islam melindungi hak milik laki-laki dan perempuan (29–33)
  • Beberapa peraturan hidup bersuami-istri (34–35)
Kewajiban terhadap Allah dan sesama manusia (36–42)
Kesucian lahir dan batin
  • Kesucian lahir dan batin dalam sembahyang (43)
  • Orang yang tidak suci batinnya dan ancaman Allah terhadap mereka (44–57)
Dasar-dasar pemerintahan (58–70)
Taktik, tujuan, dan adab perang
  • Keharusan siap siaga terhadap musuh (71–76)
  • Sikap orang munafik dalam menghadapi perang (77–83)
  • Kewajiban berperang dan adab-adabnya (84–87)
  • Cara menghadapi orang munafik (88–91)
  • Hukum membunuh seorang muslim (92–93)
  • Teliti dalam mengambil tindakan (94)
  • Perbedaan antara orang berjihad dan yang tidak berjihad karena uzur dengan yang tidak jihad (95–96)
  • Kewajiban berhijrah di jalan Allah dan balasannya (97–100)
  • Kewajiban mendirikan salat dalam keadaan bagaimana pun (101–104)
Keharusan menjaga kebenaran dan keadilan
  • Keharusan adil dan tidak memihak dalam menetapkan sesuatu hukum (105–115)
  • Kejelekan syirik dan pengaruh setan (116–122)
  • Pembalasan itu sesuai dengan perbuatan, bukan menurut angan-angan (123–126)
  • Keharusan memberikan hak-hak orang lemah dan cara menyelesaikan kesulitan rumah tangga (127–130)
  • Keharusan bertakwa (131–134)
  • Keharusan berlaku adil (135–136)
  • Beberapa keburukan orang munafik (137–147)
  • Larangan melontarkan ucapan-ucapan buruk kepada seseorang (148–149)
  • Akibat kekafiran dan buah keimanan (150–152)
Kesatuan agama Allah
  • Pembalasan Allah terhadap pelanggaran orang Yahudi (153–162)
  • Perumpamaan pokok-pokok agama yang diwahyukan kepada para rasul (163–170)
  • Pandangan Al-Qur'an terhadap nabi Isa (171–175)
  • Masalah pusaka kalalah (176)

Surah yang termasuk Madaniyah ini diturunkan untuk melindungi kelompok Muslim yang sedang bertumbuh,[16] serta menjelaskan peranan Al-Qur'an sebagai sumber hukum Islam tertinggi.[17] Surah ini juga diturunkan untuk memberantas kesyirikan serta tradisi yang bertentangan dengan syariat, khususnya di masyarakat Arab pra-Islam (jahiliah).[16] Misalnya, salah satu ayat surah ini memuat keharusan berlaku adil terhadap yatim piatu (4:2-4) dan diturunkan dalam rangka membahas praktik masyarakat jahiliah yang mengawini gadis yatim piatu untuk mengambil harta mereka..[18]

Perbuatan syirik (4:48 dan 4:116)[19] adalah bentuk kekafiran dan kezaliman paling keji, dan dianggap sebagai dosa yang tidak diampuni Allah.[20]

Surah An-Nisā tidak hanya membahas persoalan perempuan, tetapi juga membahas tentang hukum syariat seperti waris, perkawinan, cara merawat anak dan yatim piatu, hukum, jihad, hubungan umat Islam dan Ahli Kitab, perang, dan peran Isa (Yesus) sebagai seorang nabi, bukan "anak Tuhan" atau bagian dari "Tritunggal" seperti yang diklaim orang Nasrani.[16] Lebih jauh lagi, dalam membahas perang, surah ini mendorong umat Islam untuk berjuang melindungi yang lemah[18] sebagaimana ayat 4:75: "Dan mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang yang lemah, baik laki-laki, perempuan maupun anak-anak yang berdoa, 'Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekkah) yang penduduknya zalim. Berilah kami pelindung dari sisi-Mu, dan berilah kami penolong dari sisi-Mu.'?"[21] Surah ini membahas banyak masalah yang dihadapi masyarakat Muslim awal serta menanggapi tantangan yang dihadapi masyarakat. Beragamnya persoalan yang dibahas dalam surah ini membuat sulit dalam pemaknaan sastrawinya. Namun, berdasarkan telaah terhadap tema-tema yang ada di setiap bagian surah, Amin Ahsan Islāhī membagi surah tersebut menjadi tiga bagian: reformasi sosial, masyarakat Islam dan penentangnya, serta kesimpulan.[22] Mathias Zahniser menghadirkan cara alternatif dalam melihat struktur surat ini. Ia mengeklaim bahwa tema sentral dari surah ini adalah ditujukan kepada orang-orang Nasrani. Kesimpulannya, berdasarkan pengujian tersebut, surah ini memiliki keteraturan struktural seperti kesejajaran, pengulangan, dan komposisi.[23] Namun, Carl Ernst mengakui bahwa lebih banyak penelitian perlu dilakukan dalam jenis analisis struktural ini untuk lebih memahami komposisi surah yang begitu luas.[23]

Dalam bukunya yang berjudul Qur'an and Woman, Amina Wadud menempatkan pendekatan tafsir Al-Quran ke dalam tiga kategori: tradisional, reaktif, dan holistik.[24] Jenis penafsiran yang diterapkan pada surah ini mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap peran perempuan dalam masyarakat muslim. Mengambil pendekatan ketiga, pendekatan holistik memungkinkan pembacaan Alquran secara feminis,[25] yang secara khusus relevan dengan an-Nisā dan dapat membentuk kembali pemahaman tentang surah ini.

Ayat-ayat penting

Hukum nikah dan perbudakan

Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim.

Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya sebagai berikut

4:3 Ayat ini memerintahkan bahwa jika kamu khawatir tidak mampu bersikap adil di antara istri-istrimu dengan menikah lebih dari satu, maka cukup nikahi satu istri, atau puaskan dengan hamba sahaya saja.[2]:4:3

Tafsir Al-Jalalain berbunyi sebagai berikut:

4:3 Seorang pria boleh menikahi 2, 3, atau 4 istri tetapi janganlah melebihi ini; tetapi jika kamu takut kamu tidak bersikap adil terhadap mereka dalam hal nafkah dan bagiannya secara individu; sebaiknya nikahi satu saja atau batasi hamba sahaya yang menjadi milikmu karena mereka tidak memiliki hak yang sama dengan istri; jadi dengan menikahi hanya empat atau hanya satu atau mengambil hamba sahaya, kemungkinan besar lebih dekat dengan sifat tidak zalim atau aniaya.[26]

Berlaku keji terhadap perempuan dan zina

Dalam ayat 15-16, terdapat perintah untuk menjauhi sikap keji terhadap perempuan (zina). Ayat 15 membahas tentang wanita yang melakukan perbuatan keji di antara wanita-wanita lain. Hukuman yang dijatuhkan adalah mengurung mereka sampai ajal atau sampai Allah memberikan jalan lain. Ayat 16 berhubungan dengan kedua jenis kelamin. Perintah tersebut menetapkan bahwa mereka harus dihukum - yaitu, mereka harus dipukuli dan dicela di depan umum. Kemudian, perintah lain terungkap lihat (surah 24:2) yang menetapkan bahwa laki-laki dan perempuan harus dicambuk seratus kali.[27]

Kawin sedarah

Ayat 22- 23 membahas wanita dalam keluarga seseorang yang haram dinikahi.[28][29] Pembahasan ayat ini lebih lanjut dalam Tafsir al-Jalalain.[30][31]

Laki-laki wajib melindungi perempuan

4:34 Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh, adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Mahatinggi, Mahabesar

Banyak sekali tafsir mengenai ayat 34 ini.[32] The Encyclopedia of Islam and the Muslim World menyatakan bahwa ayat ini merupakan ayat yang paling tidak egaliter.[33]

Beberapa Muslim, seperti kelompok feminis Islam, berpendapat bahwa pria Muslim menggunakan teks tersebut sebagai alasan untuk melakukan kekerasan dalam rumah tangga.[34]

Kesyirikan

4:48 Verily, Allah forgives not that partners should be set up with Him (in worship), but He forgives except that to whom He wills; and whoever sets up partners with Allah in worship, he has indeed invented a tremendous sin.[2]:4:48

4:116 God forgiveth not (The sin of) joining other gods with Him; but He forgiveth whom He pleaseth other sins than this: one who joins other gods with God, Hath strayed far, far away (from the right).Translation Yusuf Ali (Orig. 1938)[35]

Tafsir, Ibn Kathir says, "Verily, Allah forgives not that partners should be set up with Him (in worship), meaning, He does not forgive a servant if he meets Him while he is associating partners with Him".[36]:4:48 The Enlightening Commentary into the Light of the Holy Qur'an says, "Polytheism is the worst form of sins and it is a barrier against the Divine forgiveness."[37]

Tafsir Ibn Kathir says: "Shirk shall not be forgiven, in reality the idolators worship shaytan".[36]

Ketaatan kepada pemimpin

4:59 "O ye who believe! Obey Allah, and obey the Messenger, and those charged with authority among you. If ye differ in anything among yourselves, refer it to Allah and His Messenger, if ye do believe in Allah and the Last Day: That is best, and most suitable for final determination.[2]:4:59

Ayat 65

Muhammad al-Bukhari, Muslim ibn al-Hajjaj, Ibn Majah and Nasa'i narrated a hadith transmitted by Zubayr ibn al-Awwam, that believed by some scholars as the Asbab al-Nuzul (cause of revelation) of the Sura of An Nisa verse 65.[38][39] However, there are contemporary Fatwa that the revelation of this verse were attributed to az-Zubayr were weak, as the stronger Hadith which attributed to the revelation of this verse were instead attributed to the tradition of Umar, the second Rashidun Caliph[40]

Mereka yang mati syahid

Muhammad ibn Sulayman recorded that al-Sadiq relayed to his elderly father, Abu Muhammad ibn Sulayman, concerning the following verse: "And whoever obeys Allah and the Messenger - those will be with the ones upon whom Allah has bestowed favor of the prophets, the steadfast affirmers of truth, the martyrs and the righteous. And excellent are those as companions." (4:69) stating, "The Messenger of Allah in this verse is from of the prophets, and we (Ahl al-Bayt) in this subject are the truthful and the martyrs and you all, (our followers), are the righteous, so adopt this name."[41]

Ayat-ayat pedang

According to Dipak Kutha, "much of the religious justification of violence against nonbelievers (Dar ul Kufr) by the promoters of jihad is based on the Quranic "sword verses"[42] (traditionally Muslims speak of "the sword verse", singular, i.e. Qur'an At-Taubah:5). Qur'an An-Nisa’:76 contains passages that could be interpreted to endorse violence,[43]

According to Ibn Kathir:

So fight those who trade the life of this world with the Hereafter, in the cause of Allah, and whoever fights in the cause of Allah, and is killed or gets victory, We shall bestow on him a great reward. And what is wrong with you that you fight not in the cause of Allah, and for those weak, ill-treated and oppressed among men, women, and children, whose cry is: "Our Lord! Rescue us from this town whose people are oppressors; and raise for us from You one who will protect, and raise for us from You one who will help who believe, fight in the cause of Allah, and those who disbelieve, fight in the cause of the Taghut. So fight against the friends of Shaytan; ever feeble indeed is the plot of Shaytan.[2]:Verse 4.74 - 4:76

Tafsir Ibn Kathir says, "Therefore, the believers fight in obedience to Allah and to gain His pleasure, while the disbelievers fight in obedience to Shaytan. Allah then encourages the believers to fight His enemies".[36]:4.74 - 4:75 Islam allows war in self-defense (Quran 22:39), to defend Islam (rather than to spread it), to protect those who have been removed from their homes by force because they are Muslims (Quran 22:40), and to protect the innocent who are being oppressed (Quran 4:75).

"Some Muslim thinkers in the past and some radical Muslims today . . . (say about Verse 4:76) . . . the so-called 'sword verses', have "abrogated" (revoked or annulled) the verses that permit warfare only in defense. They used these 'sword verses' to justify war against unbelievers as a tool of spreading Islam"."But the idea of a total and unrestricted conflict is completely unIslamic (as per other verses of the Quran)."[44]

89-90 Kill them wherever you find them

4:89 They wish that you reject faith, as they have rejected, and thus that you all become equal (like one another). So take not Awliya' from them, till they emigrate in the way of Allah. But if they turn back, take (hold of) them and kill them wherever you find them, and take neither Awliya' nor helpers from them.

4:90 Except those who join a group, between you and whom there is a treaty (of peace), or those who approach you with their breasts restraining from fighting you as well as fighting their own people. Had Allah willed, indeed He would have given them power over you, and they would have fought you. So, if they withdraw from you, and fight not against you, and offer you peace, then Allah has made no way for you against them.[2]:4:89–90

Muhammad advises his companions to avoid taking these individuals as helpers or guardians.[41] Al-Awfi reported from Ibn Abbas, if they abandon Hijrah, As-Suddi said that this part of the Ayah means, "If they make their disbelief public take (hold of) them and kill them wherever you find them, and take neither Awliya nor helpers from them". However, Ibn Kathir clarifies that non-combatants, those who are neutral or hesitant about fighting and those who offer you peace are not to be fought against.[36]

116 Shirk

127-130 Female orphans, desertion by husband, and desirability of marital peace

These verses cover issues associated with female orphans; desertion by the husband and the desirability of marital peace.[36]:4:127–130

Kemunafikan

Dalam kitab Syiah, Kitab al-Kafi, Ja'far ash-Shadiq menulis sepucuk surat kepada para sahabatnya menekankan pentingnya mematuhi Allah, Rasul-Nya, dan "Ulilamri", serta mengatakan bahwa siapa pun yang tidak menaati dan menyangkal kebajikan mereka adalah "pendusta dan munafik". Ia menegaskan bahwa ini adalah orang-orang yang digambarkan sebagai "orang-orang munafik" dalam ayat tersebut, "Sesungguhnya orang-orang munafik itu berada di kedalaman Neraka yang paling rendah - dan kamu tidak akan pernah menemukan penolong bagi mereka."

Pandangan Islam mengenai kematian Isa

dan (Kami hukum juga) karena ucapan mereka, "Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah,1 padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh adalah) orang yang diserupakan dengan Isa. Sesungguhnya mereka yang berselisih pendapat tentang (pembunuhan) Isa, selalu dalam keragu-raguan tentang siapa yang dibunuh. Mereka benar-benar tidak tahu (siapa sebenarnya yang dibunuh), melainkan mengikuti persangkaan belaka, jadi mereka tidak yakin telah membunuhnya,

Penjelasan mengenai pandangan Islam mengenai kenabian Isa, dan bukannya Ketuhanan Isa, terdapat dalam Tafsir Ibnu Katsir.[36]:4:157

Pandangan Islam tentang Tritunggal

Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Mahasuci Dia dari (anggapan) mempunyai anak.

Referensi

  1. ^ Departemen Agama RI.2007.Al-Qur'an dan Terjemahannya Al-Jumanatul 'Ali Seuntai Mutiara Yang Maha Luhur.Bandung:J-Art
  2. ^ a b c d e f Ibn Kathir. "Tafsir Ibn Kathir (English): Surah Al Nisa". Quran 4 U. Tafsir. Diakses tanggal 23 December 2019. 
  3. ^ "The Meaning of the Glorious Qur'ân,: 4. an-Nisa': Women". Sacred-texts.com. Diakses tanggal 2016-05-24. 
  4. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Haleem, M. A. S 20082
  5. ^ Haleem, M. A. S. Abdel. The Qur'an. New York: Oxford University Press, 2008. Print.
  6. ^ “Tafsir Al-Mizan - An Exegesis of the Holy Quran by the Late Allamah Muhammad Hussain Tabatabai.” Web. 25 Nov. 2012.
  7. ^ Khinn, Muṣṭafá Saʻīd (2014). Sejarah ushul fikih. Muhammad Misbah (edisi ke-Edisi Indonesia). Jakarta. hlm. 72. ISBN 978-979-592-693-1. OCLC 940900503. 
  8. ^ Robinson, Neal. Discovering the Qur'an: A Contemporary Approach to a Veiled Text. London: SCM Press LTD, 1996. Print.77.
  9. ^ a b Smith, Clay Chip. "Revelation Order of the Qur'an According to 13 Sources." A Chronological Perspective of the Qur'an. N.p.. Web. 25 November 2012. Diarsipkan 13 September 2003 di Wayback Machine.
  10. ^ Robinson, Neal. Discovering the Qur'an: A Contemporary Approach to a Veiled Text. London: SCM Press LTD, 1996. Print. 80.
  11. ^ a b Qutb, Sayyid. In the Shade of the Qur'an. 3. eBook. Diarsipkan September 11, 2015, di Wayback Machine.
  12. ^ Tafsir Al-Mizan - An Exegesis of the Holy Quran by the Late Allamah Muhammad Hussain Tabatabai.” Web. 25 Nov. 2012.
  13. ^ a b c d Robinson, Neal. Discovering the Qur'an: A Contemporary Approach to a Veiled Text. London: SCM Press LTD, 1996. Print. 266.
  14. ^ Haleem, M. A. S. Abdel. The Qur'an. New York: Oxford University Press, 2008. Print. 50
  15. ^ Robinson, Neal. Discovering the Qur'an: A Contemporary Approach to a Veiled Text. London: SCM Press LTD, 1996. Print. 270.
  16. ^ a b c Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama archive1
  17. ^ Ernst, Carl W. How to Read the Qur'an : A New Guide, with Select Translations. Chapel Hill: The University of North Carolina Press, 2011. Ebook Library. Web. 25 Nov. 2012.
  18. ^ a b Haleem, M. A. S. Abdel. The Qur'an. New York: Oxford University Press, 2008. Print. 50.
  19. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Quran 4 U2
  20. ^ "Encyclopaedia of Islam, Second Edition — Brill". 
  21. ^ Haleem, M. A. S. Abdel. The Qur'an. New York: Oxford University Press, 2008. Print. 57.
  22. ^ Boullata, Issa J. Literary Structures of Religious Meaning in the Qur'an. Richmond: Curzon Press, 2000. eBook. 29
  23. ^ a b Ernst, Carl W. How to Read the Qur'an : A New Guide, with Select Translations. Chapel Hill: The University of North Carolina Press, 2011. Ebook Library. Web. 25 Nov. 2012. 190.
  24. ^ Wadud, Amina. Qur'an and Woman: Rereading the Sacred Texts from a Woman's Perspective. New York: Oxford University Press, 1999. Print. 1.
  25. ^ Wadud, Amina. Qur'an and Woman: Rereading the Sacred Texts from a Woman's Perspective. New York: Oxford University Press, 1999. Print. 3.
  26. ^ Al-Jalalayn (2017). "The Tasfirs - Al-Jalalayn". Altafsir.com. Diakses tanggal 10 February 2020. 
  27. ^ "Towards Understanding the Quran". Islamic Foundation UK. Diakses tanggal 8 December 2019. 
  28. ^ "Quran 4:22 Translation Yusuf Ali (Orig. 1938)". Islam Awakened. Diakses tanggal 20 March 2020. 
  29. ^ "Quran 4:23 Translation Yusuf Ali (Orig. 1938)". Islam Awakened. Diakses tanggal 20 March 2020. 
  30. ^ al-Jalalayn. "The Tasfirs Verse 4:22". altafsir.com. Diakses tanggal 20 March 2020. 
  31. ^ al-Jalalayn. "The Tasfirs Verse 4:23". altafsir.com. Diakses tanggal 20 March 2020. 
  32. ^ "Surat Al Nisaa 4:34". Tanzil.net. Diakses tanggal 19 February 2020. 
  33. ^ Martin, Richard C (2004). "The Encyclopedia of Islam and the Muslim World Vol 1". Thomson Gale. hlm. 267. Diakses tanggal 7 May 2020. 
  34. ^ Nomani, Asra Q. (October 22, 2006). "Clothes Aren't the Issue". The Washington Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-09-22. 
  35. ^ "Quran 4:116 Translation Yusuf Ali (Orig. 1938)". Islam Awakened. Diakses tanggal 4 February 2020. 
  36. ^ a b c d e f Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Quran 4 U3
  37. ^ "An Enlightening Commentary into the Light of the Holy Qur'an vol. 4". Al Islam.org. hlm. 47. Diakses tanggal 16 March 2020. 
  38. ^ bin Musa 2006.
  39. ^ Bukhari, Muhammad. "Sahih al-Bukhari » Distribution of Water - كتاب المساقاة » Hadith 2359". Sunnah.com. Sunnah.com. Diakses tanggal 7 November 2021. Bukhari, Muhammad. "Sahih al-Bukhari » Distribution of Water - كتاب المساقاة » Hadith 2361". Sunnah.com. Sunnah.com. Diakses tanggal 7 November 2021. Nasa'i, Abū `Abd ar-Raḥmān Aḥmad ibn Shu`ayb ibn Alī ibn Sīnān. "Sunan an-Nasa'i » The Book of the Etiquette of Judges - كتاب آداب القضاة » Hadith 5407". Diakses tanggal 7 November 2021. Ibn Muslim, Abū al-Ḥusayn ‘Asākir ad-Dīn Muslim ibn al-Ḥajjāj. "Sahih Muslim » The Book of Virtues - كتاب الفضائل » Hadith 2357". Sunnah.com. Sunnah.com. Diakses tanggal 7 November 2021. Ibn Majah, Abū ʻAbdillāh Muḥammad ibn Yazīd. "Sunan Ibn Majah » The Book of the Sunnah - كتاب المقدمة » Hadith 15". Sunnah.com. Sunnah.com. Diakses tanggal 7 November 2021. 
  40. ^ Al-Faqeeh, Abdullaah (2006). "Fatwa of Quranic verse (4:65)" (Printed). Islamweb center. committee comprises a group of licentiate graduates from the Islamic University, Al-Imaam Muhammad Bin Sa’oud Islamic University in Saudi Arabia. Diakses tanggal 28 November 2021.  Fatwa center
  41. ^ a b al-Kulayni, Muhammad ibn Ya‘qūb (2015). Al-Kafi (edisi ke-Volume 8). NY: Islamic Seminary Incorporated. ISBN 9780991430864. 
  42. ^ Gupta, Dipak K. (2008). Understanding terrorism and political violence: the life cycle of birth, growth, transformation, and demise. Taylor & Francis. hlm. 232. ISBN 9780203930274. 
  43. ^ Roy, Saberi. "Islam, Islamic Fundamentalism and Islamic Terrorism". Globalpolitician. Diarsipkan dari versi asli tanggal 15 October 2013. Diakses tanggal 17 March 2012. 
  44. ^ "Religions". BBC. Diakses tanggal 24 December 2019. 

Pranala luar


Surah Sebelumnya:
Surah Al-'Imran
Al-Qur'an Surah Berikutnya:
Surah Al-Ma'idah
Surah 4